new pupils

65 44 99
                                    


Pada suatu hari musim panas yang terik, Rose dan teman-temannya memutuskan untuk nongkrong di sebuah taman di kota. Saat mereka berjalan, mereka melihat sekelompok laki-laki bermain basket di dekat situ. Semua teman Rose terpesona melihat laki-laki itu bermain, tetapi Rose hanya memutar matanya. "Apa istimewanya mereka?" gumamnya dalam hati.

Saat mereka duduk di bawah pohon, salah satu teman Rose menunjuk ke salah satu laki-laki yang sedang bermain basket dan berkata, "Lihat, anak itu sangat lucu!" Rose menoleh dan melihat seorang anak laki-laki dengan rambut cokelat acak-acakan dan sikap santai. Dia tertawa saat bermain basket dengan teman-temannya.

"Orang itu?" kata Rose sambil memutar matanya. "Dia terlihat seperti pembuat onar. Aku tidak akan membuang waktuku untuknya." Namun, terlepas dari perkataannya, Rose tidak dapat menahan diri untuk tidak melirik sekilas ke arah laki-laki itu. Dia bergerak dengan percaya diri yang membuat Rose merasa sedikit kagum.

para lelaki itu selesai bermain basket dan laki-laki dengan rambut acak-acakan dan sikap santai itu mengambil bola basket dan mulai menggiringnya. Ia melihat Rose dan teman-temannya duduk di bawah pohon dan mulai menggiring bola ke arah mereka.

Semua teman Rose langsung duduk tegak dan mulai membenahi rambut dan penampilan mereka, berusaha tampil semenarik mungkin. Namun Rose tetap diam, berusaha bersikap tidak tertarik, meskipun diam-diam ia berharap anak laki-laki itu mau berbicara dengannya.

laki-laki dengan rambut acak-acakan dan sikap santai itu menghampiri mereka dan sambil menyeringai, dia berkata, "Hai gadis-gadis, keberatan kalau aku ikut bergabung dengan kalian?"

Teman-teman Rose langsung mengangguk dan berkata, "Tentu saja tidak!" serentak. Namun, Rose, yang berusaha mempertahankan sikap acuhnya, hanya mengangkat bahu dan berkata, "Ini taman gratis, silakan lakukan apa pun yang kau mau."

laki-laki itu terkekeh dan duduk di rumput di depan mereka, masih menggiring bola basket. Dia menatap langsung ke arah Rose, mengabaikan teman-temannya yang berusaha menarik perhatiannya. "Ngomong-ngomong, aku Raiden."

"Aku Rose," katanya, berusaha tetap tenang. Semua temannya menatapnya, heran karena dia berbicara kepadanya setelah bersikap tidak tertarik.

Rayden terus menggiring bola basket sambil menatap Rose, dengan sedikit rasa geli di matanya. "Jadi, apa yang kau dan teman-temanmu lakukan di sini?" tanyanya, tatapannya masih tertuju pada rose.

"Kami hanya nongkrong di sini, menikmati cuaca," jawab Rose, masih berusaha mempertahankan sikap acuhnya.

Tepat saat Rayden hendak mengatakan sesuatu lagi, teman-temannya memanggilnya dari lapangan basket, memberi isyarat agar dia kembali.

Rayden menatap teman-temannya lalu kembali menatap Rose. Ia tampak agak enggan untuk pergi, tetapi ia tidak ingin membuat teman-temannya menunggu. "Baiklah, kurasa aku harus kembali ke teman-temanku," katanya sambil berdiri.

Teman-teman Rose semuanya kecewa karena dia pergi, tetapi Rose memasang ekspresi acuh tak acuh dan berkata, "Ya, kamu sebaiknya kembali ke teman-temanmu."

Sebelum Rayden pergi, dia sepertinya teringat sesuatu. "Oh, ngomong-ngomong," katanya, sambil menoleh ke arah Rose dan teman-temannya. "Besok malam aku akan mengadakan pesta di rumahku. Kalian harus datang."

Semua teman Rose terkesiap kegirangan dan langsung mulai mengobrol di antara mereka sendiri, membicarakan tentang apa yang akan mereka kenakan dan betapa menyenangkan pestanya nanti. Namun, Rose berusaha bersikap tidak tertarik, meskipun dia diam-diam gembira dengan undangan tersebut.

Rayden kemudian memberikan alamat rumahnya dan berkata, "Datanglah kapan saja setelah jam 7 malam. Sampai jumpa di sana." Ia kemudian berbalik dan kembali bergabung dengan teman-temannya di lapangan basket, sambil menggiring bola sambil berjalan pergi.

Begitu Rayden menghilang, teman-teman Rose langsung menoleh padanya dan menghujaninya dengan pertanyaan. "Kau dengar itu? Dia mengundang kita ke pestanya!" "Kita harus pergi, pasti akan sangat menyenangkan!" "Kau mau pakai baju apa, Rose?"

Rose berusaha tetap tenang, berpura-pura tidak peduli. "Ya, dia mengundang kita. Memangnya kenapa? Ini kan cuma pesta." Namun, jauh di lubuk hatinya, dia tidak bisa menahan rasa gembira saat membayangkan akan pergi ke pesta dan bertemu Raiden lagi.

***

Rose kini mengenakan seragam sekolah barunya dan siap memulai hari pertamanya di Star High School. Sebagai siswa baru, ia merasakan campuran antara gugup dan gembira. Ia menarik napas dalam-dalam dan berjalan menuju pintu masuk sekolah, siap memulai babak baru dalam hidupnya.

Star High School adalah sekolah bergengsi dan terkenal yang terkenal akan reputasi akademisnya yang luar biasa, siswa yang beragam, dan kegiatan ekstrakurikuler yang mengesankan. Fasilitasnya yang canggih, termasuk ruang kelas modern, lapangan atletik, dan pusat seni pertunjukan, menjadikannya tujuan yang diinginkan oleh siswa dari seluruh negeri.

Saat Rose hendak meninggalkan kamarnya, ia menyempatkan diri untuk melihat dirinya di cermin untuk terakhir kalinya. Ia merapikan rambutnya dan membetulkan seragamnya, ingin semuanya sempurna untuk hari pertamanya di sekolah baru. Merasa puas dengan penampilannya, ia meninggalkan kamarnya dan berjalan menuruni tangga menuju meja makan, tempat orang tuanya menunggunya.

Begitu orang tuanya melihatnya, mereka berdua tersenyum hangat dan menyambutnya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Ibu Rose berkata, "Kamu terlihat sangat cantik, Sayang. Apakah kamu siap untuk hari pertamamu di sekolah barumu?"

Ayah Rose, yang berdiri di samping istrinya, menimpali dan berkata, "Kami sangat bangga padamu, Sayang. Aku yakin kamu akan berhasil di sekolah barumu. Ingatlah untuk menjadi dirimu sendiri dan manfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya."

Rose merasakan hatinya dipenuhi cinta dan rasa syukur saat mendengar kata-kata penyemangat dari orang tuanya. Dia tersenyum dan segera menghampiri mereka, memeluk mereka erat-erat. Dia menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Terima kasih banyak".

Ibu Rose, yang menyadari waktu, dengan lembut mengingatkan keluarganya bahwa sudah waktunya sarapan. "Baiklah, kalian berdua, mari kita mulai," katanya. "Sarapan sudah siap dan kita tidak ingin terlambat di hari pertama." Ayah Rose mengangguk setuju dan mereka bertiga berjalan menuju meja sarapan, di mana hidangan lezat telah menanti mereka.

Saat mereka sedang makan, ayah Rose menatapnya dan bertanya, "Sayang, kamu ke sekolah sama sopir atau kamu mau ayah yang antar?"

"Aku akan pergi dengan supir, Ayah," jawab Rose sambil mengunyah sarapannya. "Aku tidak ingin Ayah terjebak macet dalam perjalanan ke kantor."

Ayah Rose mengangguk tanda mengerti dan berkata, "Tidak apa-apa, Sayang. Jaga kesehatanmu dan nikmati hari pertamamu di sekolah."

Saat mereka selesai sarapan, ayah Rose berdiri dan menepuk kepala Rose sambil berkata, "Semoga harimu menyenangkan, Sayang." Ia lalu meraih tas kerjanya dan menoleh ke ibu Rose. "aku juga berangkat, Sayang?"Ayah Rose mengecup bibir ibu Rose sekilas, sebagai ungkapan kasih sayang sebelum ia berangkat.

Fiery HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang