Kamu akan selalu jadi bagian favoritku.
Dalam kisahku atau dalam deretan nada partitur-ku.
♫
Langkah kaki Anjani setengah berlari menuju ruang studio miliknya. Sengaja, Anjani sengaja berjalan cepat menuju studionya karena deretan not balok sudah penuh mengisi kepalanya seusai bertemu dengan pria titisan malaikat di kafe tadi. Gadis itu harus segera menekan tuts piano agar aransemen di otaknya tidak menghilang. Anjani berjalan melewati beberapa ruang instrumen musik lainnya, lalu ruang menari tradisional, kontemporer, modern dan balet. Pun dengan ruang melukis dan ruang seni tiga dimensi lainnya. Anjani akhirnya berlari lebih kencang saat ia lihat satu bayang perawakan dengan jas hitam yang sedang menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri, di depan ruangannya.
"Mister Yudhis!" Teriak gadis itu dari kejauhan.
Yang dipanggil menghela nafas lega, seolah bebannya luruh ketika melihat putri bungsu sahabat karibnya itu berlari mendekat dengan segelas minuman di tangan kanannya. "Darimana?" Pria paruh baya itu bertanya bahkan sebelum Anjani sampai di depannya.
Sampai di depan teman papahnya, bukannya menjawab Anjani justru segera menarik lengan pria tua itu ke dalam ruangannya. Lalu buru-buru meminta Mister Yudhis untuk duduk di salah satu kursi di sebelah pianonya. Lantas Anjani menuju piano miliknya, menyambar ballpoint di atas partitur dan menuliskan aransemen yang tadi tiba-tiba saja masuk ke otaknya saat bertemu Axelle.
"Mister Yudhis, hear this!"
Jemari Anjani menari indah di atas tuts piano, membawakan lantunan indah dari lagu yang ia pilih sendiri. Lagu yang awalnya ia ajukan secara asal saat Mister Yudhis bertanya Anjani ingin memainkan lagu apa di resitalnya. Dan lagu berjudul First Love dari Nikka Costa diajukan saat ia baru dua hari pindah ke kota kembang ini. Tepat ketika suasana hatinya sedang memburuk karena harus meninggalkan Jakarta dan puluhan teman-teman dekatnya sedari kecil.
Satu bait terakhir dari lagu kemudian menuju bait improvisasi yang Anjani garap seharian ini. Aransemen yang tiba-tiba saja jauh lebih indah dari sebelumnya, jauh dibayangan Mister Yudhis bahwa gadis berumur 23 tahun itu bisa memainkan lagu lawas dengan lebih indah. Mister Yudhis bahkan dibuat merinding semenjak tuts piano pertama sampai tuts terakhir ditekan.
Anjani menarik nafas, lalu menghembuskannya panjang bersamaan dengan matanya yang melihat jemarinya dengan berbinar. Gadis itu bahkan tidak percaya dengan apa yang barusan ia lakukan. Lagunya, jadi jauh lebih indah. Kepala Anjani menoleh ke kanan dan bertemu pandang dengan Mister Yudhis yang mengacungkan dua jempolnya.
Senyum milik dara cantik yang rambutnya sudah tergerai tak beraturan karena tadi berlarian, mengembang sempurna. Ia bahagia, sangat. Masih tidak menyangka bahwa melihat titisan dewa bernama Axelle bisa membuatnya mendapat inspirasi sehebat ini. Sudah diputuskan, Anjani harus mendapatkan Axelle agar otaknya bisa selalu berjalan karena mendapat asupan wajah yang menyegarkan otak!
☕︎
Tit... tit... tit... tit... ceklek.
Pintu berbahan baja itu terbuka setelah Axelle menekan beberapa tombol untuk membuka kunci apartemen. Pria itu lantas melepas sepatunya, menyimpannya di rak sepatu kemudian berjalan untuk duduk di sofa. Sejenak, ia pandang jendela di sebelah kanannya. Langit sudah mulai berwarna kemerahan, sore ini awan-awan terlihat amat cantik dilihat dari dalam sini. Juga matahari yang sudah berwarna orange dan mulai turun perlahan. Tidak terlewat, kawanan burung yang terbang kembali ke sarangnya juga tertangkap mata Axelle. Ah, hari ini cuaca di Bandung amat cerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVVEE LATTE | PARK SUNGHOON
Fanfiction"Kak Axelle ayo pacaran! "Nggak!" "Kak aku cantik, aku juga pintar. Ayo jadi pacarku!" "Nggak!" ♫ "Kalau Lo ngejalanin hubungan cuma karena alasan bodoh kaya gitu, mending nggak usah dimulai." "Gila ya, Lo?! Cewek mana yang nggak sakit hati kalau Lo...