Bab 21. Orang tua Arumi

1.2K 63 8
                                    

Pulang ke rumah, Arumi langsung pergi ke kamarnya. Dia duduk di atas tempat tidur dengan sangat gelisah. Memikirkan bahwa dirinya masih memakai seragam pelayan, Arumi segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian.

Baru selesai dia berganti pakaian, pintunya diketuk dari luar. "Masuk!" Arumi pikir itu adalah Santi yang seperti biasa akan membawakannya buah meski enggan. Namun, ketika pintu kamar terbuka dan sebuah langkah kaki muncul, Arumi menoleh dan melihat bahwa itu bukanlah Santi, melainkan Nicholas yang membawa sepiring buah dan susu.

Terkejut, Arumi tidak menyangka akan Nicholas yang datang. Arumi gugup dan takut, dia hanya berdiri di depan lemari sambil menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Nicholas.

"Duduk!" Suara Nicholas dengan nada perintah terdengar.

Arumi berjalan mendekati kasur, duduk di pinggiran tempat tidur. Wanita itu masih tidak berani menatap Nicholas.

"Minum susunya!" titah Nicholas lagi sambil menyerahkan segelas susu pada Arumi.

Arumi dengan tangan gemetar mengambilnya. Dia meminum susu khusus ibu hamil itu beberapa teguk kan, lalu ketika hanya tersisa setengahnya, dia berhenti untuk minum.

Nicholas mengambil alih gelas yang Arumi pegang. Dia menaruh mangkuk buah dan gelas di atas meja, menatap Arumi dengan tatapan rumit. Jelas Nicholas merasa rumit, Arumi yang dia kenal dulu adalah wanita yang bangga akan dirinya sendiri. Baju-baju yang akan dia kenakan bahkan harus orang lain yang mengambil. Akan tetapi malam ini, wanita itu bekerja sebagai pelayan dan hanya diam ketika seseorang merendahkannya. Itu membuat Nicholas semakin merasa pahit dan sakit.

Melihat Arumi yang terus menunduk, tanpa niat untuk memandangnya, rasa sesak yang intens tiba-tiba menyebar dalam dada Nicholas.

"Arumi, kenapa kamu ada di sana? Kalau kamu mau kerja, kamu seharusnya ngomong sama saya, saya yang akan mencari pekerjaan yang layak untuk kamu—"

"Bukan!" Arumi mengigit bibir bawahnya dengan erat. "Amanda—" Kalimat Arumi berhenti di sana.

"Amanda?" tanya Nicholas.

Arumi menggelengkan kepalanya, dia lupa jika Nicholas dan Amanda memiliki hubungan. Pria itu pasti tidak akan percaya dan akan membela Amanda jika dia menceritakan semua hal yang Amanda lakukan. Arumi sedih, air matanya tidak bisa dia bendung lagi. Suara isak tangis terdengar di dalam kamar, Arumi hanya bisa menutupi wajahnya, dia tidak ingin Nicholas melihat wajah jeleknya yang menangis.

Hati Nicholas juga sakit. Berjongkok di depan Arumi, Nicholas membuka ke dua tangan Arumi yang menutupi wajahnya dengan paksa. Arumi langsung memalingkan wajah saat itu.

"Sst. Kamu boleh cerita semuanya sama saya." Ke dua lengan Nicholas terulur, mengusap pipi Arumi yang basah karena air mata.

Hidung Arumi terasa sakit, perkataan Nicholas membuatnya menjadi semakin sedih. Pada akhirnya, Arumi tidak bisa lagi bertahan, dia melemparkan dirinya ke pelukan Nicholas dan menangis dengan keras.

Malam berjalan dengan keheningan, hanya suara tangisan Arumi yang bergema di seluruh ruangan. Di sepanjang malam Nicholas tidak melepaskan pelukannya pada Arumi. Ketika tangisan wanita itu melemah, Nicholas melihat Arumi yang sudah memejamkan matanya. Wanita itu tertidur karena kelelahan.

Nicholas bangkit berdiri sambil membopong tubuh kurus Arumi. Dengan penuh kehati-hatian dia meletakkan Arumi di atas tempat tidur. Ketika Nicholas menegakkan tubuhnya, Arumi memegang sudut pakaiannya dengan erat. Wanita itu mengerang dengan tidak nyaman. Nicholas duduk di tepi tempat tidur, mengusap sudut mata Arumi yang basah karena air mata.

***

Kelopak mata Arumi terbuka, diantara tidurnya, dia merasa pinggangnya seperti di tekan oleh batang kayu besar.

"Mas Nicholas?" bisik Arumi ketika dia berbalik dan melihat Nicholas yang sedang tertidur sambil memeluknya.

Arumi terkejut, apalagi ketika dia mengingat kejadian semalam di mana dia menangis dengan keras dan tertidur. Betapa memalukannya!

"Bangun?" Suara Nicholas tiba-tiba terdengar ketika Arumi sibuk enggan pikiran di benaknya.

Nicholas bangkit dari atas kasur, mengusap perut Arumi dengan gerakkan pelan. "Tidur dulu, ini baru jam lima." Hatinya menghangat melihat wanita yang dia cintai ada di sampingnya ketika dia membuka mata.

Suara Nicholas terdengar serak dan ada kelembutan dalam nadanya. Kelopak mata Arumi kembali menjadi berat, dia tanpa sadar memejamkan matanya dan kembali tertidur. Nicholas memeluk tubuh Arumi lebih erat lagi, mengecup pipi wanita itu, dia berbaring sebentar lalu bangkit berdiri dan pergi ke kamar mandi.

***

Pagi-pagi sekali, terdengar bunyi bel di pintu depan rumah. Santi yang saat itu sudah bangun lantas pergi untuk membukakan pintu, melihat siapa yang datang.

"Ish! Siapa, sih, yang datang pagi-pagi begini?!" rutuk Santi dengan kesal.

Dia berjalan cepat, ketika membuka pintu, Santi melihat pasangan parubaya yang cukup familiar.

"Nyonya Isyana, Tuan Rarendra?" Santi terkejut, segera mempersilahkan mereka masuk. "Silahkan masuk!" Hatinya bertanya-tanya mengapa pasangan itu datang. Apa mungkin untuk membicarakan pernikahan Amanda dan bosnya? Santi merasa bahagia, dia segera menuntun pasangan parubaya itu ke ruang tamu.

"Kami ingin bertemu dengan Nicholas." Tuan Rarendra berkata pada Santi.

"Kalau begitu tunggu sebentar, Tuan, Nyonya. Biar saya panggilkan Pak Nicholas!" Setelah mengatakan itu Santi dengan penuh antusias naik ke lantai dua dan mengetuk pintu kamar Nicholas.

Beberapa saat mengetuk, Santi kebingungan karena tidak kunjung mendapat jawaban.

"Pak Nic—"

"Ada apa?" tanya Nicholas yang baru saja keluar dari kamar yang Arumi tempati.

Santi terkejut, tidak menyangka bahwa Nicholas akan keluar dari kamar sebelah. "I-itu, ada Tuan dan Nyonya Rarenda yang menunggu Bapak di bawah!" Karena terkejut, Santi sangat gugup ketika mengatakannya.

Nicholas mengangguk dengan santai. Dia berjalan melewati Santi, menuruni anak tangga, pergi ke ruang tamu untuk menemui pasangan itu. Dalam hati Nicholas, dia sudah menduga jika Isyana dan suaminya pasti akan datang karena kejadian semalam. Namun Nicholas tidak menyangka akan secepat ini.

"Om, Tante." Nicholas menyapa dengan sopan.

"Nicholas, di mana Arumi?" Isyana yang tidak sabar langsung ke pokok pembicaraan.

Nicholas tersenyum, dia duduk di seberang sofa yang Isyana dan suaminya duduki. "Om, Tante, memang benar Arumi ada bersama dengan saya," ujar Nicholas.

Isyana menutup mulutnya, matanya memerah dengan cepat. "Bagaimana kabarnya? Kenapa Arumi ada bersama kamu? Berapa lama—"

"Arumi masih tidur, saya tidak bisa membangunkannya sekarang." Nicholas memotong rentetan pertanyaan Isyana. Dia juga menceritakan dari awal mengapa Arumi bisa bersamanya dan apa yang terjadi pada rumah tangga Arumi dalam tiga tahun terakhir. Kecuali tentang kehamilan Arumi, Nicholas menceritakan semua penderitaan yang Arumi alami.

"Anak kita, Pah." Isyana sedih, dia tidak menyangka putrinya akan mengalami hal seperti itu.

"Keluarga itu sudah keterlaluan!" Tuan Rarendra juga marah, dadanya terengah-engah seolah dia akan lari ke rumah Galuh pada detik berikutnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Benih Mantan TunanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang