“Kowe ora bakal bisa misahna awakku karo Sita. Wis takdire kowe mati nang kene, Rahwana.”
Gemuruh riuh tepuk tangan penonton menyambut. Sembari para pemain menempatkan diri di atas panggung, saling menautkan tangan untuk kemudian membungkuk memberikan hormat kepada para penonton.
SMK Amerta Lantip. Harum namanya berkat siswa-siswi terpelajar yang berhasil menorehkan banyak prestasi. Salah satu kebanggaan SMK Amerta Lantip adalah seni. Seni lukis, seni tari, seni musik, seni peraga, seni bela diri, dan seni lainnya. Ajang perlombaan bergengsi tingkat daerah, provinsi, dan nasional sudah banyak kali dicoba. Hasilnya tentu bisa dibilang membanggakan walau tidak selalu menjadi yang pertama.
SMK Amerta Lantip sendiri memiliki sebuah acara wajib yang selalu ditunggu oleh warga sekolah. Acara yang paling ditunggu-tunggu setiap tahun. Pentas drama dari klub teater.
Tahun ini temanya adalah, Ramayana. Tentu saja para pemain telah bekerja keras untuk menampilkan pertunjukan yang lebih baik dari tahun lalu. Terutama, Rahwana Tampan yang berhasil mengejutkan para siswi sekolah. Kemunculan Rahwana Tampan ini bukan semata-mata langsung muncul begitu saja. Banyak pertimbangan yang telah lelaki itu lalui hingga pada akhirnya bisa menginjakkan kaki serta beradu akting dengan para pemain utama lainnya.
Dia, Sandyakala Kauban. Lelaki berusia enam belas tahun itu tadinya ragu untuk mengambil peran sebagai Rahwana. Namun itu lebih baik dibanding ditawari peran sebagai Rama. Karena dirinya tidak akan bisa membayangkan bersanding dengan Dewi Ambar, bidadari sekolah yang mendapat peran sebagai Shinta.
Parasnya cantik, tutur bahasa halus, pribadi ceria dan sopan santun dan juga pintar. Sangat sempurna bila dijadikan sebagai pujaan hati. Itulah yang dirasakan Sandyakala Kauban, nan membuatnya merasa tidak pantas berada dalam satu panggung bersama Dewi Ambar, apalagi sampai mendapat peran yang cukup lekat dengan dirinya.
Tetapi, Sandyakala Kauban sendiri memiliki seorang teman baik yang akan selalu mendukungnya. Hiroki Iswara, seorang siswi jurusan desain yang hobi melukis dan menulis. Dia suka menuangkan perasaannya pada secarik kertas, atau dalam untaian kata. Goresannya bisa berarti sebuah garis, atau bisa juga mengukir sajak. Terserah dia ingin melalukan yang mana, atau keduanya.
Bagi Sandyakala Kauban, Hiroki Iswara adalah sosok teman baik yang akan selalu mendukungnya, di mana dan apa pun keadaannya. Tentu saja, Hiroki lah yang mendorong dan meyakinkan Sandyakala Kauban untuk mengambil peran Rahwana itu, dengan perkataan, "Ambil aja, ini 'kan kesempatan kamu buat deketin Ambar."
"Tapi aku ngga siap. Aku gugup kalo deket dia," timpal Sandyakala Kauban, merasa dirinya masih tidak pantas bersanding. Namun dengan segala bujuk rayu Hiroki Iswara, pada akhirnya lelaki itu memberanikan diri untuk mengambil peran tersebut. Yang mana mengantarkan dirinya pada sebuah pencapaian di mana semua orang akan menyerukan namanya sepanjang waktu.
Di jalan. "Eh, itu bukannya yang jadi Rahwana ya? Aslinya cakep banget, ya?"
"Dilihat-lihat, dia ngga cocok jadi Rahwana, cocoknya jadi pacarku."
"Namanya Sandyakala Kauban, ya? Ada yang tau akun IG-nya, ngga ya?"
"Pengen, deh kenalan sama dia."
"Cakep banget Kak Sandyakala. Ayo kita pacaran!"
Sebuah pencapaian di mana namanya bergema di seluruh penjuru sekolah. Sebuah pencapaian juga di mana sang pujaan hati, mulai membuka mata terhadap pribadi Sang Rahwana-nya. Bahagia, seperti sebuah epilog yang berujung tawa gembira. Lelaki itu tidak lagi merasa gugup saat bersama Dewi Ambar. Begitu juga dengan perempuan itu, yang mulai merasakan rasa suka pada paras tampan Sandyakala Kauban.
Akhir yang bahagia, kata warga sekolah.
"Dya, lihat, deh tulisanku. Bagus ngga?" ujar Hiroki sambil menyerahkan catatan kecilnya kepada pemuda yang berada di samping. Mengemut permen lolipop rasa mangga sambil menatap ke arah bawah dari atap gedung di mana tampak sekumpulan anak laki-laki sedang bermain basket.
Mata Sandyakala terpaku pada kumpulan sajak yang tersusun rapi dalam bait-bait puisi. Kali ini puisi Hiroki berjudul 'Gadis Impian', yang berisi lima bait. Pemuda itu selalu berdecap kagum saat membaca puisi Hiroki. Penuh penghayatan. Dan dia selalu memberikan apresiasi penuhnya.
"Bagus banget! Keren! Aku jadi ikut terharu bacanya. Kamu dapet inspirasi dari mana?" tanya Sandyakala.
Hiroki Iswara, gadis yang sedetik lalu menunjukkan catatannya, kini beralih melukis senyumnya. Teduh, lembut dan penuh makna. Suatu mimik yang tidak akan pernah dimengerti oleh Sandyakala.
"Kamu."
"Hah?" Sandyakala memiringkan kepalanya. "Kenapa aku?"
Memastikan, apakah pemikiran pemuda itu benar atau justru keliru. Sedikit banyak berharap pada sesuatu yang tidak pernah terpikir sebelumnya. Bahwa mungkin saja ada insan yang tertarik menerima afeksinya setiap pagi, siang, sore, bahkan saat bintang telah mencuri ruang di langit.
"Rasa sukamu ke Dewi Ambar itu ... yang menginspirasi aku." Hiroki Iswara, tanpa mendengar suara harapan Sandyakala Kauban itu mendongakkan kepala, menatap matahari terbenam yang tertutup oleh bangunan-bangunan yang berjejer di sepanjang pengelihatan.
"Aku seneng, deh. Sekarang kamu udah bahagia sama gadis impianmu." Hiroki tersenyum lebar.
"Oh, begitu ... kamu emang selalu ngerti aku, ya." Sandyakala tertawa canggung.
Sudah lama lelaki itu memendam rasa kepada Dewi Ambar, sejak pertama kali mereka menginjakkan kaki di sekolah ini untuk menuntut ilmu. Lelaki itu jatuh hati pada kesopanan Dewi Ambar yang saat itu berbaik hati meminjamkan pena kepadanya. Selemah itu hatinya. Namun tidak, jika saja Dewi Ambar tidak berparas dewi mungkin saja dia tidak akan jatuh hati. Melainkan hanya merasa berhutang budi.
"Hiroki, aku pengen nanya sesuatu, boleh?" tanya Sandyakala.
"Tanya aja, lah," ujar Hiroki sambil membuka buku catatannya kembali.
"Kalo aku jadian sama Dewi Ambar, kita tetap jadi teman, 'kan?" tanya Sandyakala.
Hiroki tertawa kecil sebelum menjawab. "Kenapa tiba-tiba nanya begitu? Aku itu, mau kamu jadian sama tante girang pun, aku bakal tetep jadi temenmu," ujarnya jenaka.
Sandyakala tiba-tiba merinding. "Hii, ngga tante girang juga, kali."
Hiroki tertawa keras. "Oke, oke. Jawaban serius, iya aku bakal jadi temenmu terus. Intinya, sampai mati pun, aku bakal terus jadi temenmu. Aku ngga bakal pergi," ujarnya.
"Kalo aku udah jadian terus Dewi ngga suka aku punya temen cewe gimana?" tanya Sandyakala lagi.
Hiroki menaikkan bahunya. "Ya aku ngga ada hak, aku bakal mundur. Tapi aku bakal tetep dukung kamu dari belakang. Karena kita udah temenan dari lama, ngga mungkin aku tinggalin kamu gitu aja tanpa pengawasan. Kalo tiba-tiba ada masalah, kamu ngga mungkin bisa ngadepin sendiri."
Sandyakala pun tersenyum kecil. Dia pun menatap langit senja. "Semuanya akan dimulai, ketika Rahwana mencuri Shinta dari Sang Rama," gumamnya pelan.
"Eh, kamu bilang apa?" ujar Hiroki sebab mendengar Sandyakala seolah berbisik. Namun dia tidak dapat mendengarnya.
"Hmm, ngga apa-apa. Langitnya bagus, 'kan? Coba bikin puisi, dong," pinta Sandyakala.
Hiroki menggeleng. "Ngga mau. Ide itu datang bukan karena diperintah, tapi karena keinginan sendiri, tahu."
"Yahh."
"Hmm, oh iya. Dipikir-pikir, kamu kaya mau nyulik Dewi Shinta dari Rama, ya?" Hiroki tertawa setelah menyeletuk.
Sandyakala pun hanya membalas dengan senyum. "Tapi aku bukan Rahwana yang asli, 'kan?"
[]

KAMU SEDANG MEMBACA
Rahwana Kudus
Teen FictionKau adalah penulis, kau adalah penghapus. Setiap cerita yang kau tulis, maka ia akan melesapkannya hingga mendapat jawaban yang dia inginkan. [Naskah hanya ditulis untuk merealisasikan poster tugas akhir semester dua. Jangan berharap lebih yaa.]