Becky
Ayah bertingkah aneh saat kami sedang makan malam. Dia terus menatapku seolah-olah hendak mengatakan sesuatu tetapi tidak berani mengatakannya. Sedangkan Ibu tampak bahagia seperti mendapatkan undangan untuk menghadiri fashion show musim panas Chanel yang eksklusif.
Setelah selesai makan malam, aku menunggu Ayah untuk meminta izin menyelesaikan lukisan yang sudah kubuat pagi tadi. Sekarang setelah aku lulus sekolah menengah, aku menggunakan waktu luangku untuk meningkatkan keterampilan melukisku.
Ayah berdeham. "Kami perlu bicara denganmu."
"Baiklah," kataku pelan. Terakhir kali Ayah memulai percakapan seperti itu, dia mengatakan kepadaku bahwa tunanganku telah terbunuh dalam serangan Bratva. Itu tidak begitu menyesakkan bagiku, mengingat masa depan kami yang sudah direncanakan, aku hanya bertemu dengannya sekali dan itu sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu.
Ibu adalah satu-satunya orang yang menangis tersedu-sedu saat itu, terutama karena kematiannya membuatku tidak punya tunangan di usia tujuh belas tahun. Itu adalah sebuah bencana bagi kedua orang tuaku.
"Kami sudah mendapatkan calon suami baru untukmu."
"Oh," kataku. Bukannya aku tidak menyangka akan segera menikah, tetapi mengingat usiaku, aku berharap mereka akan melibatkanku dalam proses pencarian calon suamiku.
"Dia seorang Underboss!" ucapan itu keluar dari mulut Ibu sambil tersenyum bangga padaku.
Alisku terangkat. Tidak heran ibu begitu antusias. Mendiang tunanganku hanyalah putra seorang Kapten, tidak ada yang perlu dibanggakan—menurut pendapat Ibu.
Aku memeras otakku untuk mengingat rupa setiap Underboss yang usianya hampir sama denganku, tetapi hasilnya nihil. "Siapa dia?"
"Freen Sarocha." kata ayah sambil menghindari menatap mataku.
Mulutku ternganga karena tidak percaya. Ayah sering berbicara kepadaku tentang bisnis jika ayah perlu melampiaskan kekesalannya karena Ibu tidak tertarik dengan detailnya.
Nama Sarocha lah yang sering disebutkan, dia adalah seorang Underboss paling kejam dari Famiglia yang baru saja kehilangan istrinya, dan sekarang harus membesarkan kedua anaknya sendirian. Spekulasi tentang bagaimana dan mengapa istrinya meninggal kini sudah menjadi rahasia publik, tetapi hanya Capo yang tahu detailnya.
Beberapa mengatakan Sarocha telah membunuh istrinya karena marah, sementara yang lain mengatakan istrinya menjadi sakit karena hidup di bawah aturan ketat seorang Sarocha. Bahkan ada orang yang berspekulasi bahwa dia bunuh diri untuk melarikan diri dari kekejaman Sarocha. Tak satu pun dari rumor itu yang membuatku ingin bertemu dengannya, apalagi menikahinya.
"Dia jauh lebih tua dariku ayah, ibu" kataku akhirnya. Aku menatap kedua orang tuaku bergantian, berharap ayah akan berubah pikiran.
"Hanya empat belas tahun Becky. Dia sedang dalam masa kejayaannya," sela Ibu.
"Kenapa aku yang ingin dia nikahi?" Aku bahkan belum pernah bertemu dengannya. Dia tidak mengenalku. Dan yang lebih buruk: aku tidak tahu bagaimana cara mengurus anak.
"Kau adalah seorang Armstrong. Bersatunya dua keluarga penting selalu diinginkan," kata Ibu.
Aku menatap Ayah, tetapi ayah malah menatap gelas anggurnya. Hal terakhir yang ayah katakan kepadaku tentang Freen Sarocha adalah bahwa Richard menjadikannya Underboss karena mereka berdua sama— sama-sama kejam, tak kenal ampun, pembunuh berdarah dingin dan bertubuh kekar.
Lalu sekarang ayah menyerahkanku kepada orang seperti itu?
"Kapan?" tanyaku. Mengingat kegembiraan Ibu, semua detailnya pasti sudah diputuskan.
"Satu hari setelah ulang tahunmu," kata Ibu.
"Aku heran kenapa harus menungguku sampai aku cukup umur? Kita kan bukan masyarakat yang taat hukum pada umumnya."
Ibu mengerutkan bibirnya. "Ibu harap kau menghilangkan sifat pemarahmu itu sebelum kau bertemu Freen. Seseorang seperti dia tidak akan menoleransi keangkuhanmu."
Tanganku mengepal di bawah meja. Ibu mungkin adalah dalang di balik pernikahan ini. Ibu selalu berusaha memperbaiki posisi keluarga kami di Famiglia.
"Sebaiknya ibu mulai mencari lokasi. Pernikahanmu akan menjadi acara besar tahun ini."
Ibu menepuk pipiku seolah aku adalah seekor anak anjing pudel yang lucu yang telah memenangkan piala dalam sebuah pertunjukan anjing.
Melihat ekspresi masamku, ibu mengerutkan kening lalu berkata. "Ibu tidak yakin Freen akan menyukai kemurunganmu... atau bahkan ponimu."
"Becky tampak baik-baik saja Egidia," kata Ayah tegas. "Bahkan putrimu terlihat cantik dan anggun."
"Jika Freen menginginkan seorang wanita, dia seharusnya berhenti merampok buaian," gerutuku.
Ibu terkesiap, menepukkan tangan di dadanya seolah-olah aku akan menguburnya lebih awal. Ayah berusaha menutupi tawanya dengan batuk.
"Bicaralah dengan putrimu agar dia lebih waras." ibu menudingkan jari pada ayah lalu kembali menatapku. "Kau tidak lupa siapa Freen kan Felix? aku selalu bilang padamu untuk bersikap lebih tegas pada putrimu." ibu berbalik lalu pergi sambil mengibaskan rok panjangnya.
Ayah mendesah, senyum lelah tersungging di bibirnya. "Ibumu hanya menginginkan yang terbaik untukmu Nak,"
"Tidak ayah! ibu hanya menginginkan yang terbaik untuk reputasi keluarga kita. Bagaimana mungkin menikahi seseorang yang lebih tua dan kejam itu baik untukku Ayah?"
"Ayo," kata Ayah sambil berdiri. "Kita jalan-jalan ke taman saja."
Aku mengikutinya. Ayah mengulurkan tangannya dan aku menyambutnya. Udara hangat dan lembap menghantamku seperti bola penghancur. "Freen tidak setua itu Becky. Dia baru berusia tiga puluh satu tahun."
Aku mencoba memikirkan seseorang seusianya, tetapi aku tidak pernah benar-benar memperhatikan siapa pun. Bukankah Richard juga seusianya? Memikirkan sepupuku bukanlah penghiburan; dia membuatku takut setengah mati.
Bagaimana jika dia adalah seseorang yang gemuk dan menjijikkan? lalu aku menatap Ayah. Matanya yang cokelat melembut. "Jangan menatap ayah seolah ayah telah mengkhianatimu. Menjadi istri Freen tidak seburuk yang kau kira."
"Kejam sekali. Begitulah ayah menyebutnya. Apakah sekarang ayah lupa?"
Ayah mengangguk dengan perasaan bersalah. "Hanya kepada anak buahnya dan musuh, bukan kepadamu."
"Bagaimana ayah bisa yakin? Bagaimana jika Freen yang membunuh istrinya itu? Atau menyiksanya dengan sangat kejam hingga akhirnya dia bunuh diri?" Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.
Ayah menyingkirkan sedikit poni yang menutupi wajahku. "Ayah belum pernah melihatmu setakut ini. Tapi sepupu mu Richard meyakinkan ayah bahwa Freen tidak terlibat dalam kematian istrinya."
"Apa ayah percaya pada Richard? Bukankah ayah bilang dia sedang berusaha menunjukkan kekuasaannya?"
"Ayah seharusnya tidak menceritakan begitu banyak hal kepadamu."
"Dan bagaimana Richard bisa yakin dengan apa yang terjadi pada Nyonya Sarocha? Ayah tahu sendiri kan? bahkan seorang Capo tidak akan ikut campur dalam urusan keluarga."
Ayah mencengkeram bahuku. "Freen tidak akan menyakitimu jika dia tahu apa yang baik untuknya."
Kami berdua tahu Ayah tidak bisa melakukan apa pun setelah aku menikah dengan Freen. Dan sejujurnya, ayah bukan orang yang mau mengambil risiko terlibat konflik yang akan membuatnya kalah.
Richard lebih memilih Freen daripada ayahku. Jika dia harus memilih di antara keduanya, Ayah akan mencari jalan keluar yang cepat.
"Dia akan datang menemuimu besok."
Aku mundur selangkah karena terkejut. "Besok?"