LRTS [1]

196 22 2
                                    

Yeraz menatap sekelilingnya dengan keheranan. Hanya sepi dan sunyi yang ada. Meskipun begitu, tempat ini begitu indah. Ada rerumputan hijau yang bagaikan permadani. Bunga-bunga berwarna-warni bagaikan perhiasan cantik dan air tenang yang berkilauan. Suasananya juga tidak panas, lebih mengarah pada cerah. Berkat pohonan rindang, ia merasa begitu teduh.

Tentram, itu yang Yeraz rasakan. Udara yang ia hirup di sini jauh lebih menenangkan rasanya. Tempat impiannya, penuh ketenangan.

Tapi tetap saja, tidak ada siapapun di sini. Membuat Yeraz gelisah di tempat. "Halo? Apa ada orang?"

Dengan memberanikan diri Yeraz berjalan-jalan di sekitar tempat yang luas itu. Aneh sekali, meski luas tidak membuat Yeraz lelah bahkan haus. Ia malah semakin ingin mengitari tempat asing itu.

"Yeraz?"

Tubuh Yeraz seketika berbalik. Ia menatap seseorang yang agak sedikit tinggi darinya. Wajahnya putih, seputih salju. Irisnya berwarna biru bagaikan lautan. Indah. Kilauan matanya membuat Yeraz terpana. Belum lagi dengan surai blonde yang nampak halus tengah terbuai oleh angin yang bertiup. Satu kata yang hinggap di otak Yeraz saat melihatnya, indah. Tidak pernah Yeraz bertemu seseorang seperti lelaki di depannya.

"L-lo ... Arien Carish?"

Oh, lihatlah tawanya yang sangat menawan. Manis bagaikan sodium. "Aku Arien. Salam kenal, Yeraz."

"Kenapa gue di sini?"

Wajah ceria itu berubah murung. Sendu bisa Yeraz lihat dari sorot matanya. "Ini tempat yang biasanya kita bertemu. Kemarin hanya lewat mimpi. Tapi sekarang di duniamu, kamu memang sedang tidak baik-baik saja Yeraz. Aku minta maaf. Aku yang meminta pertolongan pada leluhurku untuk bertukar jiwa denganmu. Membuatmu menggantikanku di duniaku. Tapi ... "

"Tapi apa?"

"Aku tidak bisa menggantikanmu, Yeraz. Aku tidak bisa memasuki ragamu, sebab keadaan."

"Apa gue nggak bisa balik aja ke raga gue sendiri? Kenapa gue harus gantiin lo?"

Tiba-tiba saja Arien bertekuk lutut pada Yeraz. Mengatupkan ketua tangan di depan dadanya dengan tatapan memohon. Ugh, mana bisa Yeraz yang notabenenya seorang yang 'tidak enakan' menolak Arien 'kan?

"Seperti permintaanku yang sebelumnya, Yeraz. Tolong selamatkan hidup keduaku. Aku memohon padamu. Aku ingin hidup lebih baik."

Ah, iya! Yeraz ingat sekarang. Beberapa kali dalam sebulan Arien datang dalam mimpinya. Permintaannya selalu sama. Meminta tolong untuk menyelamatkan suami dan anaknya kelak. Tapi, menyelamatkan dari siapa? Apakah ... Senna Calix?

"Gue turut prihatin atas yang terjadi sama lo, Rien. Tapi maaf—"

"Aku mohon, Yeraz. Cuma kamu satu-satunya yang aku percaya." Dahi Yeraz mengerut. Baru pertama kali bertemu sudah percaya? Memangnya bisa?

Yeraz menghela napas. Ia sudah di sini. Tidak tau juga jalan keluarnya. Haruskah ia terima saja? "Gue harus selamatin mereka dari siapa? Dengan apa? Gue nggak tau apa-apa, Rien."

"Senna dan orang-orang kekaisaran. Temukan orang yang bisa kamu percaya ia akan setia. Temui juga Saintess Mirama di Pegunungan Amora. Kamu akan tau sesuatu di sana."

"Aku percayakan semua padamu, Yeraz. Aku akan menjemputmu setelah semuanya selesai."

───⋅•⋅⊰∙∘☽ ✦ ☾∘∙⊱⋅•⋅───

Di tengah sunyinya mentari senja, jemari mungil itu mulai bergerak. Kelopak mata yang tertutup mulai membuka. Iris biru lautnya mulai membiasakan diri dengan cahaya ruangan yang berasal dari cahaya matahari senja. Sinar oranye bisa ia lihat dari jendela yang terbuka.

Let's Rewrite The StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang