Suasana baru saat memasuki gerbang sekolah SMA Starlight begitu terasa.
Banyaknya wajah-wajah baru yang hilir mudik tak membuat salah seorang gadis yang tengah berjalan sendirian di koridor itu terusik.
Netranya hanya memandang lurus ke depan, seolah tak ada objek lain yang mampu menarik perhatiannya.
Begitu sampai di area Mading yang masih ramai dipadati siswa-siswi, ia lebih memilih bersandar pada pilar kokoh di sampingnya, menunggu surutnya orang-orang yang mengerumuni Mading.
Tangannya mengambil benda pipih dari saku bajunya, hendak menelpon sahabatnya yang belum menampakkan batang hidungnya sedari tadi. Entah sudah sampai duluan, atau mungkin belum berangkat.
Saat panggilan itu tersambung, suara gadis di sebrang sana langsung terdengar, "Lo di mana?"
"Gue yang harusnya nanya lo di mana," dengus Althea menegakkan badannya sehingga tak bersandar lagi pada pilar.
"Di kelas! Lo cepet dikit datengnya, kita sekelas lagi."
"Kelas apa?" tanya Althea mulai menjauh dari area Mading.
"MIPA 1 lahh," seru Anya terdengar senang.
"Otw," ucap Althea menutup sambungan panggilan itu.
Netranya secara tak sengaja menangkap dua orang siswi yang tengah melompat-lompat senang di depan Mading sementara siswi yang satunya lagi menatap kedua temannya heran, sepertinya mereka kedapatan satu kelas.
Althea mengendikkan bahunya tak peduli, langkah kakinya membawa ia ke gedung IPA dan IPS yang memang digabung.
"TETEHH!"
Althea menoleh ke belakang dengan raut malas begitu mengenal suara orang yang memanggilnya.
Terlihat duo itik tengah berjalan menghampiri gadis itu.
"Kelas apa lo?" tanya Fathan mengambil posisi di sejajar di samping Althea.
"Mipa satu. Kalian berdua sekelas?" tanyanya melirik sekilas ke sekitarnya yang mulai ramai.
Fathan tersenyum jumawa. "Kita berlima sekelas."
Althea bingung. "Hah?"
"Lo heran, kan? Sama! Kita berdua juga heran kenapa bisa sekelas sama dua titisan Albert Einstein itu," ujar Tirta.
Fathan membusungkan dada sombong. "Itu berarti otak kita udah setara sama mereka!"
Althea mengibas-ngibaskan tangannya tak percaya. "Itu berarti nama lo berdua cuma kebetulan nyelip aja."
Tanpa sadar langkah mereka sudah sampai di lantai 3. Begitu sampai di depan kelas bertuliskan XII MIPA 1, Althea berhenti sejenak, memandang duo itik yang ikut berhenti.
"Dah, ah. Males gue berbagi oksigen sama lo berdua."
Althea masuk ke dalam kelas, meninggalkan duo itik yang hendak protes.
Matanya langsung menatap dua insan yang tengah duduk sebangku di barisan depan tepat di depan meja guru.
"Al, sini!" seru Anya saat Althea hendak mencari kursi paling belakang.
"Sejak kapan Dave sekelas sama kita, Nya?" tanya Althea mendekat.
"Cuma nemenin gue doang karena lo belum dateng," jawab gadis itu.
"Plis, Nya. Lo nyari kursi yang amat sangat tidak strategis, mending gue cari di tempat lain aja deh," keluh Althea yang tau bahwa kursi yang tengah diduduki Dave itu miliknya.
Anya langsung menarik tangan Althea begitu gadis itu hendak berbalik. "Nggak! Ini paling strategis, Al. Biar kita fokus di kelas dua belas ini."
Dave bangkit berdiri setelah menyimpan ponsel yang sedari tadi dia mainkan. "Istirahat nanti ke kantin," ucapnya mengelus singkat pucuk kepala Anya dan langsung berlalu keluar kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
CASA
Roman d'amourCasa; Rumah dalam bahasa latin klasik. Kalau kata orang, Anya dan Althea itu kembar. Dua gadis yang lahir beda seminggu itu juga sama-sama memiliki cowok yang disebut-sebut sebagai most wanted-nya Starlight High School. Dave dan Aryan. Di treat like...