PROLOG

14 2 0
                                    

Kringgggg!!!

Suasana kantin saat jam istirahat pertama selalu ramai melebihi kapasitas pengunjung yang direncanakan saat sekolah ini dibangun, ada yang sampai tidak kebagian tempat duduk jadi terpaksa makan di kelas maupun di taman.

Semua bangku di kantin bagaikan harta karun yang harus diperebutkan dengan sengit, namun berbeda dengan 5 sekawan. Mereka datang terakhir bangku itu tetap bisa menjadi milik mereka tanpa susah payah berebut.

Lagian orang gila mana yang berani merebut bangku dari sang penguasa sekolah? Geng motor yang berada di genggaman Aryan menjadikan siapapun takut untuk mencari gara-gara dengannya.

"Harusnya Anya request bikin kantin lagi sih ini ke direktur," celetuk Tirta.

Mereka berlima melihat kesana kemari mencari keberadaan Anya dan Althea, ke mana kedua gadis itu? Tidak biasanya mereka terlambat ke kantin.

Semua makanan yang biasa kedua gadis itu makan sudah tersedia di atas meja, lihat saja perlakuan mereka berlima terhadap Anya dan Althea, siapa yang tidak merasa iri?

"Halah, itu kantin baru beres kalo kita udah lulus pasti," jawab Fathan.

Tirta memukul mulut Fathan membuat cowok itu mengaduh kesakitan. "Gak usah samain sekolah ini sama SMP lo dulu!"

"Sialan lo, lo juga alumni sana kalo lo lupa!"

Terdengar suara yang sangat familiar di telinga 5 sekawan, dari arah pintu masuk kantin terlihat Anya dan Althea berlari membelah gerombolan siswa siswi yang juga ingin ke kantin.

Mereka menghampiri 5 sekawan dengan terburu-buru, dengan nafas terengah-engah sesaat mereka bisa duduk di bangku. Althea langsung merebut air mineral yang seperkian detik akan diminum Tirta.

"Kenapa dah kalian berdua?" tanya Jelo mewakili mereka berlima.

Sementara Anya langsung meraih nasi goreng yang berada di hadapan Dave, ia memakannya dengan terburu-buru.

"Anya," tegur Dave, gadis itu hanya tercengir sembari mengunyah nasi gorengnya.

"Gak bisa lama-lama kita di sini, cuma dikasih waktu sepuluh menit buat ke kantin," jawab Althea yang juga memulai makannya.

"Buset, mapel Bu Rik?" tebak Fathan.

Althea hanya mengangguk sebagai jawaban.

Di meja lain, tiga siswi yang juga tengah makan diam-diam memperhatikan mereka bertujuh atau yang lebih sering dikenal sebagai tujuh serangkai.

"Keren banget ya pertemanan mereka?" ucap salah satu dari mereka.

"Tujuh serangkai tuh awal kenalnya gimana, sih? Kok bisa akrab? Padahal kepribadiannya bentrok semua gitu," tanya gadis di sebelahnya.

Satu lagi gadis dengan pakaian osis yang masih melekat itu menjawab sekenanya, "Gue denger dari Kak Anya sih, pas kita lagi senggang sehabis rapat dia cerita banyak. Waktu itu...."

"Gercep wehh, lagi kosong. Aman." Cowok dengan wajah babyface itu memberi aba-aba pada keempat temannya dari atas pohon yang dahannya menjulur keluar tembok.

Sementara keempat temannya itu menunggu di balik tembok pembatas di luar area sekolah.

Tebak saja apa yang terjadi pada mereka sekarang.

"Yang bener lo, Ta?" tanya salah satu temannya yang berwajah tengil tidak percaya.

"Nggak percaya, ya, udah."

Sosok itu melompat turun dari pohon, membuat keempat temannya bergegas melompat bergelantungan pada dahan yang menjulur untuk membantu mereka memanjat tembok, hingga akhirnya sampai di atas pohon yang fungsinya membantu mereka untuk mendarat di dalam area sekolah dengan mudah.

Setelah formasi kelimanya sudah lengkap, mereka berniat ke kantin untuk membolos mengingat jam pelajaran pertama masih berlangsung.

Salah satu dari mereka nampak membungkuk, memungut sesuatu di rerumputan yang menarik perhatiannya untuk kemudian ia kantongi pada saku celana. Setelahnya menyusul teman-temannya yang sudah melangkah lebih dulu.

Namun, langkah kelimanya terhenti begitu sayup-sayup mendengar percakapan antara dua perempuan.

"Jatoh di mana coba, ish!"

"Pelan-pelan nyarinya, lo lewatin mana aja tadi?"

"Ya lewatin daerah sini doang, Al. Kan kita cuma ke toilet tadi."

Mereka berlima serentak berbalik badan, menangkap dua sosok gadis yang tengah celingak-celinguk mencari sesuatu ke arah bawah, tak menyadari keberadaan mereka.

Salah satu dari mereka nampak berbinar senang. "Hai cantik, lagi cari apa tu?" tanyanya tersenyum manis membuat kedua gadis itu sontak mendongak.

Gadis mungil itu menatap kelima cowok itu bergantian setelahnya menjawab, "Cari perkara."

Gadis yang di sebelahnya menyenggol lengan temannya. "Pergi aja mending," bisiknya.

Namun, belum sempat kedua gadis itu beranjak pergi, suara bariton seseorang terdengar begitu menggelegar, seakan menggema memenuhi belakang gedung sekolah.

"KALIAN NGAPAIN KUMPUL DI SANA?"

"MEMBOLOS DI JAM PERTAMA, HAH!? HORMAT BENDERA, SEKARANG!"

Dan ... dari sanalah kisah mereka bertujuh dimulai.

CASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang