10. Lembaran Baru

1.2K 126 26
                                        

"Eh, Mas Karen, sudah bangun ternyata? Dari tadi, atau, barusan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eh, Mas Karen, sudah bangun ternyata? Dari tadi, atau, barusan?"

"Baru aja, Buk." Karen mengusap sisa-sisa air yang masih menetes dari rambut hitamnya. "Ibuk mau berangkat ke pasar sekarang?"

"Iya, nih."

"Ya udah, sebentar ya, Buk, aku mau ambil kunci motor nya di kamar Mas Jaka."

"Iya, iya, santai saja. Ibuk tunggu di luar, ya, Mas."

Setelahnya, Karen berlalu masuk ke kamar Jaka untuk mengambil kunci motor. Tak terasa, sudah hampir seminggu Karen pada akhirnya menumpang tinggal di rumah ini. Atas tawaran dan desakan dari ibunya Jaka juga, sebenarnya. Karena setelah Karen selesai menceritakan sedikit tentang bagaimana ia bisa sampai pingsan di pinggir jalan, akhirnya sepasang ibu dan anak itu tak tega membiarkan Karen pulang.

Keduanya takut, jika Karen kembali hanya akan menambah luka di tubuh anak itu. Lagi pula, baik Jaka dan ibunya sendiri tidak merasa keberatan sama sekali. Karen baik, rajin, dan cekatan. Anak itu bahkan sudah hampir ahli dengan masalah per-bengkelan.

Jika setiap pagi-pagi buta begini, Karen akan bangun dan mengantar Kartina ke pasar. Wanita paruh baya itu biasa menjual kue-kue nya, lalu saat siang, Karen akan menjemput kembali. Selagi menunggu waktu, Karen juga biasanya akan membantu Jaka di bengkel.

Untuk sekolah, Karen tak lagi peduli. Bahkan tak perlu memusingkan bagaimana nasibnya, ia tahu, sekolah sudah mengeluarkan murid pembuat onar sepertinya. Mustahil juga bunda akan datang, dan meminta pihak sekolah untuk mempertahankan nya. Yang terakhir itu, benar-benar sangat mustahil.

Selepas mengantar ibunya Jaka, Karen kembali ke rumah sembari membawa dua nasi bungkus. Karen letakkan nasi tersebut ke atas meja yang berada di teras rumah, kemudian mulai membuka bengkel. Masih terlalu pagi, namun tak masalah, karena rezeki tidak ada yang tahu kapan datangnya. Lagi pula, ia tak memiliki pekerjaan apa-apa lagi. Hanya tinggal menunggu Jaka bangun, dan mereka akan sarapan bersama.

"Pagi dedek ganteng nya akuuu!!!"

"Eh? Oh, pagi juga, Mbak Juwi." balas Karen menyapa, pada wanita yang baru saja bersuara dengan riang menyebut namanya. "Mbak Juwi mau berangkat kerja sekarang, ya?"

Wanita yang Karen panggil sebagai Mbak Juwi itu, tertawa centil sembari menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga. "Iya, nih, sayang. Soalnya hari ini, hari senin. Jalanan pasti macet, jadi Mbak harus cepet-cepet berangkat. Maklum lah, ya, soalnya jarak rumah Mbak sama kantor itu jauuuhhh sekali." Setelah menyelesaikan kata-kata nya pun, wanita itu kembali tertawa centil.

"Hueeekk!! Apa ini, pagi-pagi sudah bikin saya mual saja?" Tahu-tahu, Jaka menyahut dari ambang pintu. Wajah laki-laki itu masih nampak baru saja bangun dari tidurnya. "Heh, Juwi! Inget umur, ya, kamu. Kamu sama Karen saja sudah berbeda sepuluh tahun! Jangan sampai netizen tau, terus nanti kamu di hujat karena naksir sama anak di bawah umur!"

 |✔| Karen Laka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang