02. Arion

29 3 0
                                    

                   •☘️Happy Reading ☘️•

Seano, dia adalah lelaki hebat yang mampu bertahan dengan ribuan jarum yang menghujam tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seano, dia adalah lelaki hebat yang mampu bertahan dengan ribuan jarum yang menghujam tubuhnya. Dia, sosok yang begitu kuat, tak pernah menyerah atau mengeluh atas takdir yang sedang di jalani nya. Hidup tanpa orang tua, membuat sean dewasa sebelum waktunya.

Hari-hari yang ia lewati, terasa sama saja. Sekolah dan bekerja. Hidupnya terlalu monoton, tidak ada yang spesial, kecuali kedua abangnya yang begitu ia sayangi.

Sampai detik ini, mereka berdua lah alasan sean untuk bertahan.

Pagi yang cerah ini, sean dan abangnya, Jean sedang melaksanakan sarapan pagi. Menu pagi ini hanya, nasi goreng kecap. Tak apa, asal keduanya masih bisa makan itu sudah lebih dari cukup.

"Bang, hari ini sean pulang telat ya. Mau cari kerja tambahan, minggu ini kita banyak pembayaran, listrik aja belum sean bayar." kata sean dengan senyuman yang mengembang. "Abang gak papa kan di rumah sendirian? Sean janji, pulang nanti Sean bakal bawain ayam goreng kesukaan abang." ucap Sean antusias.

Jean tersenyum tipis, menatap mata sendu di hadapannya kini dengan lekat. "Dek, maafin abang yang gak berguna ya. Abang, cuman bisa jadi beban kamu. Abang ini adalah abang terbodoh di dunia, abang cuman bisa duduk diatas kursi roda tanpa bisa berbuat apa-apa." lirih Jean.

Sean menggeleng cepat, "Abang ngomong apa sih? Sean gak papa, justru Sean seneng banget. Abang gak perlu capek-capek kerja, untuk saat ini abang fokus sama kesembuhan abang. Tiga hari lagi, jadwal kemo kan? Nanti Sean temenin yaa."

Jean tidak tau harus apa. Melihat senyuman diwajah Sean, membuat Jean semakin merasa bersalah. Anak usia 15 tahun yang masih dalam masa remaja, harus bekerja untuk biayanya dan Jefan yang tengah koma di rumah sakit.

Jean tidak pernah melihat Sean bersedih, anak itu begitu antusias setiap kali berada di hadapannya. Tak ada guratan lelah di wajahnya yang lucu itu. Jean tau, Diam-diam Sean menyimpan perasaan nya sendirian karena tidak ingin ia terbebani.

"Abang," panggil Sean dengan nada merengek. "Udah gak usah di pikirin, Sean gak papa beneran deh. Pokoknya abang gak boleh banyak pikiran, cukup tenang aja di rumah. Persiapkan diri untuk kemo, Sean berharap abang bisa cepat sembuh."

Jean tersenyum tipis mendengar penuturan adiknya. Jean mengusap rambut adiknya pelan, lalu mengangguk. "Amin ya allah,"

Sean tersenyum sumringah, lalu meraih tas nya yang berada di atas meja makan. "Bang, Sean berangkat sekolah dulu ya. Bye bye abang," seusai menyalami Jean, Sean pun berlalu meninggalkan Jean yang menatapnya sendu.

                                     ☘️•☘️•☘️

Brak!

Tubuh Sean terpental membentur tembok toilet usai di dorong kuat oleh senior nya. Sean meringis, merasakan sakit yang luar biasa di punggung nya.

Rai, adalah siswa nakal yang selalu mem-bully Sean selama beberapa bulan ini.

"Lo ngadu apa sama guru sampai orang tua gue dipanggil? Anjing loh! Gara-gara lo gue di marahin sama nyokap bokap gue!" ucap Rai dengan amarah yang menggebu-gebu.

Sean menggeleng pelan. "Gue gak ngadu apapun sama guru. Gue juga gak tau kalo ternyata orang tua lo di panggil, gue gak tau apa-apa!" Sean meringis setelah menyelesaikan ucapannya.

Rai berdecak. "Alah! Lo kira gue percaya gitu aja sama orang munafik kayak loh? Enggak! Gara-gara lo, uang jajan gue di potong, gara-gara lo, motor sama seluruh aset yang bokap gue kasih di ambil. Dan itu semua gara-gara lo, sialan!"

Brak!

Sean kembali meringis saat kakinya di injak dengan sengaja oleh Rai, air mata Sean meluruh begitu saja. Apa salah nya? Dia benar-benar tidak tau tentang itu, tapi mengapa Rai menyalahkan nya?

"Lo tau? Gue benci banget sama manusia lemah kayak loh! Lo itu seolah-olah adalah manusia yang paling tersakiti di dunia." Rai berjongkok, lalu menghapus air mata Sean. "Liat! Gitu doang kok nangis. Cengeng lo!" Rai terkekeh. Ia kembali bangkit, dengan angkuhnya ia berdiri di hadapan Sean dengan kedua tangan yang ia masukan ke dalam saku celana.

"Kalo lo punya nyali, temuin gue di belakang gedung sekolah jam 5 sendirian, kalo lo sampai gak datang, Siap-siap aja, abang lo yang lumpuh itu akan jadi sasarannya." setelah mengatakan itu, Rai pergi meninggalkan tempat tersebut.

Sean terdiam. Enggak! Jean gak boleh kenapa-napa! Sean hanya punya Jean saat ini, Sean tidak ingin Rai sampai bertindak kurang ajar sama Jean. Sean gak akan membiarkan sesuatu buruk terjadi pada Jean. Camkan itu,

"Sean, lo gak papa?"

Sean tersenyum tipis, saat melihat kehadiran sahabat satu-satunya. Terlihat guratan penuh kekhawatiran di wajah Arion- sosok yang menjabat sebagai sahabat sean itu membantu sahabatnya berdiri.

"Ini ulah rai lagi?" tanya Arion yang sudah paham betul siapa dalang di balik kekacauan sahabatnya saat ini.

Sean mengangguk, tak perlu berbohong karena Arion pasti bisa menebaknya. "Gue gak papa."

Arion berdecak. "Setiap kali rai ngelakuin hal ini, lo selalu bilang gak papa?. Sean, gue heran sama lo, hati loh itu terbuat dari apa sih? Kok bisa sabar banget ngadepin titisan setan kayak rai? Gue aja kesel, sen!" Arion heran, bagaimana tidak? Setiap Arion bertemu dengan Sean dalam kondisi babak belur sekalipun, Sean akan bilang baik-baik saja. Padahal, tak perlu Sean jelaskan, Arion sudah tahu bagaimana sakitnya.

Sean terkekeh. Kedua tangannya ia letakan di kedua bahu sahabatnya, lalu manik sendu itu beradu dengan mata tajam milik Arion. "It's okay. Gue Terima apapun yang terjadi saat ini dengan lapang dada, gue gak perduli mau gimana pendapat orang tentang gue, sikap gue, intinya cuman satu. Gue gak bisa ngelakuin apa-apa selain berdoa, minta sama Allah untuk menghukum orang yang udah ngelakuin hal ini sama gue. Manusia bisa bertindak, tapi Allah lah yang menentukan segalanya."

Arion tersenyum bangga. Sean itu bijak, dia juga anak baik yang tidak pernah merasa dendam pada siapapun. Arion beruntung kenal dengan sean.

"Kita ke UKS." Arion memapah sean, membantu sahabatnya berjalan.

"Yon, gue gak tau niat lo baik atau enggak sama gue. Intinya, makasih untuk beberapa bulan ini karena lo selalu ada buat gue, lo selalu bantuin gue untuk ke UKS kalo kondisi gue lagi kayak gini, gue-"

"Lo ngomong apa sih! Gue tulus kok bantuin lo. Gak usah ngaco!"

Arion merenggut kesal usai memotong ucapan sahabat nya. Sean terkekeh pelan.

"Yon, gue jaga-jaga aja. Siapa tau, suatu saat nanti akan ada masa dimana lo akan ninggalin gue. Maka nya gue mulai makasih dari sekarang."


TBC

Lama banget ya update nya? Hehehe, maaf nih. Soalnya tugas sekolah numpuk, jadi gak sempat nulis cerita. Tapi, pembaca sean masih ada gak nih?

Btw, udah gak gamon gibran kan? Enggak dong, kan sekarang di temanin sama sean.

Hihihi

Ydh deh gitu aja. Makasih untuk yang udh vote and komen yaaa.

See you next time All

SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang