Disaster

21 7 9
                                    

Di sisi lain, Frina akhirnya memutuskan untuk pergi ke salon langganannya untuk menyenangkan dirinya sendiri, terlebih setelah kencannya yang dinilai gagal total olehnya.

"Cih, aku pikir Elias bisa lolos setidaknya tahap pertama." Batin Frina, baginya kencan adalah ajang untuk 'berperang' dan ia tidak akan main-main sebelum akhirnya memutuskan untuk melakukan kencan berikutnya dengan orang yang sama.

Elias is calling...

Ponselnya berdering, tentu saja itu Elias. Frina mengubah ponselnya menjadi mode diam dan kembali menikmati creambath yang sedang ia lakukan.

Ia tidak ambil pusing dan kembali memejamkan matanya, menikmati pijatan lembut pada kepalanya. Dinginnya air menyeruak saat pembilasan dilakukan, hari ini hari tenangnya, ia harus menikmati waktu ini sebaik mungkin.

Ponselnya kembali bergetar, kali ini notifikasi chat. Dari kontak yang sama, Elias.

Frina yang semula memejamkan matanya dan relaxing menjadi terjaga seketika.

Elias
Hai Frin, i know our date didn't go as planned. I fucked up and i'm sorry for that. But shit just happened here and i need your help. Ini menyangkut batal atau tidaknya pernikahan Alan dan Nala. Mereka sekarang ada di tempat Nala, dan aku yakin kondisi mereka pasti kacau. Alan murka denganku jadi aku tidak bisa menengahi mereka.

"Kenapa lagi anak ini." Batin Frina terheran, pasalnya mereka berdua sedang tidak ada masalah apapun. Tentu saja, jikalau adapun Nala pasti akan menghubunginya. Frina berfikir bahwa ini hanya akal-akalan Elias saja untuk mencari celah bertemu dengannya.

Seperti para pria-pria yang ia perlakukan sama sebelumnya saat berkencan. Pria bodoh yang bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan yang Frina keluarkan. Entah tiba-tiba menjadi gagap, bersikap defensif, atau justru menjadi terintimidasi dan salah tingkah.

Hingga satu pesan masuk, kali ini dari Nalara.
"Shoot! Elias pasti tidak sedang membual." Ucap Frina sembari mengecek pesan Nala.

Nalara
Frin, i need you right now. Kamu dimana? Aku sedang kacau, tolong temui aku.

Frina segera mempercepat treatment yang ia dapatkan, "Sist, tidak usah menata rambutku kali ini, ya? Tolong keringkan dengan cepat saja. Saya harus segera pergi dari sini."

Hair-dryer pun dinyalakan setelah penata rambut salon tersebut mendengar perintah Frina. Setelah memastikan seluruh rambutnya kering, penata salon pun mengarahkan kepala Frina agar menghadap ke depan cermin, "Yakin mau begini saja? Biasanya kamu request untuk membuat rambutmu menjadi bergelombang?"

Frina tersenyum dan mengangguk, "Yup, enough my straight hair for today. Aku ada urgensi." Frina pun menoleh ke kanan dan kiri memastikan lagi penampilannya apakah sudah on-point atau belum.

Ia lau mengucapkan terima kasih kepada penata salon, "Thanks for today, Bela! Kamu penyelamatku di hari liburku yang zonk kali ini."

Bela sang penata rambut langganan Frina tertawa ringan, "Of course, Babe! Good to know that. See you next week?"

Frina mengangguk dan tersenyum, "Seperti biasa."

Ia lalu mengambil hand-bag hitamnya dan melangkah keluar salon, setelah membuka pintu mobilnya dan masuk ia pun memutar kunci dan menyalakan mesin.

Cuaca sore ini cukup padat, namun ia harus cepat. Frina sudah tidak tahan membayangkan sahabat kesayangannya itu menangis sendirian. Nala adalah ride-or-die nya, dan ia akan menjaganya kapanpun. Kalau sampai Alan macam-macam dengannya, ia yang akan pertama maju menjadi garda terdepannya sedari dulu dan sampai seterusnya.

I Trust No OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang