Setelah merasa tenang, Arumi baru menyadari bahwa air matanya telah membasahi sebagian kecil dari pakaian yang Nicholas kenakan. Merasa malu, dia keluar dari pelukan Nicholas, mengusap pipinya yang basah karena air mata.
"Ma-maaf, Mas. Baju Mas jadi basah gara-gara saya," ucap Arumi, menatap bagian basah dari pakaian Nicholas dengan penuh rasa bersalah.
Nicholas tersenyum kecil sebagai tanggapan. "Enggak masalah. Apa kamu udah merasa lebih baik?" tanya pria itu.
Arumi menganggukkan kepalanya dengan pelan.
"Ayo pulang!" ajak Nicholas.
Tatapan ragu Arumi mengarah pada Nicholas. "Tapi—" Arumi takut ketika dia keluar, dia akan bertemu dengan ibunya. Arumi belum siap menghadapi Isyana setelah tiga tahun jauh darinya.
"Jangan khawatir, apa yang kamu pikirkan enggak akan terjadi." Nicholas secara alami tahu apa yang Arumi khawatirkan, dia membujuk dan menenangkan.
Arumi pada akhirnya mengangguk, bangkit dari duduknya dan mengikuti Nicholas keluar dari restoran. Ketika mereka melewati Isyana yang terlihat sedang sibuk mengobrol dengan teman-teman, Nicholas dengan sengaja menghalangi tubuh Arumi, yang membuat wanita itu menghela nafas lega ketika tiba di parkiran mobil.
Setelah itu, Nicholas membawa Arumi ke rumah sakit untuk mengecek kandungannya. Dokter kandungan yang mengecek kandungan Arumi adalah salah satu teman Nicholas. Ketika dia melihat Nicholas datang dengan seorang wanita, pria itu mengangkat sebelah alisnya.
"Lo serius, Nic?" tanya Vino—dokter kandungan itu dengan isyarat di matanya.
Nicholas tidak menjawab, dia menarik sebuah kursi dan membiarkan Arumi duduk di sana.
"Makasih, Mas," ucap Arumi dengan pelan, dia malu karena dokter yang akan memeriksanya terus menatap.
"Halo, gue Vino, sahabatnya Nicholas." Vino memperkenalkan dirinya dengan senyuman. Dia bahkan mengulurkan tangannya pada Arumi.
"Halo, Saya Arumi." Arumi membalas uluran tangan Vion.
"Arumi?" Kening Vino bertaut, sedikit familiar dengan nama itu. "Arumi, bukannya itu nama tunangan Nicholas yang kabur tiga tahun lalu?" Vino menatap Arumi dengan lekat. "Enggak mungkin, gue inget Arumi itu cantik—"
"Lepasin tangan lo." Nicholas yang melihat Vion tidak melepaskan tangannya dari Arumi langsung menarik lengan pria itu dengan tatapan sedikit kesal.
Vino berdecak kesal. "Belum ada satu menit gue sama Arumi jabat gangan!"
Nicholas mendengus. "Gue ke sini mau ngecek kondisi kandungan Arumi."
Meskipun terkejut, namun sebagai dokter yang profesional, Viona segera memeriksa kondisi kandungan Arumi seperti yang Nicholas perintahkan. Selesai mengecek, dia berkata pada Nicholas dan Arumi.
"Jangan terlalu stress dan capek, itu enggak baik buat kesehatan bayi" ucap Vino, sambil dia diam-diam melirik Nicholas.
Arumi mengangguk, mendengarkan dengan serius.
Setelah itu, Vino membiarkan Arumi menunggu di luar sedangkan dia dan Nicholas berada di dalam ruangan. Saat ini Vino siap untuk membombardir Nicholas dengan serangkaian pertanyaan.
"Gue tau lo begitu terobsesi sama Arumi, tapi, Nic. Menghamili perempuan dengan nama yang sama, sama perempuan yang lo suka—"
"Mereka orang yang sama," ucap Nicholas, memotong kalimat Vino.
"Hah?" Vino menatap Nicholas dengan tatapan terkejut dan heran. "Orang yang sama? Maksud lo dia itu Arumi tunangan lo 3 tahun lalu? Yang kabur sama pacarnya itu?"
Nicholas memicingkan mata dengan tajam mendengar kalimat terakhir yang Vino katakan.
Vino dengan cepat menelan kata-katanya kembali.
"Hm." Hanya itu respon dari Nicholas.
"Gue enggak percaya, jelas dulu—" Vino benar-benar dibuat tidak bisa berkata-kata.
Arumi tiga tahun lalu adalah wanita karir yang cantik dan selalu mementingkan penampilan. Ketika mereka berada di universitas, hampir semua pria menyukainya dan bahkan berani bertengkar untuk memperebutkan Arumi. Cantik, kaya, dan berpendidikan, pria mana yang tidak luluh saat melihatnya. Namun, Arumi yang Nicholas bawa sekarang sangat bertolak belakang dengan penampilannya tiga tahun lalu. Vino mengira bahwa Nicholas mencari pengganti Arumi.
"Dia kekurangan gizi, dan lo harusnya bawa dia ke psikiater juga. Gue enggak tau apa yang terjadi sama kalian selama tiga tahun belakangan, tapi, Nic, lo yakin mau nerima dia lagi? Tiga tahun laku dia ninggalin lo kabur sama pacarnya yang gak jelas itu." Vino berkata dengan serius.
Pria itu merogoh saku jasnya, mengeluarkan sebuah rokok, hendak merokok ketika dia ingat jika Arumi tidak menyukai bau rokok. Di tambah sekarang wanita itu tengah hamil. Nicholas kembali mengantongi rokoknya.
"Kali ini gue enggak akan biarin dia pergi lagi," ucap Nicholas.
"Orang tua lo mungkin enggak akan setuju."
Nicholas tahu apa yang Vino maksud. Namun, dia sama sekali tidak peduli bahkan jika orang tuanya tidak setuju.
"Lo gila, Nic. Kalau gue jadi lo, gue mungkin udah lupain perempuan kaya gitu. Gue enggak tau seberapa terobsesinya lo sama Arumi. Dia ninggalin lo, tapi lo tetep mau sama dia." Jika Vino jadi Nicholas, dia mungkin sudah menendang wanita yang meninggalkannya ketika pernikahan sudah dekat.
"Lo enggak ngerti, Vin." Nicholas menggelengkan kepalanya.
Vino tertawa kecil. "Oke-oke, gue memang enggak ngerti. Cuma lo yang ngerti sama perasaan lo sendiri. Karena lo udah mutusin buat nerima Arumi, maka sekarang lo harus jagain dja yang bener. Kondisinya sekarang terlalu memprihatinkan."
Mengangguk, Nicholas bangkit berdiri dan keluar dari ruangan Vino. Arumi bangkit berdiri ketika melihat Nicholas yang keluar.
"Udah, Mas?" tanya Arumi.
Nicholas menganggukkan kepalanya. "Udah. Habis ini kamu mau ke mana lagi?"
Arumi menggelengkan kepalanya. "Saya mau pulang aja."
Keduanya kembali ke rumah, di sambut oleh Santi yang diam-diam menatap Arumi dengan wajah cemberut.
Arumi kembali ke kamarnya, dia mengganti pakaiannya dengan kaus dan celana lebar yang nyaman. Tidak lama setelah itu, pintu kamar diketuk dari luar. Arumi bergegas membuka pintu kamarnya.
"Nah! Dasar tukang ngerepotin!" Santi berdiri di depan pintu kamar Arumi, dengan kasar menyodorkan sepiring buah-buahan tang telah dipotong menjadi bagian kecil.
"Terima kasih," ucap Arumi.
Santi mendengus, berbalik dan melenggang pergi dari sana. "Dasar pelakor!" bisik Santi ketika dia pergi.
Kening Arumi bertaut, tidak mengerti mengapa Santi menyebutnya seperti itu. Dia ingat jika Nicholas sama sekali tidak punya kekasih atau istri.
***
Seorang wanita berjalan mondar-mandir sambil mengigit jari-jemarinya. Wanita itu adalah Amanda yang tampak panik memikirkan apa yang harus dia lakukan saat ini.
"Sialan! Kenapa Arumi harus sama mas Nicholas, sih!" Amanda Panik, dia takut Arumi akak mengatakan sesuatu yang salah tentang dirinya pada Nicholas. "Apa yang harus gue lakuin, apa yang harus gue lakuin?!"
Wanita itu terus bergumam, hatinya resah dan gelisah. Keberadaan Arumi sekarang bagaikan bom waktu yang bisa kapan saja meledak untuknya. Ketika Amanda sedang memaksa dirinya sendiri untuk berfikir, langkah kakinya tiba-tiba berhenti. Sebuah ide muncul di otaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Benih Mantan Tunangan
Любовные романыArumi percaya pada adiknya-Amanda, yang ternyata selama ini menjadi sumber penderitaannya. Arumi mencintai Galuh, dan bahkan rela meninggalkan keluarganya. Tapi yang Galuh berikan hanyalah rasa sakit dan air mata. Sebaliknya, dia meninggalkan tunang...