“Unhappiness. There are all kinds of unhappy people in the world. I suppose it would be no exaggeration to say that the world is composed entirely of unhappy people.”
—Osamu Dazai—Mulut Ryohei masih menganga. Sekali lagi dia mengulangi pertanyaan Jiro—memastikan kalau yang didengar telinganya memang benar. “Apa katamu? Jatuh cinta pada pelacur?”
Tanpa segan Jiro mengangguk. Ia masih membenahi buku-buku yang dibacanya. Memang tidak ada perpustakaan yang punya koleksi selengkap Tokyo Imperial University. Fakta itu sedikit membuat pikiran Jiro terdistraksi.
“Enam tahun lalu, aku bertemu dengan seorang pelacur Chosen di Ginza. Kupikir dia sudah meninggal. Ciri-ciri perempuan yang kau sebutkan mengingatkanku padanya,” jelas Jiro singkat namun jelas.
“Kau bukan hanya jatuh cinta pada pelacur, tapi pada wanita Chosen juga? Bung, kau bertemu dengan banyak wanita cantik di Jerman! Bagaimana bisa kau masih mencintai pelacur Chosen yang kau temui selama kurang dari satu jam di Ginza?! Dan kau bahkan tidak memakainya! Kau hanya menyelamatkannya!” Ryohei menggerutu sambil menjambak rambut yang tumbuh sangat lebat di kepalanya. “Jadi apa permintaanmu tadi? Maaf aku agak dramatis. Aku hanya sedikit terkejut. Itu saja.”
“Apa ada pria bangsawan yang menikahi seorang wanita Chosen selama beberapa tahun terakhir ini? Aku bertanya padamu karena kau selalu menemukan banyak informasi terlarang. Kau bahkan tahu kalau ayahku itu orang Chosen,” kata Jiro dengan ketenangan yang menghanyutkan.
“Jiro, ayahmu adalah Chosen yang luar biasa. Jika bukan karena beliau, aku pasti tidak akan punya pandangan baik sedikitpun pada mereka. Aku mengasihani mereka. Tapi agak sulit bagiku kalau harus menjadikan wanita Chosen, tidak peduli secantik apapun wajahnya, sebagai istriku. Kurasa selera orang memang berbeda-beda. Aku senang karena tidak harus bersaing denganmu dalam hal ini,” ucap Ryohei panjang lebar. Dia tidak langsung memberikan jawaban yang Jiro minta. Sama seperti sahabatnya, Ryohei juga sangat mudah terdistraksi. Lalu setelah agak tenang, Ryohei baru mengatakan, “Memang benar kalau malam itu ada seorang pelacur Chosen yang meninggal. Tapi karena kau sedang terburu-buru dan karena aku sedih akan ditinggal olehmu, aku jadi lupa menyampaikan berita paling penting malam itu. Tuan Muda Furoda menikahi seorang wanita Chosen—kurasa ini terjadi di minggu yang sama dengan meninggalnya pelacur itu. Identitas perempuan itu tidak diketahui khalayak; hanya orang dalam saja yang tahu. Meskipun istri Tuan Muda Furoda itu seorang pelacur dan Chosen juga, tapi dia punya paras yang sangat cantik dan pandai menyesuaikan diri. Kalau kau bertemu dengannya sekali lagi, kau bukan saja akan jatuh cinta, tapi terjerembab dan terkubur dalam pesonanya. Jadi jangan temui dia lagi dan fokus saja membuat pesawat.”
Ucapan Ryohei tak pelak membuat Jiro tertawa. Ia setuju dengan saran temannya. Bagi Jiro, setidaknya untuk sekarang, membuat pesawat mungkin jauh lebih baik ketimbang harus menyusuri jejak cinta lama yang bahkan baru disadarinya selama satu minggu terakhir. Jiro menyandarkan punggung ke kursi—lalu menutup wajah dengan buku untuk menyembunyikan senyum yang perlahan terukir hanya karena mengingat sorot mata wanita itu.
Hana. Nona Hana. Jiro menggumamkan nama itu. Begitu pelan. Bahkan nyaris menyerupai bisikan. Seolah jika ia mengucapkannya terlalu keras, si pemilik nama akan terluka, akan melebur seperti debu.
Di sudut lain perpustakaan, Ryohei masih duduk sambil mengamati sahabatnya lamat-lamat. Dari gesturnya, ia bisa menebak jika Jiro memang sedang jatuh cinta. Tapi dia tidak mau sahabatnya terlibat apalagi terjebak dalam cinta yang akan menjeratnya pada kenestapaan. Oleh sebab itu, kendati tahu jika Tuan Muda Furoda sedang sekarat dan istrinya yang masih muda akan menjadi janda, Ryohei memilih untuk bungkam. Jiro tidak akan diberitahu—bahkan jika bisa tidak boleh sampai tahu. Jiro yang cemerlang seharusnya menikah dengan wanita yang bukan hanya cantik tapi juga punya kehormatan tak terbantahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
With a Broken Lie
Fanfiction[ON GOING] The encounter of Jiro Takahashi with a young prostitute from Chosen in front of a bar in Ginza, had left him with profound memories. Six years later, they reunited in Asakusa. Would love to grow between two people who perceive each other...