Bagian 129. YEN SIRO TEKO WENEHONO TONDO

1.2K 331 38
                                    

Bismillah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bismillah.

Semoga rejeki datang dan memberikan pertanda. Tolong tetap dibantu Ananda Arrasid ya teman-teman. Mbak Dewi Hajar Mastuch semoga mau tandem untuk obat minggu ini. Mbak Atun Wasilatun semoga mau membantu melunasi tagihan yang semakin membengkak. Teman-teman semua yang belum bisa membantu, semoga tetap membantu melangitkan doa untuk kami. Tidak usah muluk-muluk teman-teman. Cukup kiranya Arrasid stabil dan kami dikuatkan membersamainya. Aamiin.

Mohon donasinya di tanggal yang menua ini [ 6281263649 BCA a/n NIKEN ARUM DHATI ]

Di ATM saya sudah ada 225rb. Semoga ada yang mau menggenapkan menjadi 1,6. Aamiin.

Selamat membaca teman-teman 🤍

*

"Bismillahirrahmanirrahim."

Memulai perjalanan panjang dua puluh tiga jam bahkan bisa lebih, Brielle mencoba membuat dirinya nyaman. Pada hari ke dua setelah keluar dari Ranch de La Rosa dan kegaduhan mungkin saja masih berlangsung, tapi dia tidak melihat satu pun anak buah ayahnya, menghampirinya untuk membawanya kembali ke rumah pertanian. Mereka, di bawah pimpinan ayahnya langsung, hanya membayangi dan memastikan keadaanya aman. Bagaimana pun, perpecahan tengah terjadi dalam tubuh Los Macheteros dan itu tidak terelakkan. Gonzalo Manuel sebagai saudara tua tentu saja tidak bisa menerima keputusan Don Carlo Manuel Pellegrini yang telah mangkat dan berwasiat bahwa anak kedua dalam keluarga yang akan mengambil alih tampuk kepemimpinan Los Macheteros.

Brielle menggigit kuku setelah membetulkan letak syal di lehernya. Dia berpikir, pada setiap keluarga dengan perkumpulan penting dan bisnis yang menjamur, selalu ada konflik yang timbul. Demikian juga dengan keluarganya dari pihak ayah. Dan tidak bisa di pungkiri, ayahnya telah diberikan wewenang sebagai pengganti bahkan jauh sebelum kakeknya sakit dan menua. Lalu, atas nama harga diri yang terinjak, pamannya segera menyulut konflik yang berkepanjangan.

Brielle mengedip. Bayangan cincin Candelaria yang nampak keramat berkelebat di matanya. Dan itu adalah tentang betapa berat menerima cincin itu sebagai warisan keluarga. Karena pada akhirnya, dia harus menjalankan kewajiban sebagai pemimpin setelah ayahnya.

"Dan aku seorang wanita yang bahkan tidak lagi memiliki harapan apapun tentang hidup selain mengabdi pada suamiku." Brielle menarik napas pelan dan merasa miris menyadari kemungkinan pengabdiannya bahkan tidak akan dimengerti oleh suaminya yang lupa ingatan. Ketika dia memikirkan hal itu, ide tentang menjadi Nona Mafia nampak begitu sempurna. Dia sejatinya menyukai kehidupan yang menyerempet bahaya, kecintaan pada kuda, senjata dan adrenalin yang naik turun, membuat ide itu nampak cemerlang.

Brielle menarik napas panjang. Dan pemikirannya kembali pada keyakinan bahwa hidupnya adalah untuk mengabdi. "Dan aku mencintai suamiku dengan sangat bodoh. Jatuh cinta sekali lagi bahkan ketika dia lupa ingatan."

Brielle menarik selimutnya dan membenahi bantal. Dia mencoba memejamkan mata dan berpikir alangkah menyenangkan seandainya dia bisa tidur dua puluh jam hingga pesawat transit di Doha, Qatar.

GEMPAR AND THE COFFEE THEORY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang