Olivia dan Iris berseru kegirangan begitu Jenna bercerita ia menyetujui ajakan kencan Harper. Meski begitu, Jenna tidak menceritakan pertemuannya dengan Kane di perpustakaan. Ia tidak butuh pembicaraan tentang Kane. Gadis itu sudah cukup berurusan dengan Kane Hayes.
Di sinilah Jenna sekarang, duduk di sebuah restoran bersama Harper yang sedang menceritakan tentang temannya yang mencuri idenya membuat sesuatu berkaitan dengan IT. Jenna tidak begitu mendengarkan dengan seksama. Entah sudah berapa cerita yang Harper bicarakan. Dari pengalaman SMA hingga apa yang ia lakukan selama kuliah.
Pikiran Jenna terus memutar kejadian di perpustakaan. Kepalanya terus terngiang kalimat Kane padanya.
"Kau takut aku mencampakkanmu lagi?"
Ya, jauh dalam diri Jenna ia takut akan hal itu.
"Tolong jangan pergi dengan pria ini, Jen."
Sejujurnya Jenna hanya ingin menyakiti Kane lewat kencan dengan Harper. Ia tidak tahu mengapa ia sangat ingin Kane merasakan apa yang ia rasakan. Dicampakkan tanpa alasan? Cemburu melihat Kane dengan wanita lain? Membuat Jenna jatuh cinta padanya meski dengan beribu keraguan dalam dirinya—
Tunggu, jatuh cinta? Jenna pasti sudah gila.
"...kurasa memang seharusnya aku tidak terlalu banyak menceritakan proyekku ke banyak orang." Harper menutup ceritanya begitu pikiran Jenna kembali ke dunia nyata.
Jenna memaksakan senyum dan merespon. "Ya, kurasa begitu."
Seakan bisa membaca ekspresi wajah Jenna, Harper berkata. "Kau tidak tertarik dengan ceritaku ya?"
Kini Jenna merasa bersalah. Harper sebenarnya pria yang baik. Hanya saja terlalu banyak bicara dan selalu memotong cerita Jenna lalu menceritakan lagi pengalamannya.
"Maaf," gumam Jenna. "Kurasa aku sedang banyak pikiran."
"Kau mau ke bar? Alkohol selalu membantu. Aku janji akan menjagamu tetap sadar," ujar Harper.
Jenna ragu. Ia ingin segera pulang. Tapi jika ia pulang, teman-temannya pasti masih bangun dan akan menanyakan banyak hal tentang kencannya. Jujur saja, Jenna sedang tidak ingin banyak bicara. Dan ia juga sudah bosan mendengarkan Harper bicara.
"Baiklah." Jenna akhirnya mengiyakan. Setidaknya alkohol akan membantu membuat pikirannya lebih baik.
Berjalan tidak jauh dari restoran, keduanya sudah ada di sebuah bar di daerah West Village. Harper memesan minuman sementara Jenna pergi dulu ke toilet. Beberapa menit kemudian, Jenna kembali dan sudah ada dua sloki alkohol di hadapannya.
"Aku tidak tahu minumanmu jadi aku memesan ini. Kuharap tidak masalah," ujar Harper menyodorkan gelas pada Jenna.
Jenna menerimanya dengan seulas senyum tipis. "Terima kasih," ujarnya lalu meneguk miras itu.
Setelah sensasi terbakar di tenggorokannya hilang, Jenna merasa tubuhnya lebih rileks. Ia memesan satu shot lagi. Ia mulai suka dengan efek alkohol pada dirinya. Suara-suara di kepalanya perlahan menghilang.
"Whoa, aku sudah janji untuk membuatmu tetap sadar." Harper memperingatkan.
Jenna menggeleng. "Oh, tenang saja. Aku punya batasan alkohol cukup tinggi." Tidak setinggi Olivia, tapi lebih baik daripada Ana dan Iris.
Beberapa saat kemudian, Jenna merasa kepalanya berputar cepat. Matanya terasa berat dan tubuhnya terhuyung. Tunggu! Ia tidak yakin apakah ini efek alkohol?
"Harper..." Suara Jenna mengecil. Pandangannya menggelap dan semakin buram. Lalu kemudian ia sadar hal yang terjadi padanya bukan karena efek alkohol yang diminumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loathe You | BOOK 1 | TERBIT ✔️
Romance[LIMA CHAPTER TERAKHIR DIHAPUS UNTUK PROSES PENERBITAN] Hampir lulus kuliah, Jenna Lim hanya ingin segera punya pekerjaan agar tetap bisa menetap di New York. Dia kemudian mendapat pekerjaan sebagai anak magang di kantor milik Kane Hayes atas rekome...