Di atas sungai Han. Adanya jembatan panjang dan lebar yang railing pagar nya cukup tinggi. Sungai yang kerap dibicarakan kedalamannya itu sering memakan korban dan sulit untuk menemukan nya kembali.
Musim dingin membuat tubuh nya semakin menggigil, wajah nampak pucat, mata sayup, rambut kusut, juga lebam di bagian wajah nya. Darah segar mengalir di sudut bibir dan hidung.
Berhadapan dengan ketiga teman nya, hanya terdiam tanpa mengucapkan satu patah kata. Pandangan nya hanya menunduk ke arah bawah, obrolan antar teman hanya mereka bertiga menampilkan senyuman bahagia, berbeda dengan nya yang terdiam dan menyedihkan.
"Sorry ya aku bawa jaket tebal kau ini untuk ku jadikan keset di rumah." seru nya, bersama kedua teman lainnya, menoleh kearah nya membuat dia semakin terdiam dan menundukkan kembali kepalanya.
"Heii" sahut nya, mendorong kuat.
"Lebih baik kau mati saja!" tukas Raya salah satu dari mereka, "Kami hanya mengantarkan kau, jadi setelah disini kau bisa terjun ke bawah sana!" sambung nya tersenyum.
"Ayo. Pergi lah. Kau sudah di sini lenyap saja!" mendorong kedua kali nya, "Kau itu hanya pencari muka, apapun yang kau katakan kepada siapapun, mereka tidak akan membantu kau dasar jalang" seorang anak sekolah menengah pertama mempunyai kepribadian yang keji.
Rata-rata usia mereka masih empat belas tahun.
Raya pemimpin dari kedua teman nya, "Semua orang melihat kearah kita, tapi apakah ada yang turun dari kendaraan nya dan membatu mu?" jari nya menunjuk kearah sebrang yang di penuhi kendaraan-kendaraan berlalu-lalang.
Namun tidak ada yang peduli dengan keadaan gadis yang sedang di aniaya teman nya. Ini bukan lagi tentang bullying semata.
Menatap Raya yang tengah tersenyum, "Raya, dia menatap mu" sahut teman nya.
"Mengapa kau menatap ku seperti itu?" mengangkat alis nya.
Tersenyum kecil di bibir nya, membuat Raya kesal karena merasa di remeh kan "Apa maksud nya kau tersenyum seperti itu?" menatap tajam.
Hanya diam namun sorotan mata nya yang penuh arti itu, Raya menampar pipi kecil nya itu beberapa kali.
plakk...plakk...plakk...plakk
Menahan rasa sakit di pipi nya dia tetap diam tak melawan, dia masih mampu menahan air mata nya agar tidak menangis di hadapan Raya.
Setelah beberapa tamparan menyakitkan itu, tiba-tiba Raya mendorong tubuh nya tepat mereka berdua berdiri di samping railing pagar jembatan.
"Jangan pernah kau tersenyum di hadapan ku, ingat kau hanya orang pencari muka yang tidak punya nilai baik dalam akademik.""Mengerti!" menarik kerah seragam nya.
"Apa alasan mu membenci ku seperti ini?" ucap nya dengan keru.
Tersenyum kecil melepaskan kerah nya. Raya mendekatkan mulutnya di telinga siswa perempuan itu, "Aku pribadi membenci kau tanpa alasan, hanya untuk bermain-main saja. Jikalau ku sedang bosan" jawab nya tersenyum masam.
"Kau lemah, bodoh dan sok pintar" sambung Raya menepuk-nepuk bahu. "Dan satu lagi, kau tidak pernah datang bersama orang tua, itu karena kau terlahir tanpa orang tua" mendengar jawaban itu kedua teman nya serontak ikut tertawa.
Menjatuhkan jaket tebal nya itu dan menginjak nya, "Ups sorry ya, tiba-tiba saja tangan ku gatal saat memegang jaket ini dan kaki ku yang tiba-tiba merasa dingin ingin menginjak nya agar lebih hangat hehe" kata nya dengan sedih yang di buat-buat.
"Ohh iya, hampir lupa",
"Jangan berharap kau akan menjadi atlet berikutnya, kau hanya akan tereliminasi" ujar Raya yang jarak nya sedikit jauh dari sebelumnya.
"Hanya aku yang akan menjadi perwakilan kota ini, dan bahkan negara ini pun akan aku wakili. Kau pantas di singkirkan karena kau tidak punya wali seperti ku" sambung nya tersenyum penuh kemenangan.
Mendengar itu perasaannya menjadi berantakan dan kecewa kepada kenyataan yang ada. Hanya karena satu orang yang sangat berkuasa, yaitu Raya Rodriguez Shandigrad adalah salah satu keturunan Shandigrad.
"I feel sorry for you, Raya" sahut nya tersenyum kecil.
"Apa maksud mu?".
"I feel so-ry for you, Raya" ulang nya masih dengan senyuman kecil itu.
Raya mendorong ke Railing pagar besi itu kembali. Menahan dengan kekuatan yang ada, namun Raya terus mendorong nya, lalu dengan amarah nya itu Raya. Membenturkan kepalanya dengan sengaja.
BLAK...
Kedua teman nya terkejut saling menatap.
"A-a-a-a" sakit nya, memegangi kepala.
"Kepala nya berdarah" gumam salah satu teman nya.
"Dasar jalang, tidak punya orang tua, akan ku buat hidup kau menderita selama nya" terkanya,
"I fell sorry for you, Raya" ucapan nya tetap sama tidak mengkhawatirkan tubuh nya.
Raya semakin kejam medorong terus, tidak disadari Raya sudah mendorongnya hampir jatuh kebawah sungai.
"RAYA" panggil kedua teman nya.
Raya terdiam dengan nafas tersengal melihat seseorang yang dilumuri darah di bagian kepala dan bagian wajah yaitu sudut bibir, mata dan hidung karena ulah nya dan kedua temannya.
Menghampiri Raya "Bagaimana ini?" ujar teman nya yang khawatir.
"Iya Raya bagaimana ini?"
"Jangan banyak bertanya, biarkan dia seperti itu" jawab dingin Raya, pergi meninggalkan kedua teman nya.
"Tapi-" ucap nya terjeda,
"Ya sudah kita pergi saja" ajak teman nya yang menginjak jaket.
Bertahan agar tidak jatuh kedalam sungai dia mencengkram keras salah satu besi yang ada di sekitarnya. Kedua tangan mungil itu menahan tubuh yang sudah lemas dan menggigil karena musim dingin.
Mereka bertiga pergi meninggalkan seorang gadis seusianya yang sedang bertahan hidup di bawah sana.
"TOLONG" suara nya masih terdengar kencang, namun darah yang terus mengalir membuat nya menjadi semakin lemas.
"Tolong" suara mengecil
"Tolong"
"Tolong"
Cukup lama dia bertahan dengan kedua tangannya. Melihat air sungai begitu indah itu membuat nya mengiklhaskan hidupnya. Mengingat semua penderitaan yang di alami membuat tekad nya bulat.
Tidak ada satu orang pun yang mendengar ucapan pertolongan nya...
Tidak ada satu orang pun mendengarkan keluh kesah hidupnya...
Dan tidak ada yang mencarinya selarut ini...Kedua mata indah nya, perlahan memejam, kedua tangan melepaskan besi itu dengan mudah. Tidak terbendung lagi dia meneteskan air mata nya.
Byurrr...
Kini air sungai melahap tubuh nya. Keheningan yang dirasakan, telinga terasa berdengung.
Tawa mereka sudah tidak terdengar lagi. Tubuh nya tenggelam, tetapi dia masih merasakan bahwa dirinya sedang berdiri disemua penderitaan yang dialami.Sampai kapan ini berakhir?
Apakah ini adalah akhir?
Tidak mungkin.
Mereka hanya menganggap ku,
Lemah dan tak berdaya.
Namun semua berhak mendapat
Adilnya sendiri, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
B A L A N C E D
Teen Fiction'Hallo' 'Bantu follow dan vote ya teman-teman, semoga kalian suka dengan cerita ini' Cerita ini mengandung banyak kata-kata kasar dan kekerasan fisik. *** Mengingat semua penindasan bukanlah ingatan yang baik. Munafik bagi seorang korban yang mengat...