1. The Night We Met

788 99 57
                                    

Langit malam ini diselimut awan, dan lampu kota bersinar lembut. Stevan, dengan bunga dan kue di tangannya, melangkah penuh semangat menuju apartemen pacarnya. Ini adalah hari istimewa-anniversary pacaran ke-6 tahun mereka, dan dia ingin memberikan kejutan yang tak terlupakan. Tahun lalu, ia melamar sang pujaan hati dan berniat untuk menikah tahun ini.

Setibanya di apartemen, Stevan memasukkan kode pintu yang sudah dihafalnya, kemudian membuka pintu apartemen. Dalam suasana tenang dan sedikit gelap, dia melangkah masuk dengan senyum lebar di wajahnya, siap untuk mengungkapkan betapa istimewa hari ini baginya.

"Ahhh cepet dong!"

"Sempit banget sih kamu cantik? Gak pernah dipake Stevan?"

"Jangan bawa-bawa dia deh, dia gak mau tiap dipancing!"

Namun, senyum itu segera menghilang ketika dia melihat pemandangan yang tak pernah dia bayangkan. Di ruang tamu apartemen, pacarnya, Yulia, tampak telanjang dalam pelukan pria lain, sedang berhubungan badan. Suara tawa dan canda mereka berhenti seketika ketika melihat Stevan berdiri di pintu, kaget dan marah.

"Stevan!" teriak Yulia, mencoba menutupi tubuhnya dengan tangan, matanya penuh ketakutan dan rasa bersalah. "Aku... aku bisa jelasin!"

Stevan, wajahnya memerah oleh kemarahan dan rasa sakit hati, hanya bisa berdiri membeku di tempat. Dengan gemetar, dia melemparkan bunga dan kue ke lantai, tidak peduli dengan hancurnya perayaan yang telah direncanakannya.

"Jangan coba-coba!" teriak Stevan, suaranya bergetar. "Aku sudah cukup dengan semua ini!"

Yulia berusaha meraih Stevan, memohon dengan air mata. "Maafin aku, Stevan. Tolong, jangan pergi!"

Stevan memandang jijik pada paha Yulia yang dialiri cairan---dimana Stevan paham betul cairan jenis apa itu.

Stevan sudah kehilangan kesabaran. Dengan gerakan cepat, dia melepaskan cincin pertunangannya dan melemparkannya sembarangan, cincinnya meluncur jauh ke sudut ruangan. Kemudian, dia berbalik dan berjalan keluar, meninggalkan apartemen yang sekarang menjadi tempat pertengkaran dan kehancuran.

Kepedihan dan kemarahan memaksanya untuk mencari pelarian, dan dia menuju bar terdekat. Dalam keadaan mabuk dan hancur, dia kehilangan kendali. Kembali ke jalanan yang gelap dan penuh risiko, Stevan menabrak seorang pejalan kaki yang tak terlihat dalam kegelapan malam.

"ASTAGA!" kesadarannya seketika kembali, buru-buru ia turun untuk mengecek keadaan pria tua yang ditabraknya. Begitu banyak darah yang mengalir.

Stevan takut, lelaki itu segera membawanya ke rumah sakit.

Ruang tunggu rumah sakit.

Stevan berdiri di depan ruang tunggu rumah sakit, seluruh tubuhnya gemetar. Bau antiseptik dan suara langkah cepat para perawat terasa mengaburkan kesadarannya. Suara hatinya memekik, menyesali apa yang baru saja terjadi. Dia tak pernah bermaksud melakukan ini-tak pernah bermaksud mencelakai siapa pun. Tapi malam ini, di bawah pengaruh alkohol dan pikiran yang kacau setelah putus cinta, segalanya berubah menjadi malapetaka.

Pikiran Stevan terhenti ketika pintu ruang tunggu berderit terbuka. Dia mendongak, dan melihat seorang gadis muda memasuki ruangan. Rambut panjangnya tergerai, wajahnya pucat, namun ada kehangatan yang aneh terpancar dari sorot matanya yang gelisah. Dia tampak lebih muda beberapa tahun darinya, mungkin awal dua puluhan.

Gadis itu mendekat tanpa bicara, tatapannya tertuju pada lantai. Tanpa berkata apa-apa, dia mengulurkan sebotol air mineral ke arah Stevan. Stevan tertegun, menatap botol di tangan gadis itu seolah itu adalah sesuatu yang tak bisa dipercaya.

Bergala Bunga Matahari | Soohyun JiwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang