# Suasana Baru

3 1 0
                                    

Hari pertama sekolah setelah MPLS resmi dimulai, membawa suasana baru di SMK yang kini menjadi tempat Niskala menghabiskan masa putih abu-abunya. Sekolah tampak lebih hidup dengan riuh rendah suara siswa yang bercengkerama di lorong-lorong, menyiapkan diri untuk memulai rutinitas belajar yang sebenarnya.

Niskala memasuki kelas X RPL 1 dengan sedikit gugup, tetapi juga bersemangat. Kelas itu sudah mulai penuh dengan teman-temannya yang masih sibuk mencari tempat duduk yang nyaman. Ia memilih tempat duduk di dekat jendela, membayangkan bagaimana pemandangan di luar kelas akan menjadi pelipur lara saat pelajaran yang berat.

"Sini duduk sama aku!" teriak seorang teman baru, Zahra, yang sudah Niskala kenal selama MPLS.

Niskala tersenyum dan segera mengambil tempat di sebelah Zahra. "Pagi, Zahra. Siap menghadapi hari pertama?"

Zahra tertawa kecil, "Seperti mau masuk ke dunia baru, rasanya aneh tapi seru. Kamu gimana? Sudah nentuin ekskul yang mau diikuti?"

"Sudah," jawab Niskala sambil mengeluarkan buku catatannya. "Aku pilih drumband, voli, sama IT Club. Kamu?"

Zahra terlihat terkejut, "Wow, tiga sekaligus? Aku hanya pilih satu, IT Club. Kayaknya bakal menarik, kan?"

Niskala mengangguk, "Iya, aku memang suka sama teknologi. Tapi drumband dan voli juga menarik buatku."

Obrolan mereka terhenti saat seorang guru masuk ke kelas, Bu Maria, yang mengajar Matematika. Kelas mendadak hening saat beliau berdiri di depan kelas, mengenalkan diri dengan senyum hangatnya. Niskala mencoba fokus pada pelajaran pertama hari itu, berusaha menyerap materi yang disampaikan dengan baik. Namun, pikirannya sesekali melayang ke hal-hal lain, terutama mengenai kegiatan ekskul yang akan segera dimulai.

Waktu berlalu dengan cepat. Setelah beberapa pelajaran berlalu, bel istirahat akhirnya berbunyi. Para siswa segera berhamburan keluar kelas untuk menikmati waktu senggang mereka. Niskala dan Zahra memutuskan untuk pergi ke kantin bersama.

Kantin sekolah, seperti biasanya, dipenuhi oleh siswa dari berbagai kelas yang saling berdesakan untuk membeli makanan. Niskala dan Zahra berhasil mendapatkan tempat duduk di sudut kantin setelah membeli jajanan favorit mereka.

"Aku penasaran, kapan kita mulai latihan ekskul ya?" Zahra membuka pembicaraan sambil menyeruput es teh manisnya.

"Sepertinya minggu depan, setelah jadwal kelas normal sudah stabil," jawab Niskala. "Tapi aku juga tidak sabar untuk mulai latihan."

Saat mereka sedang asyik mengobrol, suara ramai di seberang kantin menarik perhatian mereka. Sekelompok siswa dari kelas yang lebih tinggi, termasuk Harsa, terlihat sedang bercanda dengan teman-temannya. Niskala tak bisa menahan diri untuk melirik ke arah mereka, matanya tertuju pada Harsa yang tampak selalu penuh percaya diri.

"Niskala, kamu kelihatan tertarik banget sama Kak Harsa," goda Zahra dengan senyum jahil.

Niskala tersipu malu, "Tidak kok, hanya saja... dia kelihatan beda dari yang lain. Kayak, dia punya aura yang kuat."

Zahra tertawa kecil, "Iya, aku setuju. Tapi jangan keburu suka dulu ya, siapa tahu ada senior lain yang lebih menarik."

Setelah selesai makan, mereka kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran. Hari itu berjalan lancar, meskipun ada beberapa momen di mana Niskala merasa sedikit kewalahan dengan tugas-tugas baru yang mulai diberikan oleh para guru. Namun, ia bertekad untuk tetap fokus dan tidak terbawa suasana yang terlalu berat.

Ketika bel tanda akhir sekolah berbunyi, Niskala merasa lega sekaligus sedikit lelah. Ia mengemasi barang-barangnya, bersiap untuk pulang, ketika tiba-tiba ia mendengar namanya dipanggil dari pintu kelas.

"Niskala!"

Ia menoleh dan melihat Harsa berdiri di ambang pintu, dengan senyum ramah yang membuat jantungnya kembali berdebar. Zahra yang masih di sebelahnya memberikan tatapan menggoda sebelum cepat-cepat pergi meninggalkan mereka berdua.

Niskala berusaha menenangkan dirinya sebelum berjalan mendekati Harsa. "Ada apa, Kak?"

"Hei, Niskala. Aku cuma mau tanya, kamu sudah daftar di drumband dan voli kan? Nanti kita akan ada pertemuan perdana minggu depan, jadi aku hanya ingin mengingatkan kamu supaya tidak lupa."

"Oh, iya Kak. Aku sudah daftar, dan terima kasih sudah ingetin," jawab Niskala sambil tersenyum malu-malu.

Harsa mengangguk. "Bagus, aku senang kamu memilih dua ekskul itu. Kalau ada yang kamu butuhkan atau mau ditanyakan, jangan ragu untuk hubungi aku atau pengurus ekskul lainnya ya."

Niskala mengangguk cepat. "Pasti, Kak. Aku akan ingat itu."

Setelah pertemuan singkat itu, Harsa pergi meninggalkan kelas, menyapa beberapa siswa lain di sepanjang jalan. Niskala menatap punggungnya yang menjauh, masih merasa sedikit tidak percaya bahwa Harsa, senior yang begitu karismatik, berbicara langsung padanya. Ada perasaan hangat yang menjalar di hatinya, membuatnya merasa sedikit lebih istimewa.

Dalam perjalanan pulang, Niskala tak henti-hentinya tersenyum sendiri, mengingat setiap detail dari percakapannya dengan Harsa. Meskipun singkat, momen itu memberikan semangat baru untuknya menghadapi hari-hari ke depan di sekolah ini.

Malam harinya, setelah menyelesaikan tugas-tugas sekolah, Niskala berbaring di tempat tidurnya, merenungkan hari yang telah dilaluinya. MPLS sudah berakhir, tapi perjalanan yang sesungguhnya baru saja dimulai. Ia tahu bahwa banyak tantangan yang menunggunya, baik di dalam maupun di luar kelas, tetapi dengan setiap langkah, ia merasa semakin siap untuk menghadapi semuanya.

Bayangan Harsa yang memimpin drumband dan bermain voli kembali melintas di pikirannya, membuat Niskala semakin termotivasi untuk memberikan yang terbaik dalam setiap ekskul yang ia pilih. Ia tidak hanya ingin menjadi bagian dari sekolah ini, tetapi juga ingin menunjukkan bahwa dirinya bisa mencapai lebih dari yang ia bayangkan.

Dengan semangat yang masih membara, Niskala menutup matanya, berharap esok hari akan membawa lebih banyak kejutan dan kesempatan untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Perjalanan ini mungkin baru saja dimulai, tapi Niskala siap untuk menapaki setiap langkahnya dengan penuh keyakinan dan harapan.

Asmaraloka yang AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang