Epilog part 1

433 14 8
                                    

Author's note

Halo teman-teman!

Gue mau cerita sedikit tentang proses kreatif di balik cerita ini. Jadi, kali ini gue bereksperimen dengan nulis epilog duluan, tapi bukan sembarang epilog. Ini adalah hasil kolaborasi gue sama seorang teman gue, yang menginspirasi karakter Dion dalam cerita ini. Sebenernya, epilog ini bukan cuma sekadar penutup cerita, tapi lebih ke harapan dan doa yang kami impikan untuk teman gue ini.

Gue dan dia berharap bahwa ending ini bisa termanifestasi dalam kehidupannya. Jadi, ketika kalian membaca epilog ini, bayangkan aja kalau ini adalah doa kita bersama, sebuah niatan untuk kebahagiaan dan cinta yang dia pantas dapatkan. 

Gue percaya bahwa dengan menulis dan membagikan kisah ini, kita bisa sama-sama mendoakan yang terbaik untuk dia. Semoga ending yang indah ini bener-bener jadi kenyataan, bukan cuma dalam cerita, tapi juga di dunia nyata.

Terima kasih udah nemenin perjalanan ini. Enjoy epilognya, dan mari kita sama-sama berharap yang terbaik untuk teman kita ini.


Epilog Part 1

Dion duduk di sofa apartemennya yang sederhana, matanya menatap keluar jendela yang menghadap ke jalanan kecil di bawahnya. Meski apartemen ini tidak besar dan mewah, Dion merasakan kedamaian yang tidak bisa ia temukan di tempat lain. Keberadaannya di sini, dekat dengan rumah orang tuanya yang sudah menua, memberinya rasa tenang yang mendalam. Setiap pagi dia bisa berjalan kaki untuk mengunjungi mereka, memastikan bahwa mereka baik-baik saja, sebuah kebiasaan yang selalu membuat hatinya hangat.

Apartemen itu penuh dengan kehangatan, tidak hanya dari pancaran sinar matahari sore yang masuk melalui jendela, tetapi juga dari kehadiran foto-foto yang menghiasi dinding. Gambar-gambar itu menampilkan momen-momen berharga yang Dion habiskan bersama pasangannya—tertawa, berlibur, dan saling mencintai dalam keintiman yang hanya mereka berdua yang mengerti. Foto-foto itu adalah pengingat visual dari perjalanan panjang yang mereka lalui bersama, sebuah perjalanan yang dipenuhi dengan cinta, pengorbanan, dan kebahagiaan.

Dion menghela napas panjang, merasa jantungnya berdetak sedikit lebih cepat saat memikirkan momen kepulangan pasangannya. Dia selalu merasa seperti ini setiap kali jam menunjukkan hampir waktunya. Sensasi antisipasi yang memompa adrenalin ke dalam darahnya, membuatnya merasa hidup dan dipenuhi dengan gairah yang hanya bisa dihasilkan oleh cinta sejati. Di meja makan, Dion telah menyiapkan makan malam yang sederhana namun penuh cinta. Ia memastikan setiap detailnya sempurna—dari lilin kecil yang menyala dengan lembut hingga susunan piring yang rapi. Ini adalah caranya menunjukkan cinta, melalui hal-hal kecil yang ia lakukan dengan pengabdian penuh.

Saat suara langkah kaki terdengar dari luar pintu, Dion langsung berdiri, hatinya berdebar penuh harap. Pikirannya melayang kembali ke masa lalu, ke pelajaran yang diberikan oleh Neo. Neo selalu menekankan pentingnya memberikan sambutan yang penuh cinta dan hormat kepada tuannya. "Senyum pertama yang tuanmu lihat setelah hari yang panjang harus penuh cinta dan ketulusan," Neo pernah berkata, dan kata-kata itu selalu tertanam dalam pikiran Dion. Kini, saat ia bersiap untuk menyambut pasangannya, Dion mengingat kata-kata itu dan memutuskan untuk memberikan senyuman terbaiknya—senyuman yang penuh dengan cinta, penghormatan, dan pengabdian.

Pintu terbuka perlahan, dan di sana berdirilah pasangannya—tubuhnya langsing dan tinggi, namun dengan kerangka yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan Dion. Ada sesuatu yang memikat dalam perbedaan ukuran tubuh mereka, sesuatu yang membuat Dion merasa semakin tertarik dan terikat pada pasangannya. Senyuman lembut menghiasi wajah pasangannya, meskipun jelas terlihat kelelahan setelah seharian bekerja. Namun, begitu matanya bertemu dengan mata Dion, ada kilatan cinta dan penghargaan yang segera menghapus semua rasa penat yang sempat melingkupi Dion.

Mak ComblangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang