Chapter 4

250 41 19
                                    

“I can give myself to her. In her dreams whispering her own poems. In her ear as she sleeps beside me.”
—Akiko Yosano—

Ini adalah pemakaman pertama yang Hana hadiri. Ketika masih tinggal di Pyeongyang, orang tuanya akan meminta Hana untuk tetap tinggal di rumah. Ia pun tidak pernah menanyakan alasannya. Sebab secara pribadi, Hana memang tidak suka suasana yang kelam dan kesedihan. Selain itu, dia juga memang tidak pernah benar-benar menyaksikan secara langsung bagaimana seseorang meregang nyawa.

Pengalaman pertamanya adalah malam itu; ketika seluruh anggota keluarganya dibantai tanpa sisa dan dirinya dibawa ke Jepang secara paksa. Bahkan ia tidak tahu bagaimana atau di mana orang tuanya dimakamkan. Mungkin mayat mereka dibuang; atau dibiarkan membusuk. Bagi Jepang, orang-orang Chosen itu tak ubahnya ternak yang hanya digunakan untuk menyokong keberlangsungan hidup mereka saja. Pria akan dikirim ke medan perang dan wanita akan dijadikan sebagai pelacur bahkan budak seks para tentara. Lalu orang-orang yang masih tinggal di Chosen akan disuruh bekerja—fungsi mereka adalah untuk memasok makanan. Jepang akan mengajarkan orang-orang Chosen supaya mereka tahu bagaimana caranya mengelola tanah pertanian. Mereka membuat orang-orang Chosen berpikir; tapi tanpa segan mereka akan membunuh jika para Chosen itu memberontak.

Hana pernah berpikir kematian bukanlah hal yang menyeramkan. Faktanya, dia berharap bisa mati setiap kali pria-pria itu menjamah tubuhnya tanpa ampun. Dia mencoba untuk mengakhiri hidupnya berulang kali, sebab itu lebih baik ketimbang harus melayani para pria bermoral rapuh yang menyembunyikan masalahya di balik pintu rumah bordil yang terkutuk. Tapi sekarang situasinya berbeda. Naoki memintanya untuk tetap hidup; dan dia juga memiliki sedikit keinginan untuk mengenal Jiro secara layak. Tapi itu hanya sebuah keinginan kecil. Hana mungkin tidak bisa melakukannya sama sekali karena ia harus melindungi apa yang Naoki sayangi.

Sepeninggal pria itu, beberapa anggota keluarganya bergerombol datang dan secara terang-terangan mengusir Hana dari rumah mereka. Padahal ketika Naoki masih hidup, mereka bahkan tidak pernah menanyakan kondisinya barang sekalipun. Mereka takut tertular. Bahkan ibunya hampir tidak pernah datang karena merasa malu. Bagi wanita tua itu, Naoki tak ubahnya aib yang mencoreng nama baik keluarga karena telah secara sadar menikahi seorang pelacur. Itu bukan tindakan terhormat. Keputusannya sangat gegabah dan tidak mencerminkan watak bangsawan sama sekali. Mungkin mereka benar. Sebab jika definisi bangsawan itu adalah orang-orang yang berlaku seperti mereka, maka Naoki tidak termasuk karena dia terlalu baik.

Tapi di antara banyaknya orang yang berusaha menyingkirkan dirinya saat ini, ada satu orang yang membuat Hana bergeming bahkan nyaris menggigil. Tatapannya beradu dengan sepasang mata gelap milik Kazuki Haneda. Kedua tangan yang menggantung di samping tubuhnya mengepal dengan kuat—seolah dirinya berusaha berpegang pada tali tak kasat mata. Ketika mendiang suaminya masih ada untuk melindungi Hana, pria ini bahkan tak berani memunculkan batang hidungnya. Naoki memang terkesan diasingkan, tapi dia tetap putra kesanyangan Tuan Furoda. Tidak ada yang berubah dengan hal tersebut.

Sedangkan bagi Tuan Furoda, Kazuki hanya anak yang kelahirannya tidak diharapkan sama sekali. Ia tidak sengaja hadir lewat hubungan terlarang yang dia jalin dengan Yuki Haneda. Tuan Furoda mencintai Si Gadis Desa. Sehingga saat perempuan itu wafat karena demam tinggi, dia tetap membawa Kazuki yang saat itu masih berusia lima tahun. Tapi dia tidak menghabiskan waktu terlalu banyak dengannya. Tuan Furoda tetap lebih menyayangi anak-anak dari istri sahnya; bahkan dia meregistrasikan namanya sebagai Kazuki Haneda. Ia adalah seorang asing yang terjebak dan semakin tersesat di jalan gelap tanpa pertolongan. Orang-orang tidak mengenalnya sebagai salah satu putra keluarga jenderal yang terhormat; mereka mengenalnya sebagai Kazuki Haneda si pemimpin bisnis gelap yang menghasilkan banyak uang haram. Dan bagi Hana, pria yang berdiri di hadapannya saat ini adalah iblis yang merenggut kesuciannya tanpa belas kasih.

With a Broken LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang