☕︎ 6. Reuni

10 5 0
                                    

Dunia akan tetap bekerja sebagaimana mestinya,

meski dirimu sedang tidak baik-baik saja.

☕︎

Sudah pukul delapan malam, parkir basement Universitas Dharmawangsa sudah penuh dengan banyak kendaraan. Sejujurnya Axelle berkali-kali ragu untuk datang, mengacak lemari pakaian hanya untuk memilih apa yang akan ia kenakan. Juga berulang kali Axelle mendesah dan berakhir duduk di tepi ranjang karena tidak yakin akan datang.

Tapi pada akhirnya, lelaki itu bawa mobilnya menuju kampus tempat dimana ia menempuh pendidikan strata satunya. Memilih kemeja juga celana hitam, juga kacamata dengan frame kotak sebagai aksesoris. Tidak lupa lengan kirinya yang dilingkari jam tangan digital warna senada. Juga dengan sepatu pantofel kesukaannya, ujungnya Axelle sampai juga di parkiran yang terakhir ia datangi 3 tahun lalu.

Pria itu menutup pintu mobil, kemudian tekan tombol di kunci mobilnya. Lantas berjalan pelan ke arah lift di ujung parkiran. Keluar dari lift, Axelle berjalan amat perlahan sambil matanya pandang ke sekeliling. Sesekali gores tembok dengan ujung jari kemudian mengetuknya pelan. Sampai di area taman, Axelle berjongkok sebentar. Dahinya berkerut ketika lihat ada satu area dengan rumput yang mengering. Juga bunga-bunga di pot yang terlihat layu buat alis Axelle menyatu.

Axelle berhenti mengamati sekitar saat jamnya menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Sudah cukup baginya untuk berkeliling. Saatnya ia masuk ke aula tempat reuni akan diadakan.

Benar saja, sudah riuh sekumpulan orang di dalam sana saat Axelle masuk. Dengan gaya pakaian yang tentu saja, setidaknya menunjukkan apa pekerjaan mereka sekarang. Lagi lagi Axelle ragu untuk masuk lebih dalam, tapi satu tepukan dibahunya buat dadanya sedikit mengembang.

"Masuk, gih. Sudah banyak yang sadar kalau Lo datang."

Sudut kanan bibir Axelle ia tarik seusai mendengar penuturan Rangga di sebelahnya. Entah kapan anak itu datang, tapi beberapa saat tadi Axelle yakin dirinya masih sendirian mematung di depan pintu. Dan nyatanya, Rangga tidak berbohong atas ucapannya.

"Axelle datang, Axelle datang!"

"Gila itu bocah sibuk apa ya sekarang?"

"Makin tua makin ganteng saja!"

"Baru mau datang dia padahal kita udah bikin reuni berkali-kali."

"Sibuk lah, yakali seorang Axelle Dharmawangsa nggak punya kesibukan."

Gumaman, lirihan, bisikan dan pujian seperti air mengalir di sungai tiap kali pria itu berjalan dengan Rangga di belakang. Langkahnya tegap menuju satu meja yang hanya berisi dua orang. Hanya ada Dayzen dan Diandra, dua sejoli yang malam ini mengenakan pakaian berwarna senada.

"Gue telat banget, ya?" Ucap Axelle sesampainya dia di meja tujuannya, lantas tarik satu kursi untuk ia duduki.

Diandra memicingkan matanya saat Axelle sudah duduk, "acaranya sudah mulai dari jam tujuh Axelle, ini tinggal makan-makannya saja. Lo memang nggak niat datang, ya?"

Di sebelah Diandra, tunangannya yang senantiasa elus punggung tangan Diandra ikut menambahi, "cuma absen muka doang kan, Lo?"

Axelle tersenyum mendengar penuturan Dayzen. Memang tidak salah, dia datang hanya untuk menyetor wajahnya yang sudah lama tidak datang. Hanya sekedar mengingatkan ratusan mahasiswa disini bahwa mereka pernah punya teman bernama Axelle.

"Gue kira malah Lo nggak bakal datang kayak tahun-tahun sebelumnya," Rangga berucap sebelum menyesap kopi hitamnya.

"Kafe aman? Udah lama gue nggak kesana." Dayzen berujar sambil suapkan satu sendok kecil berisi kue coklat ke mulut Diandra.

LOVVEE LATTE | PARK SUNGHOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang