Tak terasa waktu berlalu dengan cepat hingga sampailah kami pada jam istirahat siang.
Beberapa warga tampak mulai membuat kelompok serta berbondong-bondong mencari tempat untuk berteduh dari teriknya panas matahari.
Aku sendiri, mengajak Liya dan Caca untuk pergi menuju sudut taman dimana ada sebuah pohon yang cukup besar disana.
Kami melihat sudah ada kelompok yang diisi oleh para ibu-ibu berjumlah enam orang. Diantara mereka, tampaknya ada beberapa yang cukup mengenal istriku sehingga mereka mengajak kami bergabung.
"Ah, Liya, sini-sini gabung," sapa ramah seorang ibu-ibu yang setauku bernama Bu Retno.
"Terima kasih, Bu," jawab Liya sambil tersenyum.
Kami menggelar tikar dan duduk bersama di bawah pohon.
Suasana terasa lebih sejuk dan nyaman karena teriknya matahari terhalang oleh dedaunan pohon yang begitu banyak.
Obrolan para ibu-ibu komplek mulai riuh saat mereka masing-masing mengeluarkan makanan yang telah mereka bawa dari rumah. Ternyata semua ibu-ibu tampak begitu antusias dan menantikan momen gotong royong ini, terlihat dari betapa banyaknya makanan yang telah mereka persiapkan.
Liya sendiri tampak berbinar-binar serta bersemangat terlibat dalam percakapan, mungkin karena selama ini dia belum mempunyai teman yang cukup akrab untuk bisa sekedar diajak berbicara ataupun menggosip di perumahan ini.
"Ini udah masuk empat bulan ya?" tanya Bu Retno pada Liya sambil membuka kotak bekal berisi makanan.
Liya lalu mengangguk, "Iya, Bu, udah mau lima malah." jawabnya sambil mengusap perutnya yang membuncit.
"Wah ga terasa ya?!" Balas Bu Retno. "Bentar lagi si Uda bisa kembali beraksi tuh! Ga perlu pake tangan lagi," dia tertawa.
Disusul oleh para ibu-ibu lainnya.
Sedangkan aku hanya menyambutnya dengan malu-malu tersenyum kecut sambil menggaruk kepala, "Hahaha.. Bisa aja Ibu.."
"Wuu.. Sabar banget ya si Uda. Suami saya dulu pas udah dibolehin dokter langsung minta jatah beronde- ronde loh," sambung salah seorang ibu.
Mereka kembali tertawa.
"Waahhh.. Apa suami saya nanti begitu juga ya, Bu?" kali ini Liya yang ikut bercanda.
Tawa ibu-ibu semakin riuh mendengar candaan Liya. Aku hanya bisa tersenyum kecut sambil merasa sedikit malu, tapi aku juga ikut bahagia melihat Liya bisa sangat akrab sambil bercanda dan tertawa lepas bersama mereka.
Percakapan terus berlanjut tentang seputar kehamilan, mulai dari pengalaman hamil mereka masing-masing, pantangan-pantangan yang harus dihindari, hingga tips-tips tentang kehamilan lainnya.
Dan aku hanya menyimak sambil mengangguk-angguk hingga sesekali ikut tertawa.
Ketika kita mulai akan menyantap makanan, Bu Retno tiba-tiba melihat sosok Mang Dedi berada tidak jauh dari tempat kita berkumpul. "Eh, itu ada Mang Dedi tuh!" Ucapnya menunjuk.
Bu Retno melambaikan tangannya sambil memanggil, "Mang Dedi!! Sinii!! Gabung sama kita!" Teriaknya.
Mendengar namanya di panggil, Mang Dedi lalu mendongak, dia menyunggingkan senyum lebar sambil berjalan mendekat, menyeka tangannya dengan kain yang disampirkan di bahunya. Mang Dedi mengamati keberadaan kami, sebelum akhirnya dia menangkap sosok Liya dan tersenyum makin sumringah.
"Wah! Ini nih yang saya cari daritadi. Kumpulan Ibu-ibu yang masakannya paling enak sekomplek," ucapnya bercanda santai.
Para ibu-ibu kemudian tertawa, menyambut kedatangan tukang sayur paruh baya itu dengan cukup hangat, termasuk Liya yang juga ikut terkikik malu-malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Masa Kehamilan Istriku (Cuckold's Story)
Romancecerita suami suka cockold istri hamil dan tukang sayur