22.

507 65 4
                                    

melihat Nabila yang berdiri tegak di dalam kamar nya membuat Siska mengeratkan kepalan tamgan nya, rasanya dia ingin sekali memotong kaki Nabila agar tidak bisa berjalan lagi.

kerakusan nya akan harta milik papa Nabila, membuat Siska dan Anggis gelap hati dan mata, apapun akan mereka lakukan demi menguasainya. termasuk menyiksa Nabila dengan kedua tangan mereka sendiri.

"ohh sudah bisa berdiri rupa nya" ucap Siska sembari bersidekap dada.

Nabila kaget, kepala nya menoleh ke arah sumber suara. jantungnya berdegub dengan kencang, takut sekali rasanya. Nabila takut jika dia akan di sakiti lebih parah lagi.

"kamu ngga akan bisa jalan Nabila" Siska mendorong tubuh kecil itu ke lantai "sampai kapan pun"

Siska berjalan keluar kamar Nabila, mengambil pecut yang baru saja di beli oleh Anggis semalam.

"kamu, tidak akan pernah tenang, sebelum harta Irwandi menjadi milik ku" bisik Siska tepat di telinga Nabila.

"a-ampun, aku mohon. jangan sakiti aku lagi" rengek Nabila.

"kalau kamu masih tetap ada di dunia ini, akan semakin lama aku menjadi kaya raya Nabila. kamu, adalah penghambat jalan ku" Siska menutar pecut itu dengan lembut ke wajah Nabila.

"janganh hiks aku mohon, jangan sakiti aku lagi tante. itu semua sakith hiks hiks"

~ctar~ Siska memecut lantai dengan leras.

"bagaimana suara nya Nabila? nyaring kan di telinga?"

Nabila semakin takut di buat nya, dia mengesot membawa tubuh nya ke belakang. semakin kebelakang, dan mepet pada sebuah meja yang menyimpan vas bunga di sana.

"jangan mundur dong hei, Anggis udah rela beli mahal mahal loh ini"

Siska terus melangkah maju, menyesuaikan ritme mundur Nabila. dan sekali lagi, Siska memecut lantai dengan keras dan kejam sebagai pemanasan.

"janganh tante hesk henghs hiks"

~ctar~
~brugh~

Nabila mundur dengan cepat, membuat meja yang ada di belakang nya tersenggol dan menjatuhkan vas bunga besar itu.

"aahhh awshh" darah, kepala nya mengeluarkan darah.

"mama mah, papa dateng mah" Anggis yang baru saja masuk ke dalam kamar Nabila merebut pecut yang ada di tangan mama nya, dan membuang nya ke kolong tempat tidur.

"hah? kok sudah pulang?" Siska kelimpengan dan bingung. dia segera duduk di sebelah Nabila dan merengkuh tubuh nya.

"jangan bilang apapun sama papa mu, kalau sampai? kamu tau sendiri akibat nya" ancam siska di samping telinga Nabila.

"ya Allah nak, kok bisa jatuh seperti ini sih?" Siska mulai mengeluarkan bakat acting nya saat mendengar langkah Irwandi mulai mendekat.

Anggis juga menyibukkan diri membersihkan pecahan vas bunga yang kini berserakan.

"aku ambilin obat ya Nab" Anggis berdiri, bertepatan dengan Irwandi yang baru saja masuk ke dalam kamar Nabila.

"papah" sapa Anggis ramag, dengan wajah sok terkejut nya.

"Nabila kenapa?" Irwandi dengan cepat menghampiri anak nya yang berada di dalam pelukan istrinya.

"Nabila jatuh mas hiks hiks, dia kejatuhan vas bunga" jelas Siska dengan ekspresi sedih tanpa air mata.

"astaga, ayo kita bawa ke rumah sakit" Irwandi hendak menggendong Nabila, namun di tahan oleh ucapan Anggis.

"pah, itu hanya luka kecil kok, kita obati di rumah saja ya. biar Anggis ambilin obat nya"

Irwandi menatap luka itu, memang hanya goresan kecil, tapi sudah mengeluarkan darah lumayan banyak.

"yasudah, tolong ambilkan obat nya ya nak" Anggis mengangguk sebagai jawaban, lalu keluar dari kamar Nabila.

"mama kan sudah bilang sayang, kalau butuh apapun itu panggil mama" Siska mencium pelipis Nabila.

"sudah Sis, ini bukan salah kamu"

Irwandi mengangkat tubuh anak nya, dan membawa nya ke atas ranjang.

~aku takut pah, jangan pergi lagi~ ucap Nabila dalam hati nya.

Tanah DinginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang