FOUR

309 35 3
                                    

Malam hari di mansion, Michael membawa pulang tiga wanita jalang yang tidak segan-segan menunjukkan kemesraan di hadapannya.

(Name) sudah terbiasa dengan perilaku menjijikkan suaminya. Sejak beberapa minggu terakhir, Michael semakin terang-terangan memamerkan kegilaannya pada wanita-wanita yang ia sebut "teman hiburan."

Baginya, (Name) hanyalah sebuah hiasan, simbol dari sesuatu yang dia miliki tetapi tidak benar-benar dia inginkan.

Michael melirik ke arah (Name) yang sedang duduk di sudut ruangan dengan buku di tangan. Senyuman licik terbentuk di bibirnya saat dia merangkul salah satu wanita jalang itu, mencium lehernya dengan kasar.

(Name) tidak mengangkat pandangannya sedikit pun. Michael sengaja menunjukkan aksi ini untuk melihat reaksi dari (Name). Istrinya bahkan tidak memedulikannya.

(Name) sudah terlalu muak untuk peduli. Setiap kali Michael membawa wanita-wanita itu ke rumah, (Name) merasa seperti bagian dari dirinya semakin mati.

Daripada membiarkan dirinya tenggelam dalam kepahitan dan kebencian, (Name) memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Dia akan meninggalkan mansion ini, meskipun hanya untuk beberapa jam, agar bisa merasakan sedikit kedamaian.

Setelah memastikan Michael sepenuhnya sibuk dengan para wanitanya, (Name) diam-diam keluar dari mansion.

(Name) tidak ingin memperpanjang drama yang sudah terlalu sering terjadi di rumah itu. (Name) hanya ingin bernapas lega, meskipun hanya untuk sementara.

Berjalan melalui jalan setapak yang gelap di sekitar mansion, (Name) merasakan angin malam yang sejuk menyapu wajahnya.

Udara segar ini memberikan sedikit ketenangan pada pikirannya yang kacau. Tanpa arah yang jelas, dia terus berjalan hingga tanpa sadar tiba di taman kecil. Tempat ini dulunya sering dikunjungi (Name) saat dia ingin melarikan diri dari realitasnya.

Ketika (Name) sedang berjalan-jalan di taman itu, tiba-tiba dia melihat sosok pria yang dikenalinya tengah duduk di salah satu bangku taman.

Pria itu terlihat berbeda, tetapi (Name) segera mengenalinya. Dia— Itoshi Sae, kakak tingkatnya semasa kuliah. Sae adalah pria pendiam dan misterius, tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang selalu membuat (Name) merasa nyaman saat berada di dekatnya.

"(Name)?" suara Sae yang tenang memecah kesunyian malam.

(Name) terkejut ketika mendengar namanya dipanggil, dan dia segera menoleh ke arah suara itu.

"Itoshi ... Sae?" (Name) terdiam sejenak, tidak percaya bahwa pria ini benar-benar ada di hadapannya. Wajah Sae tetap tampan seperti yang diingatnya.

Sae mengangguk, meskipun dia tidak tersenyum, ada kehangatan dalam tatapannya yang membuat Amelia merasa aman.

"Sudah lama sekali, bagaimana kabarmu?"

(Name) tidak tahu harus berkata apa. Ada begitu banyak hal yang ingin dia ceritakan, tetapi dia tidak tahu dari mana harus memulai.

"Aku ... baik-baik saja, Sae," jawabnya akhirnya, meskipun dalam hatinya dia tahu itu adalah kebohongan. (Name) terlalu terbiasa berpura-pura baik-baik saja hingga menjadi kebiasaan.

Sae tidak menanggapi kebohongan itu. Dia hanya menepuk bangku di sebelahnya, mengisyaratkan agar (Name) duduk. "Mau duduk di sini?"

(Name) mengangguk dan duduk di sebelah Sae. Ada keheningan sejenak di antara mereka, tetapi tidak terasa canggung.

(Name) menikmati momen itu, merasa sedikit lebih ringan hanya dengan duduk di samping seseorang yang dulu dia kagumi.

"Apa yang membawamu ke sini malam-malam begini?" tanya Sae setelah beberapa menit.

(Name) menatap langit malam, merasa enggan untuk menjawab dengan jujur. Namun, dia merasa bisa percaya pada Sae.

"Aku hanya ... butuh waktu untuk diriku sendiri. Terkadang, rumah bisa terasa terlalu sesak."

Netra biru kehijauan Sae menatapnya penuh pengertian. "Aku mengerti. Terkadang, kita semua butuh pelarian."

(Name) mengangguk pelan. "Kau benar, terkadang rasanya aku ingin lari dari sesuatu yang tidak bisa aku hindari." (Name) menghela napas berat, merasa beban yang selama ini ditahan mulai melepaskan diri sedikit demi sedikit.

Sae tidak berkata apa-apa lagi. Dia selalu menjadi pendengar yang baik, dan (Name) menghargai itu.

Dalam keheningan yang nyaman ini, (Name) merasa sesuatu yang dingin di dalam hatinya mulai mencair. Meskipun hanya untuk beberapa saat, berada di dekat Sae membuatnya merasa hidup kembali.

"Aku senang bertemu denganmu, Sae," kata (Name) dengan jujur. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku tidak keluar malam ini dan bertemu denganmu."

Sae menatapnya, dan untuk pertama kalinya malam itu, dia memberikan senyum tipis yang langka. "Aku juga senang bertemu denganmu lagi, (Name). Aku selalu bertanya-tanya bagaimana keadaanmu setelah lulus?"

(Name) tersenyum pahit. "Kehidupanku berubah drastis, Sae. Tidak seperti yang kuharapkan."

Sae mengangguk perlahan, matanya masih tertuju pada (Name). "Kehidupan jarang berjalan sesuai rencana, tapi kita harus menemukan cara untuk menghadapinya."

(Name) merasakan kata-kata Sae masuk ke dalam hatinya. Dia tahu bahwa Sae benar, tetapi tetap saja, hidup dalam situasi yang sulit seperti ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk diterima.

Mereka duduk di sana untuk beberapa waktu, berbicara tentang kenangan masa lalu dan bagaimana kehidupan telah membawa mereka ke tempat yang berbeda.

(Name) menemukan dirinya merasa lebih tenang daripada yang dia rasakan selama bertahun-tahun. Mungkin, bertemu dengan seseorang dari masa lalunya, seseorang yang dia hormati dan kagumi, adalah apa yang dia butuhkan.

Namun, waktu berlalu dengan cepat. (Name) tahu dia tidak bisa berada di taman ini lebih lama. Michael mungkin akan mencarinya jika dia terlalu lama pergi, dan dia tidak ingin menambah masalah lagi.

"Aku harus pergi, Sae," kata (Name) dengan berat hati. "Aku senang kita bisa bertemu malam ini."

Sae mengangguk, tampak mengerti. "Aku juga senang bisa berbicara denganmu lagi, (Name). Jaga dirimu."

(Name) tersenyum, meskipun hatinya berat meninggalkan tempat ini. "Terima kasih, aku akan berusaha."

Sae berdiri dan menatap (Name) dengan penuh perhatian. "Jika kau butuh seseorang untuk diajak bicara, aku selalu ada di sini."

Kata-kata itu membuat (Name) terharu. Dia mengangguk dan tanpa berkata apa-apa lagi, berbalik dan mulai berjalan meninggalkan taman.

(Name) merasa sedikit lebih kuat setelah pertemuan itu, seolah-olah dia memiliki sedikit kekuatan tambahan untuk menghadapi hari-hari yang akan datang.

Begitu (Name) kembali ke mansion, dia segera disambut dengan suara tawa dan desahan wanita-wanita yang berasal dari dalam rumah.

Michael pasti masih sibuk dengan mereka. (Name) mengembuskan napas pelan, merasa kembali terperangkap dalam realitasnya yang menyedihkan.

Meskipun begitu, kenangan tentang pertemuannya dengan Sae masih segar di benaknya. (Name) tahu bahwa dia tidak bisa terus hidup seperti ini, tetapi dia juga tahu bahwa perubahan tidak akan datang dengan mudah.

Namun, setidaknya untuk malam ini, (Name) merasa ada sedikit harapan—harapan bahwa mungkin, di suatu tempat, ada jalan keluar dari kegelapan yang menyelimutinya.

Dengan pikiran itu, (Name) memasuki kamarnya. Pertemuannya dengan Sae telah memberinya ketenangan yang dia butuhkan untuk terus bertahan, setidaknya untuk saat ini.




───── ❝ 𝑇𝑜 𝐵𝑒 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑖𝑛𝑢𝑒𝑑❞ ─────

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SLUT || Michael KaiserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang