THREE

255 28 0
                                    

Hari-hari di mansion semakin terasa menyesakkan bagi (Name). Dinding-dinding besar dan megah yang dahulu memukau baginya kini terasa seperti penjara yang membatasi kebebasannya.

Keheningan menyelimuti setiap sudut rumah besar itu membuat (Name) semakin terpuruk dalam rasa benci menumpuk di hatinya.

Setiap kali dia memandang Michael, suaminya, yang dulu mungkin pernah dia cintai, rasa muak semakin tumbuh, menggantikan apa pun yang pernah dia rasakan.

Michael semakin sering menghilang dari pandangannya. (Name) tidak pernah bertanya, tidak peduli ke mana dia pergi atau dengan siapa dia menghabiskan waktu.

Baginya, semakin sedikit dia berinteraksi dengan Michael, semakin baik. (Name) sudah terlalu lelah untuk berpura-pura peduli, apalagi untuk mempertahankan apa yang disebut sebagai pernikahan mereka.

Pernikahan itu telah lama berubah menjadi sebuah sandiwara kosong, dan (Name) tak lagi punya tenaga untuk bermain dalam drama itu.

Seperti malam-malam sebelumnya, (Name) duduk di dalam ruang bacanya. Cahaya lampu yang redup menyinari halaman-halaman buku yang dipegangnya, namun pikirannya melayang jauh dari cerita yang dia baca. Fokusnya kabur, matanya hanya menatap tanpa benar-benar melihat.

Suara angin yang berhembus dari jendela yang sedikit terbuka menyentuh wajahnya, namun tidak bisa menenangkan gejolak dalam hatinya.

Tiba-tiba, suara pintu depan yang terbuka membuat (Name) tersadar dari lamunannya. Langkah kaki yang berat menggema di lorong, suara Michael yang dikenalnya.

Dia tahu bahwa suaminya baru saja kembali ke rumah, tapi (Name) tak berniat untuk keluar dari ruang bacanya. Dia ingin tetap tenggelam dalam dunianya sendiri, jauh dari bayang-bayang Michael.

Namun, suara langkah kaki yang lain, yang lebih ringan, membuat (Name) mengernyit. Itu bukan suara yang biasa dia dengar di rumah ini. Itu adalah langkah kaki wanita lain.

(Name) menahan napas, mencoba mengabaikan rasa penasaran yang perlahan muncul. Dia tidak ingin tahu, tidak ingin peduli. Namun, rasa penasaran itu terus menyelinap, seperti bayangan yang tidak bisa diabaikan.

Dari balik pintu ruang bacanya, (Name) mendengar suara Michael yang berbicara dengan seseorang, suara seorang wanita yang asing bagi telinganya. Suara itu lembut, tetapi ada nada manis dan menggoda di dalamnya. (Name) tahu apa yang sedang terjadi.

Dia menutup bukunya dengan kasar, mencoba mengalihkan perhatiannya dari apa pun yang terjadi di luar sana.

Michael telah membawa wanita lain ke dalam rumah mereka, dan (Name) tahu persis untuk apa wanita itu datang. (Name) mencoba untuk tidak peduli, mencoba untuk tetap tenggelam dalam dunianya sendiri. Namun, semakin dia berusaha, semakin suara-suara itu menyeruak ke dalam pikirannya.

Suara tawa wanita itu terdengar melengking, memecah keheningan mansion yang selalu sunyi. Suara itu membuat darah (Name) mendidih, tetapi bukan karena cemburu.

Tidak ada perasaan cemburu yang tersisa di hatinya untuk Michael. Yang ada hanyalah rasa jijik dan muak, rasa muak yang membuatnya ingin lari sejauh mungkin dari semua ini. Namun, entah bagaimana, dia justru merasa lega.

Jika Michael memilih untuk menghabiskan malam dengan wanita lain, itu berarti dia tidak akan menyentuh (Name) malam ini.

(Name) merasa lega, bahkan senang, karena setiap kali Michael menyentuhnya, yang dia rasakan hanyalah rasa sakit dan kehinaan. Membayangkan Michael bersama wanita lain, meski menjijikkan, setidaknya memberi (Name) sedikit ketenangan. Dia tidak akan menjadi sasaran kemarahan dan nafsu Michael malam ini.

Suara langkah kaki yang semakin mendekat membuat (Name) tertegun. Dia bisa mendengar suara Michael yang semakin jelas, diiringi dengan tawa genit wanita itu.

(Name) menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa mual yang tiba-tiba menyerangnya. Dia tetap diam di tempatnya, berharap mereka akan melewatinya tanpa menyadari keberadaannya di ruang baca ini.

Pintu ruang baca terbuka, dan (Name) merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Michael berdiri di ambang pintu, dengan senyum sinis di wajahnya.

Di sampingnya, seorang wanita berambut pirang berdiri dengan tubuh yang sedikit condong ke arah Michael, seolah mencari perlindungan atau mungkin hanya ingin memamerkan kedekatan mereka.

(Name) mengalihkan pandangannya dari pasangan itu, memilih untuk melihat ke arah jendela yang masih sedikit terbuka, membiarkan angin malam masuk ke dalam ruangan.

"Ah, (Name). Aku tidak tahu kau masih di sini," kata Michael dengan nada yang dibuat-buat. Ada ejekan yang tersembunyi di balik suaranya, dan (Name) bisa merasakannya.

Wanita di samping Michael hanya tersenyum manis, seolah tidak menyadari ketegangan yang menyelimuti ruangan itu.

(Name) tidak menjawab. Dia hanya menatap keluar jendela, berusaha mengabaikan kehadiran mereka.

Michael tampaknya tidak peduli dengan sikap dingin (Name). Dia tertawa kecil dan menarik wanita itu lebih dekat, mencium pipinya dengan kasar sebelum berbisik di telinganya.

Wanita itu tertawa lagi, dan suara tawa itu membuat (Name) ingin muntah. (Name) tetap diam, mencoba menahan semua emosi yang berkecamuk di dalam dirinya.

"Aku akan sibuk malam ini, jadi jangan tunggu aku," kata Michael sebelum membawa wanita itu keluar dari ruang baca.

Pintu ditutup dengan suara yang berat, dan (Name) akhirnya bisa menghela napas panjang. Napasnya masih tersendat-sendat, dipenuhi dengan rasa marah yang tertahan.

(Name) tahu apa yang akan terjadi malam ini. Michael akan membawa wanita itu ke kamar mereka, mungkin bahkan ke tempat tidur yang biasa dia bagi dengan (Name).

Mereka akan bercumbu dan bercinta dengan penuh gairah, tanpa mempedulikan keberadaan (Name) di rumah yang sama.

(Name) bisa membayangkan dengan jelas bagaimana suara desahan dan tawa wanita itu akan memenuhi setiap sudut mansion, menghancurkan ketenangan yang selama ini dia coba pertahankan.

(Name) bangkit dari kursinya, berjalan dengan langkah berat menuju kamarnya sendiri yang terletak jauh dari kamar utama.

Dia tidak ingin mendengar apa pun, tidak ingin merasakan apa pun. Namun, ketika dia melewati kamar utama mereka, suara-suara itu sudah mulai terdengar.

Suara desahan dan rintihan wanita itu, diiringi dengan suara Michael yang dalam dan penuh nafsu. Suara-suara itu menusuk telinga (Name), membuatnya merasa seperti sedang disiksa secara perlahan-lahan.

Anehnya, (Name) tidak merasa marah atau cemburu. Dia hanya merasa muak. Muak dengan semua ini, muak dengan hidupnya yang hampa, muak dengan Michael yang menjijikkan.

(Name) merasa senang bahwa Michael menemukan pelarian lain selain dirinya, karena setiap kali Michael memilih wanita lain, itu berarti (Name) tidak harus menanggung rasa sakit dan penghinaan itu lagi.

(Name) masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat. Dia tidak ingin mendengar suara-suara itu lagi, tidak ingin merasakan kehadiran Michael di dekatnya.

Di dalam kamar yang sunyi itu, (Name) duduk di tepi tempat tidurnya dan memejamkan mata. Dia mencoba membayangkan dunia lain, tempat di mana dia bisa bebas dari Michael, bebas dari rasa sakit dan kebencian yang menguasai hidupnya.

Meskipun (Name) mencoba melarikan diri dari kenyataan ini, dia tahu bahwa tidak ada tempat untuk bersembunyi.

Suara-suara dari kamar utama masih menghantuinya, membisikkan kebenaran pahit yang tak bisa dia abaikan. (Name) hanya bisa menunggu malam berlalu, berharap pagi akan membawa sedikit kedamaian meski itu hanya sementara.

Hingga saat itu tiba, (Name) akan tetap duduk di sana, dalam keheningan yang penuh dengan rasa sakit dan kebencian, menunggu dengan sabar hingga semuanya berakhir.


───── ❝ 𝑇𝑜 𝐵𝑒 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑖𝑛𝑢𝑒𝑑❞ ─────

SLUT || Michael KaiserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang