Sweaty Swimming Pool

4.8K 18 0
                                    

Cuaca Amsterdam dalam setahun memang didominasi hujan dan angin. Namun jangan salah, ketika musim panas tiba, mendadak panasnya bisa mengalahkan Jakarta. Tidak secara numerik tentu saja, tapi itu yang dirasakan Marsha saat ini.

Dari bangun tidur hingga menjelang jam makan siang, Marsha hanya menghabiskan waktu di atas ranjangnya. Sejak peristiwa semalam, ia berulang kali memutar adegan itu di kepalanya. Bertanya-tanya bagaimana bisa ada orang asing yang tiba-tiba berbuat seperti itu?

Apakah itu pelecehan? But it felt so fucking good. I didn't feel being harrassed or molested. That was one of my best sexual experience ever.

Ia mencoba mengenyahkan praduganya atas peristiwa itu. Mencoba melakukan hal yang tidak mungkin; melupakan kejadian semalam.

Salah satu usahanya adalah memaksa dirinya untuk keluar apartemen dan menuju kolam renang yang terletak beberapa blok dari apartemennya. Di Belanda hampir tidak ada apartemen dengan fasilitas super lengkap seperti di Jakarta Selatan. Apartemen ya hanya untuk tinggal. Sementara kolam renang, gym, bahkan supermarket biasanya terletak di lokasi berbeda.

Area untuk berjemur dan kolam outdoor sudah dipenuhi warga lokal yang merindukan cahaya matahari. Sementara warga negara tropis seperti Marsha memilih untuk berenang di kolam indoor yang jauh lebih sepi dan adem.

Marsha mengenakan bikini two pieces berwarna mustard. Bra bikini itu berukuran satu tingkat lebih kecil daripada ukuran payudara Marsha, sehingga membuat payudara Marsha semakin terlihat montok. Sementara celana dengan model thong yang nyaris tidak menutup apa-apa itu memamerkan pantat sintal Marsha.

Marsha melakukan lap bolak-balik berenang dengan gaya bebas. Standar kedalaman kolam di Belanda rata-rata 2.5 meter. Kondisi kolam indoor yang sepi membuat Marsha leluasa berenang. Ketika sedang menepi, Marsha melihat sekeliling.

Di seberang kolam tempat ia berenang, ada kolam anak-anak. Di tepinya anak-anak kecil berbaris untuk melompat satu per satu ke dalam kolam. Konon, seluruh warga Belanda wajib memiliki diploma renang karena hampir di seluruh tempat ada kanal (sungai) sehingga berenang adalah lifeskill yang harus dikuasai.

Di tengah kolam itu ada seorang pria yang memberikan instruksi kepada bocah-bocah itu. Badan pria itu sangat tegap dan atletis. Berbeda jauh dengan pelatih renang Marsha saat masih SD dulu. Bapak-bapak dengan perut buncit dan bulu ketiak rimbun yang kerap melontarkan guyonan yang melecehkan murid perempuan. Marsha bergidik ketika mengingatnya.

Sementara pelatih renang di sini .... oh my God begini lah seharusnya tampilan fisik pelatih renang. Badan atletis, tinggi, tegap, dada bidang, perut rata ....

WHAT THE FUCK ...

Marsha menghentikan lamunannya begitu coach itu berbalik badan. Seketika ia tidak melihat coach itu dengan sama lagi. Yang terlintas di kepalanya adalah potongan adegan tadi malam.

Mata yang menatapnya nafsu. Bibir yang menyunggingkan senyum mengintimidasi sekaligus berhasil menggilas bibir Marsha. Pundak yang menjadi tempatnya bergantung agar tidak jatuh terkulai di lantai lift. Tangan dan jemari yang membuatnya tidak bisa berkata-kata lagi.

Dari kejauhan pria itu bisa melihat Marsha. Sudut bibir kirinya terangkat, menerbitkan senyum yang mengintimidasi. Sementara Marsha menjadi salah tingkah. Semalam pria itu tidak melihat bagian tubuhnya terekspos. Beruntungnya pria itu pada pagi harinya langsung mendapat bonus melihat bagian tubuh Marsha yang tidak tertutup pakaian lebih banyak lagi.

Marsha buru-buru meninggalkan kolam renang dan menuju ruang ganti baju. Di kolam renang itu tidak dipisah antara ruang bilas untuk laki-laki dan perempuan. Sementara ruang gantinya hanya berupa bilik. Untuk menuju ruang ganti, Marsha harus melalui ruang bilas dan ruang ganti khusus karyawan.

Tiba-tiba tangannya ditarik seseorang untuk masuk ke dalam ruang ganti karyawan itu. Kejadiannya begitu cepat hingga Marsha baru menyadarinya ketika mendengar suara pintu itu dikunci.

Di dalam ruangan yang didominasi warna biru muda itu hanya ada Marsha dan pria itu. Dalam kepalanya, Marsha bingung apa yang harus ia lakukan. Di satu sisi ia refleks menutup bagian depan tubuhnya dengan tote bag besarnya. Sementara di sisi kepala yang lain ia ingin berlutut di depan pria itu, membuka celana renangnya, dan mengulum penisnya. Membalas apa yang pria itu lakukan kepadanya semalam.

Jemari pria itu menyingkirkan rambut basah Marsha yang menutupi wajahnya. Tangan kanannya menyentuh dagu Marsha dan menuntunnya mendongak agar mata mereka saling bertemu. Marsha memberanikan diri menatap mata biru pria itu.

"I'm sorry for last night ..." ucapnya.

Sorry??? Atas segala yang ia perbuat semalam, ia dengan entengnya hanya minta maaf.

Pria itu mencondongkan kepalanya. Bibirnya bergerak membisikkan sesuatu ke telinga Marsha.

"I should bring you to my room and fucked you until you can't walk."

Marsha terkesiap mendengar ucapan pria itu. Namun tidak dapat dipungkiri, dalam hatinya ia ingin diperlakukan sesuai dengan yang diucapkan pria itu. Apalagi ketika Marsha merasakan penis pria itu yang mengeras menggesek pahanya.

"Go to the parking lot. Black volvo. I'll wait you there," ucap pria itu memberikan instruksi.

Setelahnya bibir pria itu mengecup-ngecup leher Marsha sebelum akhirnya Marsha diminta keluar. Lagi-lagi Marsha ditinggalkan dalam keadaan bingung.

Sebagai manusia normal, seharusnya Marsha segera kabur setelah berganti pakaian. Namun seperti yang bisa ditebak, gadis itu berjalan menuju tempat parkir. Langkahnya mendekat ke satu-satunya mobil Volvo berwarna hitam yang ada di situ.

Pria itu menyunggingkan senyum licik ketika menurunkan kaca mobil. Memberi perintah kepada Marsha untuk masuk ke dalam mobil. Dan tanpa pikir panjang, Marsha masuk ke dalam jebakan pria itu.

Marsha's Story - 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang