ONE

373 39 0
                                    

(Name) menatap langit-langit kamar, merasakan setiap detik berlalu bagai sebuah hukuman yang tak kunjung berakhir.

Suara jam dinding berdetak pelan seakan mengiringi kepedihan menghimpit dadanya.

Michael baru saja menarik selimut ke atas tubuh mereka, seolah-olah kehangatan yang dipancarkan kain tebal itu bisa menghapus dinginnya perasaan di antara mereka.

(Name) berbaring di sana, tubuhnya kaku, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.

Michael selalu memulai segalanya dengan penuh kelembutan. Ia tahu cara menyentuh (Name), membelai rambutnya, dan menggumamkan kata-kata manis yang mampu membuat siapa pun merasa diinginkan.

Michael tahu bagaimana cara membuat (Name) merasa seperti satu-satunya wanita di dunia ini.

Namun, (Name) mengetahui semua itu hanyalah bagian dari permainan yang telah Michael kuasai dengan sempurna—permainan untuk membuatnya patuh, terikat oleh keinginan dan hasrat yang Michael bangun dengan hati-hati, hanya untuk kemudian menghancurkan setiap harapannya.

Setelah menghabiskan berjam-jam dalam pelukan Michael, (Name) merasa lebih seperti objek daripada pasangan hidup. Ia merasa kosong, kehilangan dirinya sedikit demi sedikit setiap kali Michael menyentuhnya.

Namun, ia tetap diam, membiarkan Michael melakukan apa yang diinginkannya. (Name) tahu bahwa perlawanan hanya akan membawa rasa sakit yang lebih dalam, baik secara fisik maupun emosional.

Michael berbalik dan menatap (Name), senyumnya lembut, namun mata birunya dingin dan tak berperasaan.

“Tidurlah, sayang,” bisiknya, seolah-olah dia adalah suami yang penuh kasih dan perhatian. “Besok adalah hari yang panjang, dan kau perlu istirahat.”

(Name) mengangguk lemah, menutupi perasaannya dengan senyum kecil yang dipaksakan.

Michael selalu berhasil membuatnya merasa terperangkap dalam kebohongan, memaksa dirinya untuk terus memainkan peran sebagai istri yang sempurna. Ia harus menampilkan citra yang sempurna kepada dunia, karena itulah yang diinginkan seorang Michael Kaiser.

Pagi itu datang dengan sinar matahari yang memaksa masuk melalui celah-celah tirai.

Michael sudah bangun lebih awal, seperti biasa, dan sedang bersiap-siap untuk hari yang sibuk. Ia mengenakan setelan jas hitamnya dengan rapi, tampak gagah dan berwibawa.

(Name) masih berbaring di tempat tidur, mengamatinya dalam diam. Bagaimana mungkin pria yang berdiri di hadapannya sekarang ini adalah orang yang sama dengan pria yang memperlakukannya begitu dingin dan kejam semalam?

Setelah berpakaian, Michael mendekati (Name) dan menunduk untuk mencium keningnya. Sentuhan bibirnya begitu ringan, seolah-olah tidak ada yang salah di antara mereka.

“Aku akan menjemputmu nanti sore untuk acara makan malam di hotel,” ucapnya dengan nada sama seperti biasa, penuh perhatian dan sayang.

“Kau tahu bagaimana aku ingin kau terlihat—mengenakan gaun yang aku pilihkan untukmu, dan jangan lupa mengenakan kalung yang kuberikan saat ulang tahunmu tahun lalu.”

(Name) mengangguk lagi, seperti biasa. Ia selalu patuh, selalu melakukan apa yang diinginkan Michael. Karena itulah yang telah menjadi hidupnya sekarang—sebuah rutinitas yang didikte oleh pria yang seharusnya mencintainya.

Setelah Michael pergi, (Name) duduk di tepi tempat tidur, menatap pantulan dirinya di cermin besar di kamar itu. Bayangannya tampak begitu asing, seperti seorang wanita yang tak lagi ia kenali.

Waktu berlalu dengan cepat, dan sebelum (Name) menyadarinya, malam telah tiba.

Michael datang menjemputnya tepat waktu, seperti yang dijanjikan. Ia memuji penampilan (Name) dengan senyum puas di wajahnya, senyum yang membuat (Name) merasa seperti boneka yang dipajang hanya untuk menyenangkan Michael.

SLUT || Michael KaiserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang