[1] Miroir

2 0 0
                                    

Istana Auralis berdiri megah di tengah kerajaan Verdentia, dikelilingi oleh hamparan hutan hijau dan ladang subur yang melambangkan kedamaian dan kesejahteraan. Putri Alana, dengan rambut panjang yang berkilau seperti sinar matahari pagi dan mata hijau cerah, berjalan santai di taman istana. Meskipun hari itu terlihat cerah, ada sesuatu yang tidak biasa dalam suasana di sekelilingnya. Langit, yang biasanya cerah, tampak sedikit muram, dan angin sepoi-sepoi membawa bisikan yang tidak dapat ia mengerti.

Alana berhenti sejenak di tepi kolam yang tenang, melihat bayangan bunga-bunga yang berwarna-warni memantul di permukaan air. Biasanya, pemandangan ini akan memberinya rasa damai, tetapi hari ini, ia merasakan kegelisahan yang tidak bisa ia abaikan. “Ada sesuatu yang tidak beres,” pikirnya sambil mengerutkan dahi. Keingintahuan yang mendalam dan naluri untuk mencari tahu mendorongnya untuk terus melangkah.

Sementara itu, Elyon, pengawal pribadinya yang setia, mengikuti di belakangnya. Elyon adalah seorang pria tinggi dan tegap dengan rambut coklat tua dan mata biru yang tajam. “Putri Alana, tampaknya Anda terganggu. Apakah ada yang salah?” tanyanya dengan nada lembut dan perhatian.

Alana mengangguk perlahan, meskipun matanya tetap tertuju pada langit. “Aku tidak bisa menjelaskan, Elyon. Ada sesuatu yang terasa aneh, seperti sesuatu yang besar akan terjadi.”

Elyon mengulurkan tangan untuk menyentuh bahunya. “Mungkin hanya perasaan, Yang Mulia. Langit memang tampak sedikit mendung, tapi itu bisa jadi hanya perubahan cuaca.”

Namun, penjelasan Elyon tidak cukup untuk menenangkan Alana. Keingintahuan dan kecemasan yang tak tertahan membawanya lebih dalam ke hutan yang mengelilingi istana. Di antara pepohonan yang tinggi dan lebat, ia menemukan cermin besar yang tertutup oleh lumut dan tanaman merambat. Cermin itu adalah artefak kuno yang menurut legenda menghubungkan Verdentia dengan dunia lain.

Alana mendekati cermin, menyapu debu dari permukaannya dengan lembut. Refleksinya tampak buram, seolah-olah cermin itu menyembunyikan rahasia. Dia teringat akan cerita-cerita yang pernah diceritakan oleh nenek moyangnya—tentang sebuah portal yang menghubungkan Verdentia dengan dimensi lain. Namun, cerita-cerita itu tampak terlalu fantastis untuk dipercaya, dan cermin ini biasanya hanya dianggap sebagai peninggalan sejarah belaka.

Tiba-tiba, permukaan cermin mulai bergetar. Alana mundur beberapa langkah, terkejut melihat cahaya yang mulai bersinar dari dalam cermin. Cahaya itu semakin intens, menyebar ke seluruh ruangan seperti ombak yang mengalir dari pusat cermin. Tanpa peringatan, cermin meledak dalam sebuah ledakan cahaya yang menyilaukan. Alana merasa tubuhnya tersedot ke dalam pusaran yang tak terlihat, dan dunia di sekelilingnya mulai menghilang.

Ia terjatuh dengan keras di tanah, merasakan debu dan kerikil menggaruk kulitnya. Saat matanya membuka, Alana mendapati dirinya berada di sebuah tempat yang sangat asing. Langit kelabu membentang di atasnya, dan angin yang dingin meniupkan aroma garam laut. Di kejauhan, ia bisa melihat tebing-tebing curam yang menjulang tinggi, dikelilingi oleh hutan dengan pohon-pohon tinggi dan cabang-cabang tajam.

Alana berdiri dengan gemetar, mencoba menenangkan diri. Ia mulai berjalan perlahan, mencari petunjuk tentang tempat di mana ia berada. Setiap langkah yang diambilnya terasa semakin berat, dan rasa takut semakin menghantuinya. Di antara pepohonan, ia melihat sebuah sosok yang berdiri tegak, memandangnya dengan tatapan curiga. Pria itu mengenakan pakaian gelap, dengan rambut hitam dan mata yang tajam, seperti seorang prajurit atau penjaga.

“Siapa kau?” suara pria itu dalam dan penuh wibawa, menembus keheningan hutan. “Dan bagaimana kau bisa sampai di sini?”

Alana merasa ketakutan yang mendalam, tetapi ia berusaha untuk menjaga ketenangannya. “Aku… Aku adalah Putri Alana dari Verdentia. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa berada di sini. Aku hanya… tiba-tiba berada di tempat ini.”

Pria itu menilai Alana dengan tatapan skeptis. “Kau berada di Galespire, tanah yang terpisah jauh dari Verdentia. Jika kau benar-benar berasal dari sana, kau tidak seharusnya berada di sini.”

Alana merasa gelisah, tetapi dia tahu bahwa ia harus menjelaskan keadaan sebenarnya. “Aku sedang menjelajahi taman istana ketika cermin kuno di Verdentia mulai bergetar dan meledak. Aku terjatuh ke sini tanpa bisa mengendalikan apa pun. Aku hanya ingin kembali ke rumahku.”

Pria itu memandangnya dengan hati-hati, seolah-olah mencoba memutuskan apakah Alana berbicara jujur atau tidak. “Aku akan membawamu ke istana kami,” katanya akhirnya. “Kita harus memastikan bahwa tidak ada ancaman dari dunia luar.”

Saat mereka berjalan melalui hutan yang gelap, Alana merasakan campuran antara ketakutan dan harapan. Pria ini mungkin adalah satu-satunya orang yang bisa membantunya memahami bagaimana cara kembali ke Verdentia. Namun, dia juga tahu bahwa ia harus berhati-hati. Galespire, dengan segala kebesarannya dan tantangannya, adalah dunia yang sama sekali berbeda dari rumahnya.

Malam mulai turun saat mereka tiba di gerbang besar istana Galespire. Di bawah cahaya rembulan, struktur yang menakjubkan ini tampak menakutkan dengan menara-menara yang menjulang tinggi dan tembok-tembok tebal yang membentengi wilayahnya. Alana merasa seperti dia baru saja memasuki dunia yang penuh dengan misteri dan bahaya yang belum pernah ia alami sebelumnya.

Saat pintu gerbang terbuka, dia tahu bahwa petualangan yang lebih besar baru saja dimulai, dan dia harus menghadapi tantangan-tantangan yang akan datang dengan keberanian dan kebijaksanaan.

Portail BriséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang