CHAPTER 14

57 26 1
                                    

Ya. Claire sudah mengetahui semuanya, tentang aku dan Raynald. Dia pun sudah memaafkan segala kesalahan yang aku perbuat selama ini. Namun meskipun begitu, aku masih merasa bersalah. Aku tau dia sudah memaafkan aku, tapi aku juga tau kalau dia masih menyimpan segala kekecewaannya terhadapku. Hanya saja dia tidak memperlihatkan itu.

Sudah sekitar tiga bulan terakhir, aku dan Claire tidak pernah pergi keluar bareng, seakan semuanya nampak berubah. Yang awalnya kami selalu menghabiskan waktu bersama di hari libur, sekarang sudah tidak lagi. Justru aku menghabiskan waktunya bersama Raynald. Entah itu pergi ke tempat wisata, makan bersama atau berkencan lainnya.

Bukan hanya itu saja, aku melihat Claire sudah memiliki seorang teman baru, dan tentu saja aku terkejut. Bagaimana bisa dia menduakan aku dengan orang lain. Rasanya tidak bisa aku jelaskan, tapi ketika melihat Claire bersama teman barunya, aku seperti tidak terima. Harusnya aku yang bersama Claire bukan perempuan itu.

Sekarang, aku tengah memperhatikan Claire dari kejauhan bersama teman barunya yang bernama Daphne. Mereka tertawa dan bercanda,  layaknya seorang sahabat yang sudah kenal dari lama.

Cemburu? tentu saja aku cemburu.

"Hey..."

Aku tersentak, kemudian menoleh ke samping dan melihat Raynald di sana, aku pun tersenyum ria ketika melihatnya. "Kamu kemana aja sih? Aku udah nungguin kamu dari tadi tau," ucapku merengek seperti anak bayi.

Raynald tidak menjawab pertanyaan dariku, dia justru menempelkan diri ke tembok seraya melipatkan kedua tangannya di depan dada, dia tersenyum sembari menatapku.

Meskipun sudah tujuh bulan berpacaran dengan Raynald, dia masih sama seperti Raynald yang aku kenal saat pertama kali kita bertemu. Dia masih manis dan perhatian. Dia selalu membuatku tersenyum dan tertawa. Cintanya masih sama seperti dulu, dan aku yakin cintanya tidak akan berkurang sedikitpun. Aku pastikan itu.

"Apa sih kamu liatin akunya gitu banget," ucapku tersenyum salah tingkah. Karena bagaimana tidak, senyuman yang selalu ia perlihatkan pasti sukses membuat hatiku berdebar-debar.

Masih menatapku dia berujar, "Liatin pacar orang lain diomelin, liatin pacar sendiri juga diomelin. Jadinya aku harus liatin apa? Rumput bergoyang? Pot bunga?"

Aku terkikik, "Tidak seperti itu juga."

"Lalu harus bagaimana?" tanya Raynald. Matanya tak ia palingan ke manapun, masih setia menangkap kedua bola mataku.

"Ah tidak tau, pikir saja sendiri," ucapku. "Oh iya, Minggu depan Monthversary kita yang ke sembilan bulan. Mau kita rayain ke mana?"

Raynald terdiam seraya berpikir, "Gak perlu di rayain. Kita bukan anak kecil yang harus rayain hal-hal begituan. Alay!"

"Loh ko alay sih? Ini momen penting buat kita, Ray. Kita harus mengabadikannya." Aku berkata dengan serius kepada Raynald.

"Gak usah! Boros uang tau, mending kita tabung aja buat hal yang lebih bermanfaat," ujarnya.

"Kamu kok gitu sih. Kita harus rayain tanggal jadian kita. Masa kamu gak mau seperti itu sih?" tanyaku.

"Nanti saja ya, Sayang." Raynald berucap seraya mengelus kepalaku dengan lembut.

Sialan, aku dibuat luluh olehnya.

"Oke, sayang."

"Nah begitu, pacar menurut! Kan jadinya aku makin sayang sama kamu," ujarnya menepuk-nepuk kepalaku dengan gemasnya.

Aku pun tersenyum seraya menyipitkan kedua mataku. Aku akan selalu mengusahakan segalanya agar Raynald tetap sayang dan cinta sama aku. Aku akan berusaha semaksimal mungkin agar cintanya selalu sama hingga akhir dan tidak berkurang sedikitpun. Aku akan membuatnya selalu bahagia karena hadirnya aku, seperti dia hadir di kehidupan aku.

Cinta Pertama Louisa [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang