Assalamualaikum, teman. Selamat malam, Rindu hadir lagi, dong. 🤭
Rindu duduk di ruang tamu rumahnya dengan semangkuk bubur ayam di pangkuan. Sejak keluar dari rumah sakit, makannya masih bubur meski sudah menolak mati-matian. Bagi orang tuanya, mengikuti pola yang dianjurkan dokter bisa mempercepat proses penyembuhan.
"Kenapa nggak dimakan buburnya?" Leni muncul membawa tas merah kesayangannya. "Nggak enak?"
"Iya." Rindu mengangguk, kembali mengunyah asal-asalan.
"Mau sembuh apa enggak, gitu aja."
Tak ada orang yang mau sakit. Namun, Rindu hanya mengatakan itu dalam hati. Meski sedikit melunak, tantenya tetaplah perempuan dengan kesabaran setipis tisu.
"Kenapa?" Rina muncul dari bagian samping rumah. "Rindu bikin ulah lagi?"
"Aku berangkat!" Alih-alih menjawab pertanyaan Rina, Leni pilih berlalu tanpa banyak bicara. Sejak perselisihan kecil tempo hari, keduanya terlihat menjaga jarak. Rindu paham betul jika sedang tak ada pekerjaan, tantenya pilih untuk terus berada di kamar.
"Duduk sini, Ma!" Rindu bergeser ke kanan, memberikan tempat untuk mamanya. "Aku nggak mau makan ini!" Mangkuk yang isinya masih dimakan dua sendok, diletakkan di meja.
"Kalau kamu nggak mau ngikutin saran dokter, gimana mau cepat sembuh?"
"Aku sudah sembuh, Ma." Rindu mengangkat satu kaki dan melipatnya di kursi. "Kalau belum sehat, nggak mungkin boleh pulang."
"Memang." Rina mengangguk setuju. "Tapi kalau nggak makan, pemulihannya lama."
"Bocah kalau habis sakit memang rewel kalau disuruh makan!" Budhe Parti muncul dengan nampan di tangan. "Makan ini saja, nasi lunak, sop ayam, dan ayam mentega."
Mendengar kata nasi, Rindu memutar duduk ke arah datangnya Budhe Parti. Juru masak mamanya ini tak pernah gagal membangkitkan selera makannya. Meski mulutnya masih terasa pahit, ada keinginan untuk memindahkan semua makanan yang terlihat lezat itu ke perut.
"Aku mau makan kalau itu, Budhe!" Rindu merosot dari tempat duduknya, ganti bersila di karpet. Budhe Parti memindahkan semua makanan ke depan Rindu, kemudian duduk di samping Rina.
"Jangan ikutan mumet karena anakmu yang ndak mau makan!" Budhe Parti mengelus tangan Rina. "Pergilah ke kantor kabupaten, biar Rindu Budhe yang urus!"
"Benar, Budhe?"
"Iyo." Budhe Parti mengelus kepala Rindu penuh sayang. "Budhe seneng lihat kamu pecicilan, tapi jangan sakit! Apalagi sampai opname macam kemarin. Mumet orang tuamu, Nduk!"
"Nggak maksud sakit, Budhe." Rindu masih menikmati makanannya. Ini luar biasa enak. Rasanya seperti tak makan berhari-hari begitu melihat nasi yang meskipun lembek, tetapi sukses membuatnya makan banyak. Lupa sudah dengan rasa pahit di lidah yang sampai beberapa saat lalu masih terasa.
"Cepat habiskan kalau begitu!" Budhe Parti mengusap kepala Rindu. "Cepat sehat! Kasihan mamamu kalau kamu sakit."
"Iya." Rindu menyetujui. "Nggak ada yang bantuin. Papa mesti nungguin Rindu di rumah sakit."
"Di rumah pun ndak ada gunanya!" Budhe Parti kembali mengusap kepala Rindu. "Pekerjaannya salah terus dan mamamu ndak berhenti ngusir supaya papamu pergi ke rumah sakit. Untung ada Galang yang akhirnya bisa diminta tolong. Anak itu baik."
"Hmm." Rindu hanya bergumam, sambil terus menyuap makanan. Galang memang baik, dia sadari itu. Tanpa pria itu, entah bagaimana orang tuanya akan pontang-panting mengurus pekerjaan yang tak bisa dibatalkan dengan dirinya yang harus rawat inap.
![](https://img.wattpad.com/cover/356036165-288-k752500.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kidung Merah Jambu (Tamat. Versi Lengkap Ada Di Karyakarsa)
RomanceRindu Rembulan terancam drop out jika tidak menyelesaikan tugas akhirnya semester ini. Di tengah tekanan proses tugas akhir, kekasihnya tewas dalam kecelakaan dan meninggalkan fakta bahwa pria itu ternyata memiliki istri yang sedang hamil anak perta...