Kaki itu berjalan lurus menyusuri trotoar jalan seorang diri. Cahaya dari tiang lampu jalanan menemani perjalanan pulangnya malam ini.
Shaka tidak tahu, menghabiskan waktu bersama Revan bisa menjadi hal paling menyenangkan yang ia alami hari ini. Bahkan total lupa waktu dan baru sadar saat pegawai kafe menegur mereka karena sudah waktunya tutup.
Tadinya Revan menawarkan diri untuk mengantar Shaka pulang. 'nanti kalo ditengah jalan Lo dibegal gimana?’ katanya. Namun Shaka menolak. Toh, rumah mereka tidak searah dan lagi, mereka jalan kaki. Jadi hanya akan membuang waktu dan tenaga kalau Revan mengantar Shaka pulang.
Jadi disinilah Shaka sekarang. Berjalan sendirian ditengah sepinya malam. Dari kejauhan, Shaka bisa melihat bayangan seseorang yang sepertinya sedang berjalan ke arahnya. Bayangan orang itu makin jelas hingga akhirnya Shaka bisa melihat rupa orang itu saat ia berhenti tepat di depan dirinya.
“Karel? Ngapain malem-malem disini?” tanyanya pada sosok itu.
“Lo yang ngapain. Kemana aja, sih? Gue dari tadi nyariin Lo tau, gak!” nada bicara Karel memang tinggi. Namun wajah itu tidak bisa menyembunyikan perasaan khawatirnya teruntuk orang di depannya ini.
Bagaimana tidak khawatir? Tadi magrib Tante Sita—mamanya shaka—menelponnya, mengatakan bahwa Shaka belum juga pulang ke rumah dan nomornya tidak bisa dihubungi. Jelas saja, wanita umur empat puluhan itu kelabakan apalagi saat Karel bilang bahwa ia juga belum melihat Shaka sejak sore. Dan akhirnya Tante Sita meminta tolong pada Karel untuk mencari Shaka yang tentunya langsung disanggupi oleh pria itu yang juga sama khawatirnya.
“Sorry. Mama yang nyuruh, ya?” sesal Shaka. Merasa tidak enak sudah merepotkan Karel seperti ini.
Sedangkan yang bersangkutan hanya bisa menghela napas lega mengetahui Shaka baik-baik saja. “Gue nelpon Lo berkali-kali, kenapa gak diangkat?”
“Oh itu…hp gue di silent. Terus pas tadi mau ngabarin mama malah habis batre hehe…” Shaka menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Ia akui itu kesalahannya tidak mengecek ponsel dan lupa mengabari mama.
“Lain kali jangan diulang. Bikin orang khawatir aja,” nasehat Karel sambil mengacak gemas rambut Shaka.
“Iya iyaa. Dah sana pulang, udah malem.”
“Gak perlu di anter, nih?”
“Gak usah, dah deket ini.” Shaka menengok ke bagian belakang tubuh Karel dimana gang menuju rumahnya sudah terlihat dari sini.
Karel mengangguk mengerti, “Oke deh. Gue balik, ya? Besok berangkat sekolah gue jemput.”
“Ya, hati-hati!”
Lambaian singkat jadi penutup pertemuan mereka hari ini. Shaka terus memperhatikan punggung Karel yang perlahan semakin mengecil ditelan jarak hingga akhirnya menghilang di persimpangan. Setelahnya, Shaka kembali melajukan langkahnya menuju rumah.
🌱🌱🌱
Pukul enam lewat tiga puluh pagi Shaka sudah berdiri siap di depan gang Rinjani. Tengah menunggu Karel yang katanya mau menjemput pagi ini.
Tak berselang lama, motor hitam milik sang sahabat terlihat dari kejauhan. Semakin mendekat dan akhirnya berhenti tepat di depan tempat Shaka berdiri.
“Yuk, naik!” Seru Karel, membuka kaca helm full face yang ia kenakan agar Shaka bisa melihat matanya dengan jelas. Shaka mengangguk, memakai helm yang Karel berikan lantas naik ke jok belakang.
Perjalanan hari ini sama seperti hari hari sebelumnya. Hanya diam membisu tanpa sepatah katapun keluar dari mulut keduanya. Ya, memang selalu seperti ini.
Dua puluh menit dibutuhkan agar bisa sampai ke tempat tujuan. Dari jarak dua ratus meter dari gerbang Intar High School, Karel menghentikan motornya di samping trotoar. Menunggu Shaka turun dari motor, membuka helm lalu menyerahkan benda itu padanya, dan barulah selepas itu Karel kembali tancap gas setelah sebelumnya berujar, “Sampai ketemu di kelas!”
Shaka hanya mengangguk sekali dengan senyuman tipis menanggapi perkataan sang sahabat. Perasaan dalam hatinya jelas bertolak belakang dengan raut muka yang ia tunjukan saat ini. Diturunkan di pinggir jalan begini siapa yang akan senang?
Ya tapi lagi-lagi shaka harus mengerti, harus paham alasan Karel melakukan ini semata-mata hanya karena tidak mau Gani dan Bima melihat kedekatan mereka. Tentu, perjanjian itu masih terus berlaku.
Shaka mencoba tak terlalu memikirkan hal ini, memasang senyum terbaik lalu kembali melanjutkan langkah menuju gerbang sekolah. Pada langkah kelima, suara seseorang yang memanggil namanya terdengar di telinga. Karenanya Shaka berhenti, membalikkan badan dan mendapati Revan tengah berlari kecil ke arahnya dengan senyum secerah mentari.
Tunggu. Revan, dengan seragam Intar High School? Wah, anak itu sungguh tidak main-main dengan ucapannya kemarin.
“Seriusan Lo jadi pindah?” pertanyaan pertama dari Shaka setelah Revan tiba di depannya.
“Iyalah! Lo pikir kemaren gue gak serius?”
Shaka spontan menggelengkan kepalanya, “Kirain bercanda doang.”
“Kapan sih seorang Revan ini bercanda?”
Bombastic side eyes Shaka berikan teruntuk orang ini. Walau baru mengenal Revan kemarin sore tapi Shaka sudah tahu betul, kehidupan pria itu delapan puluh persen isinya bercanda.
Melihat reaksi itu Revan hanya nyengir saja, merangkul pundak orang yang lebih pendek beberapa senti darinya ini lantas bergegas menyeretnya pergi, “Udah ah, yuk masuk! Udah mau bel nih.”
***
Segitu dulu yaa~
Kritik dan saran akan sangat diterima. Jangan lupa kasih bintang juga ya
See you!

KAMU SEDANG MEMBACA
Secret (Boy) Friend
Подростковая литература[Selesai] Mereka yang harus berpura-pura asing antara satu sama lain. Apa yang sebenarnya terjadi? ‼️P E R H A T I A N‼️ Cerita ini mengandung unsur boyslove, yang tidak suka harap menyingkir, terimakasih 😊 ©thursdayliu Start : 06/08/24 End : 15/04...