BAB 37 : Tisya Ikut

34 5 2
                                    

"Cewek lo... gue gak bisa move on. G-gue mau dia."

"Gak! Gue gak bakal move on, titik!"

Bentala menghela napas panjang, merasakan bahwa dia berbohong jika mengatakan tidak memikirkan ucapan Harsa tadi malam. Meskipun hanya sekadar racauan, kata-kata itu tetap saja membuat otaknya bekerja keras, memikirkan setiap kemungkinan.

"Apa hubungannya coba sama Ilesha?" tanyanya pada dirinya sendiri dengan nada kebingungan, seolah berharap ada jawaban yang muncul dari pikirannya.

Cowok jangkung itu, dengan tinggi hampir 177 cm dan tubuh yang atletis, sedang mencuci motor Vespa kesayangannya di depan rumah. Di tengah aktivitasnya, dia terhenti, pikirannya terganggu oleh hal yang sebenarnya tidak seharusnya ia pikirkan. Dengan gerakan kasar, Bentala menghempaskan kanebo basah ke dalam ember berisi air kotor. Airnya meluap sedikit ke permukaan jalanan aspal. Lalu, dengan penuh konsentrasi, ia menyemprotkan air ke motor yang sudah ia gosok dengan sabun, memperhatikan setiap sudut agar bersih sempurna.

"Kalo Harsa gak mabok, gue gak bakal kepikiran gini," gumam Bentala sambil terus mengarahkan selang air ke motornya. Suara air yang mengalir dan mengenai bodi motor menciptakan irama monoton yang sedikit menenangkan pikirannya. Vespa itu, yang ia ambil dari klub tempat nongkrongnya pada pagi buta, sekarang bersinar di bawah matahari pagi.

15 menit kemudian, Bentala akhirnya menyelesaikan pekerjaan membersihkan motornya. Vespa itu kini tampak mengkilap, dengan setiap detailnya yang terlihat sempurna. Bentala kemudian melangkah ke teras, duduk dengan santai sambil bersandar pada tangan yang ia tumpukan di belakang tubuhnya. Kepalanya ia gerakkan ke kanan dan ke kiri, mencoba meredakan rasa pegal yang menjalar di lehernya setelah menghabiskan waktu cukup lama di bawah terik matahari.

Saat itu, suara notifikasi dari ponselnya terdengar, memecah keheningan. Bentala merogoh saku celana cargo pendek berwarna hitam yang ia kenakan, mencari sumber suara yang mengalihkan perhatiannya.

Ilesha Mutiadaksa: Sayang!!

Bentala Zayn Shailendra: Yo whats up my gurl? naon?

Ilesha Mutiadaksa: Mantan aku chat

Bentala Zayn Shailendra: Beliau bilang apa, cantik?

Ilesha Mutiadaksa: Teruskan>> Mending balikan sama aku yuk, pacar kamu yang sekarang masih nganggur kan? mending sama aku yang udah kerja, apapun yang kamu mau pasti aku beliin. treat like a princess pokonya, gimana?

Bentala Zayn Shailendra: Tanyain gaji beliau berapa?

Ilesha Mutiadaksa: Teruskan>> Sekitar 30 jt an perbulan wkwkwk

Bentala Zayn Shailendra: Tanyain lagi sayang

Ilesha Mutiadaksa: Tanya apa lagi sayang?

Bentala Zayn Shailendra: Tanya loker lah, apa lagii?!

"Hah..." Bentala menghela napas panjang. Terik matahari menyengat langsung ke wajahnya, memaksanya berpindah tempat ke bangku di teras rumah. Ia kembali melirik ponselnya; pesannya belum juga dibalas, padahal sudah centang dua biru.

Dengan sedikit jengkel, Bentala menekan tombol telepon pada layar ponselnya dan menempelkannya di telinga kanan. Satu detik, dua detik, tiga detik... hingga 15 detik berlalu sebelum akhirnya teleponnya diangkat.

"Abis ke mana?" tanya Bentala saat mendengar kata "Halo" dari seseorang di seberang telepon.

"Tadi aku mau bales, tapi keburu dipanggil Mama. Kenapa? Aku belum nanya loker ke dia, tapi nanti aku bakal nanyain kok," jawab Ilesha dengan nada terburu-buru.

The Ephemeral (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang