LRTS [2]

131 23 0
                                    

Italic = flashback.

───⋅•⋅⊰∙∘☽ ✦ ☾∘∙⊱⋅•⋅───

Bosan. Arien bosan sekarang. Selama kurang lebih lima hari ini, ia hanya berdiam diri di kamar. Tidak bisa kemana-mana karena keadaannya yang lemah. Ada sedikit rasa menyesal karena menyetujui permintaan sang pemilik asli tubuhnya saat ini. Jika saja Arien tau kehidupan Arien asli jauh-jauh lebih sulit, Arien tidak akan mau menerimanya.

"Kangen Arthur. Dia lagi ngapain, ya? Apa dia lagi nangis bombay karena gue mati?"

"Eh! Bener juga! Arien 'kan nggak bisa masuk ke tubuh gue. Jadi ... gue udah mati?"

.... "Terus, gue nggak akan bisa balik lagi? Nggak akan ketemu Arthur, Yomi, Mama juga?"

Sudut bibir Arien mulai melengkung, mata birunya mulai membendung air mata yang kapanpun siap jatuh membasahi pipi putihnya. Keping kenangan yang ia ciptakan bersama orang-orang yang ia miliki di dunia sebelumnya hadir menerpa ingatan. Perasaan sesak tapi juga bersyukur karena bisa mengenal mereka. Perasaan itu terbungkus rapi yang berlabelkan, rindu.

───⋅•⋅⊰∙∘☽ ✦ ☾∘∙⊱⋅•⋅───

"Tadi aku melihatnya menangis seorang diri di kamarnya. Aku sedikit merasa kasihan."

"Untuk apa kasihan pada lelaki tidak tau diri itu? Keluarganya saja tidak peduli, buat apa kita peduli padanya? Tidak akan membawa kita pada kekayaan."

"Kau ini jahat sekali! Dia jelas masih tuan kita! Terlepas dari sikap keluarganya."

"Ya! Kau berani padaku? Akan kuadukan kau pada Duke kalau sekali lagi kau tidak menurut."

"Adukan saja! Aku juga akan adukan kau karena perlakuan burukmu!"

"Silakan, aku tidak takut. Mereka tidak akan peduli pada seonggok manusia pembawa sial itu."

Mereka tetap saja berbincang buruk. Sedangkan dari dalam kamar, Arien masih bisa mendengarnya. Ia tengah ditemani oleh seorang gadis kecil yang umurnya kisaran enam atau tujuh tahun.

"Jangan dengarkan, Kak. Mereka memang menyebalkan."

"Kakak jangan sedih. Ada Cyaara di sini." Jemari mungil itu mulai membalut jemari lebih besar milik Arien. Rasanya hangat. Setidaknya ia memiliki satu orang dari keluarganya yang benar-benar peduli padanya.

"Terima kasih, Aara."

Cengiran khas bocah kecil itu mengundang kekehan Arien. Tapi tak ayal, pelupuk matanya kembali meneteskan cairan bening. "Tolong tetap bersamaku. Aku kesepian."

"Pasti! Cyaara akan selalu bersama Kak Arien."

Saat sedang asik berbincang, tiba-tiba saja pintu kamar milik Arien terbuka. Tatapan amarah bisa Arien lihat dari seorang lelaki yang lebih dewasa darinya tapi tidak setua lelaki satunya.

Itu Asher Carish, kakaknya dan Leonard Priel Carish, ayahnya yang biasa disapa dengan sebutan Duke Carish.

"Kakak! Ayah! Mau ikut minum teh bersama kami?" Pertanyaan ceria dari Cyaara tidak dihiraukan oleh kedua lelaki yang baru saja memasuki kamar Arien.

"Bawa adikmu, Asher." Tanpa menjawab, lelaki bernama Asher mulai mendekati mereka. Membawa Cyaara dalam gendongan.

"Tidak mau! Mau bersama Kak Arien! Kak Asher, turunkan!"

Let's Rewrite The StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang