Hari Kedua

7 0 0
                                    


Trauma itu seperti parasit yang menggegoroti dirimu. Lebih parahnya ia berenang masuk, menjalar perlahan, menjajah tempurungmu, tinggal dalam otakmu, mengacak dan merubah apapun yang kau percayai.

Yang kau anggap pernah ada, hilang.

Yang kau anggap pernah indah, sirna.

Yang kau anggap bersih, hina.

Lalu kau terjerat. Kau coba bangkit namun kembali jatuh ke lubang yang sama. Kau coba rangkak keluar. Jemarimu mencari adakah serpihan batu melekat di dinding lubang itu untuk kau raih; yang menjadi penopang tubuhmu agar tak kembali jatuh. Semua mahluk tahu kau berusaha.

Nyatanya tidak ada. Dinding itu semakin licin, semakin basah, semakin dingin. Lubang yang kering kemudian dipenuhi air hujan. Kau berharap air itu menggenang dan membawamu keatas.

Naik, naik, semakin naik,

Hingga kau lihat lagi cahaya itu.

Dan hujan berhenti,

Matahari sinarnya terik,

Mengeringkan apa yang ada di lubang itu.

Jadi kau kembali jatuh.

Jatuh, semakin dalam,

Dan dalam.

Kau tak tahu apa ini nyata, bagaimana untuk memvalidasi realita.

Hanya ada lubang hitam yang menemani.

Dan kau tak kan pernah bisa terpisah darinya.

Hingga sang waktu yang dapat menjawab,

sampai kapan kau akan berada di dalam sana.

NawasenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang