Kota sedang dalam keadaan kacau. Demo besar-besaran telah melumpuhkan transportasi umum, membuat jalanan penuh dengan orang-orang yang mencoba mencari cara untuk sampai ke tujuan mereka. Suara klakson bersahut-sahutan dengan teriakan massa yang menyuarakan aspirasi mereka. Asap dari ban yang dibakar menghitamkan langit, menciptakan atmosfer yang tegang.
Di tengah hiruk-pikuk ini, Stevan mengernyitkan dahi saat mobilnya tiba-tiba mogok di tepi jalan. Dia menghela napas panjang, mencoba menyalakan mesin beberapa kali, namun tidak ada hasil.
Stevan mendesah sebal, "Sial! kenapa harus sekarang?"
Dia mengambil ponselnya dan mencoba menelepon montir, tapi suara di ujung sana hanya mengatakan bahwa bantuan akan tertunda karena situasi demo. Stevan melemparkan ponselnya ke kursi penumpang dengan frustrasi. Sambil memikirkan langkah selanjutnya, dia menyandarkan kepala ke kemudi, merasa terjebak.
Di saat yang bersamaan, Jihan kebetulan melewati jalan itu setelah menyelesaikan pekerjaannya di salah satu kantor cabang. Dia mengenakan jaket denim dan tas selempang yang sederhana, wajahnya sedikit cemas melihat situasi kota yang semakin tidak terkendali. Namun, perhatiannya tertuju pada mobil yang mogok di pinggir jalan. Jihan mengenali sosok yang ada di dalamnya dan mendekat dengan rasa penasaran.
Jihan mengetuk jendela mobil dengan lembut, "Kak Stevan? Kakak baik-baik aja?"
Stevan menoleh dan melihat Jihan berdiri di luar mobilnya. Dia membuka jendela, sedikit terkejut dengan kemunculannya yang tiba-tiba.
Stevan sedikit tersenyum, "Oh, Jihan. Mobilku mogok, dan sepertinya nggak ada bantuan yang bisa datang segera."
Jihan melihat sekeliling, melihat betapa kacau situasinya. Dia berpikir sejenak, lalu memberi saran.
"Kalau gitu, kenapa nggak naik bus aja? Kebetulan aku juga lagi nunggu bus di sini. Transportasi online pasti susah didapat sekarang."Stevan menatap Jihan dengan sedikit terkejut. Bus? Dia belum pernah naik bus lagi, sejak dia masih kuliah. Namun, melihat situasi yang ada, dia menyadari bahwa mungkin itu satu-satunya pilihan yang masuk akal.
Stevan menatap Jihan dengan ragu, "Bus? Hmm… ya, mungkin itu ide yang oke."
Jihan tersenyum tipis, mengisyaratkan Stevan untuk mengikutinya. Mereka berjalan ke arah halte yang dipenuhi orang-orang. Bus yang datang penuh sesak, dan Stevan mulai merasakan ketidaknyamanan yang asing baginya. Ketika bus akhirnya tiba, mereka berdua berusaha masuk, berdesakan dengan penumpang lain.
Di dalam bus, suasana benar-benar berbeda dari kenyamanan yang biasa dirasakan Stevan. Penumpang berdiri saling berhimpitan, dengan gerakan bus yang sering mendadak. Setiap kali bus mengerem, tubuh mereka terombang-ambing, membuat Stevan sedikit kehilangan keseimbangan.
Stevan berbisik pada Jihan, "Jadi, ini rasanya naik bus…"
Jihan menahan tawa melihat wajah Stevan yang tampak tidak terbiasa. "Iya, sedikit berbeda dari mobil pribadi, ya? Cuma hari ini kok, kak. Besok kalau demonya selesai, kakak bisa pakai mobil pribadi."
“Kamu biasa naik bus?” tanya Stevan penasaran.
Jihan mengangguk, “Aku suka naik transportasi umum. Soalnya murah juga, hehe.” cengirnya di akhir kalimat.
Stevan geleng-geleng, dalam hatinya dia mulai memikirkan mobil dan sopir untuk Jihan juga. Cuman dia bingung harus pakai alibi apa.
Mereka terpaksa berdiri berdekatan karena bus yang penuh sesak. Stevan merasakan jarak antara mereka semakin mengecil setiap kali bus berguncang. Di satu titik, bus berhenti mendadak, membuat penumpang terhuyung-huyung ke depan. Tanpa sengaja, Stevan kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke arah Jihan. "Awas—!"
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Bergala Bunga Matahari | Kim Soohyun Kim Jiwon
FanfictionBatal menikah membuat Stevan melampiaskan kemarahannya pada minuman keras, hingga tengah malam tiba, ia terlibat dalam kecelakaan yang merenggut nyawa seorang lelaki tua. Dalam kekalutannya, seorang gadis muda malah mengulurkan sebotol air minum ali...