Dari lubuk hati yang paling dalam, Stevan merasa sangat bersalah. Bahkan sangat berdosa, namun Jihan meliuk-liuk kepanasan dan menangis di ranjangnya.
Tanpa pikir panjang, Stevan segera membungkam gadis itu dengan ciuman yang dibalas begitu panas oleh Jihan. “Kau akan menyesali ini besok, Jihan. Tapi aku tidak akan mundur.” kata Stevan usai ciuman mereka terputus, menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah cantik Jihan.
Stevan segera melucuti pakaiannya sendiri, kemudian cepat memaksa membuka pakaian Jihan sampai sobek. Mereka berdua sudah telanjang hingga Stevan kembali meniduri tubuh gadis itu, mereka berdua berkeringat dengan suhu 18°.
“Panasshhh....”
Stevan menciumi setiap inci wajah hingga turun ke tulang selangka Jihan, membuat gadis itu memekik meminta lebih.
Stevan terbawa nafsu, turun pada dada Jihan yang didambanya, lelaki itu tidak mencium aroma surga ketika ia merasa sudah berada di surga bersama Jihan.
Jihan menahan nafasnya kala Stevan sudah mencumbu habis dadanya, gadis itu meronta dan menekan kepala Stevan agar membuatnya terangsang. Kedua orang ini sudah lupa dunia, Stevan segera mengecek kesiapan Jihan di bawah. Gadis itu sudah basah, Jihan merengek saat Stevan mempermainkan dirinya.
Lelaki itu menyeringai, kedua jarinya membentuk gerakan menggunting lalu menenggelamkan dirinya dalam sekali hentakan. Jihan berteriak merasakan dirinya terbelah menjadi dua, sedangkan Stevan merasa lega sudah memasuki rumahnya. Lelaki itu merasakan lembah Jihan mencengkram kuat miliknya.
“So tight. relax, girl.” ia mencium kening Jihan, Jihan merintih karena rasa sakitnya.
“Sakit....” ucapnya parau.
Stevan kembali mencumbu mesra bibir gadis itu, mencoba mengalihkan fokus rasa sakit Jihan. Jihan bergumam tidak jelas dalam ciuman mereka. Stevan memajumundurkan dirinya, merasakan sebuah gelombang mendatanginya. Membiarkan desahan keduanya memenuhi ruangan itu.
“Jihan, aku keluarin di luar, ya?” Stevan menggunakan sedikit sisa akal sehatnya walaupun dia yakin Jihan tidak akan terpengaruh.
Jihan merespon dengan melingkarkan kakinya pada pinggang Stevan, “Oh shit! I don't care anymore.” umpat lelaki itu sebelum meledak di dalam diri Jihan, bahkan menahannya agar tidak keluar sedikitpun.
Sesudahnya, Stevan mengusap kening Jihan yang penuh keringat. Gadis itu tampak lelah, dan secara sadar, Stevan malah menghentaknya lagi lebih kuat. Membuat desahan-desahan panjang Jihan terdengar merdu bagi Stevan.
Sesudah kegiatan panas mereka selesai, Stevan menarik Jihan dalam pelukannya. Keduanya terlelap, apapun yang terjadi besok, biarlah terjadi besok. Pikirnya.
Esok paginya, Jihan terbangun dengan tubuh yang terasa pegal menjalar. Gadis itu mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, namun kepalanya pening sekali.
Yang ia ingat adalah meminum pemberian Yulia, lalu ia merasa tubuhnya kepanasan. Ingatannya berputar menuju Yulia yang menggandengnya ke sebuah ruangan, namun ia melihat Stevan marah-marah. Sebentar, Jihan mengingat semuanya. Semuanya.
Gadis itu terlonjak kaget dengan tangan Stevan yang melingkari perut polosnya. Nyaris Jihan berteriak kalau tidak ingat bahwa dia yang memancing Stevan pertama kali. Walaupun dalam rangsangan obat. Jihan menutup mulutnya, menahan tangisnya yang siap tumpah kapan saja. Dalam hatinya berkata untuk tetap tenang walaupun pikirannya melayang-layang.
Dengan perlahan Jihan menjauhkan tangan Stevan dari dirinya, lelaki itu tampak tak terusik sedikitpun. Malah terlihat begitu damai. Saat menyentuh lantai, Jihan merasa nyeri pada sekujur kakinya. Gadis itu ingin menangis saja, bagaimana mungkin dia melakukan ini? Ayahnya pasti menangis disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Bergala Bunga Matahari | Kim Soohyun Kim Jiwon
FanfictionBatal menikah membuat Stevan melampiaskan kemarahannya pada minuman keras, hingga tengah malam tiba, ia terlibat dalam kecelakaan yang merenggut nyawa seorang lelaki tua. Dalam kekalutannya, seorang gadis muda malah mengulurkan sebotol air minum ali...