Bab 7

3.8K 31 2
                                        


Bayu pergi ketika sebuah ide tentang bagaimana membuat bahan kimia tersebut tidak permanen tiba-tiba muncul di kepalanya.

Bayu dalam perjalanan pulang dengan perasaan gembira karena mengetahui hal yang tiba-tiba itu, suatu hal yang jika dia benar, merupakan cara yang cukup sederhana untuk mengubah sifat obat tersebut. Meskipun dia berencana menggunakan benda kuat itu untuk rencana balas dendamnya, dia menginginkan kekuatan untuk mengendalikan efek obat tersebut. Dia merasa sedikit tidak enak dengan keputusan terburu-burunya untuk mengujinya terlebih dahulu pada adiknya.

Bayu masuk ke dalam rumah dan sedang berpikir keras ketika mendengar suara yang membuatnya menghentikan langkahnya.

"Hei, brengsek, selamat datang di rumah," sapa Bu Ambar sambil tersenyum puas.

Bayu berbelok ke ruang tamu dan tersentak. Ibunya telanjang bulat, disumpal, diikat di kursi dapur, dengan mentimun di vaginanya dan sesuatu di pantatnya. Namun, yang tidak bisa berhenti dia lihat adalah payudara besar ibunya.

"Apa? Kok diem saja?"

Bu Tutik memperhatikan dengan bingung. Bu Ambar telah memberitahunya bahwa putranya telah membius dan memperkosanya. Ketika dia tidak mempercayai tetangganya yang suka bertele-tele, dia dikalahkan oleh tetangganya dan dipaksa telanjang dengan todongan pisau. Khawatir akan nyawanya, Bu Tutik menurut dan mendengarkan ocehan yang lebih konyol lagi tentang putranya yang menciptakan obat yang menghilangkan kemampuan untuk mengatakan tidak. Dia kemudian diikat dengan stokingnya sendiri. Bu Tutik pun hanya diam ketika tetangganya berjalan di antara kedua kakinya, dan menjilatnya hingga orgasme. Dia mencoba menyangkal kenikmatannya, tapi Bu Ambar menjilat dan menjilat hingga dia tidak tahan lagi, orgasme pertamanya di lidah orang lain setelah bertahun-tahun setelah suaminya meninggal 4 tahun lalu.

Tutik kemudian dipaksa coli dengan mentimun dan memasukkan wortel panjang dan tipis ke pantatnya saat Bu Ambar menjelaskan, "Putramu menyodomi saya, Saya Cuma membalasnya."

Namun, Tutik merasa malu karena foto dirinya diambil dalam posisi tersebut.

"Kamu benar-benar lambat belajar," desah Bayu, merasa bersalah karena rencana balas dendamnya telah menempatkan ibunya dalam posisi yang membahayakan. "Ambil mentimun itu dari ibuku, dan masukkan ke dalam pantat lu sekarang."

Bu Tutik tidak percaya betapa tegasnya putranya yang biasanya berwatak lembut itu.

Bayu menambahkan, 'Dan teruslah coli dengan itu sampai kamu datang.'

Bu Ambar terkesiap. Saat dia hendak mengambil mentimun, dia mengancam sambil melambaikan ponselnya, "Jika kamu tidak memperbaikinya, aku akan mengirimkan foto-foto ibumu ini ke internet."

"Kamu belum mengirimnya?" Bayu bertanya sambil tertawa. Tiba-tiba menyadari dia masih bisa memperbaikinya. "Berikan ponselmu padaku."

"Brengsek," katanya sambil mengeluarkan mentimun dari BuTutik yang terikat. Dia menyerahkan telepon padanya dan menurunkan roknya untuk memasukkan mentimun ke pantatnya.

Bu Tutik tidak dapat mempercayainya. Semua yang dikatakan Bu Ambar sepertinya benar.

"Mungkin perintah binal sudah terjadi," sindir Bayu sambil melihat gambar-gambar itu.

Bu Tutik bingung dengan apa yang terjadi dan merasa malu karena putranya dapat melihatnya seperti ini. Bu Tutik mencoba berbicara melalui sumbatan celana dalam di mulutnya.

Bayu mendongak dan meminta maaf, sambil menghampiri ibunya, "Maaf, Bu," sambil menarik selotip perlahan dari mulut ibunya.

Setelah lepas, Tutik meludahkan celana dalamnya dan berkata, "Bisakah kau melepaskan ikatan ibu?"

"Tentu saja," Bayu mengangguk, menatap payudara ibunya.

"Dan berhenti memandangi payudaraku," tegurnya.

"Maaf, Bu," dia meminta maaf, merasa bersalah atas kecerobohannya yang telah menimpanya namun juga benar-benar terangsang pada saat yang bersamaan.

Setelah ikatannya terlepas, dia berdiri, mengeluarkan wortel dari pantatnya, dan dengan marah, berjalan ke arah Bu Ambar dan memasukkannya ke dalam mulutnya. "Makan semuanya, dasar lonte."

Bu Ambar tidak punya pilihan selain menuruti perintah menjijikkan itu.

Bu Tutik keluar dari kamar dan Bayu dengan cepat merencanakan apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Dia menyaksikan dengan geli saat Bu Ambar coli dengan mentimun di pantatnya, sambil berdiri..

"Ayo hisap kontolku, lonte, tapi simpan mentimun itu di pantatmu."

Bu Ambar memelototinya, tapi tidak punya pilihan selain menurut. Dia pindah ke arahnya, berlutut dan mengeluarkan kontolnya.

Bayu bertanya-tanya seberapa besar kemungkinan dia bisa ngentot dengan ibunya tanpa menggunakan obat tersebut.

Beberapa menit kemudian, Bu Tutik kembali dan tersentak. Dia dikejutkan oleh dua hal. Pertama: dia sedang melihat tetangganya menghisap kontol putranya. Kedua: bahwa putranya melakukan ini di rumahnya yang masih ada dirinya.

Meskipun Bayu tidak melihat ke belakang pada ibunya, dia merasakan ibunya ada di belakangnya, dan memerintahkan, "Lebih cepat, lonte."

Bu Ambar tidak punya pilihan selain menurut, saat dia mulai menampar klitorisnya sambil menghisap kontol besar itu dalam-dalam.

Tutik menyaksikan dengan kagum pada kepribadian putranya yang kuat. Bu Tutik mendengarkan pembicaraan yang merendahkan itu dan mau tidak mau merasa dirinya menjadi sangat terangsang... mengenang suaminya dan kepribadian dominannya.

Bayu mendengus dan menyemprot wajah perempuan itu dengan peju.

Seketika, dengan peju mengenai wajahnya, Bu Ambar berteriak, "Fuuuuuuuuck," bersamaan dengan orgasmenya meledak keluar dari dirinya.

Sang ibu, yang kini mengenakan jubah mandi, setelah menyaksikan aksi seks tersebut selama sekitar satu menit, memeknya semakin terasa geli, bertanya, mencoba bersikap tegas, "Apa yang terjadi di sini?"

Bayu berbalik dengan kontolnya yang masih keras, "Oh, Bu."

"Ih, penismu itu keliahatan! Tutup napa" jeritnya, bahkan saat dia berusaha untuk tidak menatap kontol besar putranya yang sangat mengesankan, bahkan lebih besar dari milik suaminya.

Bayu melakukan apa yang diperintahkan Tutik, menarik celana dalam dan celananya ke atas, "Dan kau, lonte bodoh, simpan mentimun itu di pantatmu sampai makan malam lalu potong-potong dan sajikan untuk keluargamu."

"Tolong jangan," Bu Ambar terkesiap.

"Sekarang pergi dari sini sebelum aku menambah tugas lagi," perintah Tutik.

Bu Ambar dengan enggan pergi, kepalanya pusing memikirkan konsekuensi tindakannya.

Sang ibu bertanya kepada anaknya, "Jadi semuanya benar. Semua yang dikatakan Bu Ambar benar."

"Apa yang dia katakan?" Bayu bertanya.

"Kau menciptakan obat yang mengendalikan pikiran orang," kata Bu Tutik, meskipun hal itu tampak cukup jelas.

"Ya, semacam itu," dia mengangguk, malu-malu.

"Semacam itu bukanlah sebuah jawaban,"

"Kalau begitu ya," Bayu mengangguk. "Dan aku memerlukan subjek untuk mengujinya."

"Itu salah." kata sang Ibu.

"Aku hanya menggunakannya pada orang yang pantas mendapatkannya," jawab Bayu.

"Siapa yang pantas mendapatkannya?"

"Siapapun yang jahat," jawabnya.

"Kamu harus berhenti,"

"Iya iya...." Ucap Bayu, padahal sebenarnya dia tidak ada niat melakukan hal itu.

Bu Tutik menambahkan, melihat putranya tidak terlalu mendengarkan, "Kamu tahu dia mengintip ke dalam kamarmu."

Bayu bersyukur karena dia menyimpan semua datanya dan campuran obat-obatan tambahan di brankas dan menjawab, "Semuanya terkunci."

"Jadi kamu benar-benar memperkosanya?" tuduh sang ibu blak-blakan, masih kaget dengan sikap putranya.

"Tidak sesederhana itu," kata Bayu, rasa bersalah menjalar ke dalam dirinya melihat ekspresi kekecewaan di wajahnya.

"Apakah kamu berhubungan seks dengannya?" dia bertanya, meskipun dia tahu jawabannya.

"Ya," Bayu mengangguk.

"Apakah dia menyetujuinya?" dia bertanya.

"Pada akhirnya," jawab Bayu, sebelum menjelaskan, "obat itu membuat siapa pun tidak bisa mengatakan tidak pada perintah."

"Perintahi?" tanya sang ibu, mencoba memahaminya... penasaran dengan cakupan penuhnya. Gagasan untuk diberi tahu apa yang harus dilakukan membuatnya bergairah, seperti yang terjadi pada suaminya bertahun-tahun yang lalu.

"Kenapa dia?" Bu Tutik bertanya, meskipun dia selalu membenci wanita jalang itu.

"Putranya adalah pembullymu semasa SMA dan dia tidak melakukan apa pun untuk menghentikannya," jawab Bayu jujur.

"Jadi kamu membalas dendam pada orang yang memperlakukanmu dengan buruk?" Tutik bertanya... semacam pengertian setelah apa yang terjadi padanya beberapa jam terakhir.

"Ya," Bayu mengangguk. "Obat itu seharusnya dibuat untuk militer dan interogasi, tapi ketika gagal diuji coba, saya dipecat."

"Oh," hanya itu yang diucapkan sang ibu, sambil berusaha memahami semua ini.

"Tapi sejak dananya dipotong, dan saya tahu saya sudah dekat, saya mengerjakannya di rumah sampai aku menyelesaikannya," jelasnya, "dan sekarang sudah."

"Kecuali kerusakan tambahan," katanya sambil menunjuk pada dirinya sendiri.

Bayu mengerti yang dia bicarakan tentang diikat dan dimanfaatkan. "Aku akan memastikan hal itu tidak terjadi lagi."

"Itu lebih baik. Tapi ibu ingin kamu berjanji padamu akan menghentikan ini. Itu berbahaya."

Tiba-tiba Bu Ambar kembali, kunci rumahnya tertinggal di atas meja.

"Kenapa kamu kembali?" Tutik bertanya sambil memelototi perempuan jalang itu.

" Aku lupa kunciku."

"Menggonggong seperti anjing," perintah Bu Tutik, ingin menguji obat ini.

Bu Ambar segera mulai menggonggong.

"Kejar ekormu seperti anjing," perintah Tutik, geli dengan ini.

Bu Ambar mulai berlari berputar-putar sambil menggonggong.

Bayu menyaksikan ibunya terhibur dan bertanya-tanya apakah ibunya mulai menikmati semua ini.

BuTutik kagum saat dia melihat dengan geli. Dia menoleh ke arah putranya dan bertanya, "Jadi, dia benar-benar menuruti setiap perintah?"

"Semuanya," Bayu mengangguk,

"Berhenti," perintah Bu Tutik, suara gonggongannya kini mengganggu.

Bu Ambar langsung melakukannya, bersyukur karena dia mulai pusing.

Bayu menoleh ke arah Bu Ambar ingin mengklarifikasi kesalahannya sebelumnya. "Kamu tidak akan pernah melakukan apa pun untuk mengungkapkan kebenaran. Kamu tidak akan pernah mencoba menyakiti keluargaku dengan cara apa pun. Jelas?"

"Ya," Bu Ambar mengangguk, benar-benar kelelahan dan kalah.

"Bagus," kata Bayu, sebelum menoleh ke ibunya, "apakah ibu ingin menghukumnya juga?"

"Ya, kamu akan berada di garasi saya pada pukul 7:30 untuk memberiku orgasme pagi hari sebelum saya berangkat kerja."

Bu Ambar tersentak.

Bayu tersentak.

"Apakah ada masalah?"

"Tidak," kata Bu Ambar sambil menggelengkan kepalanya. Setidaknya kuota vagina hariannya akan terisi dengan cara itu.

'Sekarang pergilah, dan ingat, jika ada kesalahan, suami dan anakmu bakal membuat video porno gay inses,' Bayu menjelaskan.

"Ya, Tuan,"

Balas dendam si CulunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang