Hanya pangkatmu yang tinggi bukan berarti anda ahli
Cherly Slovakia Lyly
🥀🥀🥀
Di pagi yang cerah ini Lyly susah siap dengan seragam sekolahnya, dia menatap dirinya dari pantulan cermin. Saat sudah merasa tak ada yang kurang darinya, ia melangkah menuju ruang makan.
Langkah kakinya berhenti saat melihat anggota keluarganya yang sangat harmonis di sana, selain dirinya dan juga papanya. Ada mama bahkan abang dan adik sedang bercanda ria di pagi hari ini.
Karena tidak mau sakit melihat pemandangan itu, Lyly langsung pergi menuju sekolah. Sesampainya di sekolah, ternyata sudah banyak murid yang berdatangan.
Dengan langkah santai dia menuju kelasnya. Mendudukkan diri senyaman mungkin ditempat duduknya di kelas.
"Lihat deh penampilan Lyly, abal-abal banget ya? Kayak gak tau make up aja," bisik salah satu siswi ke temannya. Mereka menatap Lyly dengan pandangan rendah.
"Gak tau tuh kayak gak pernah diurus aja, eh lupa dia kan miskin." Tawa mereka menggelar menganggap ucapan itu sebagai lelucon yang lucu bagi mereka.
Lyly tidak melarang mereka mengatakan apapun tentang dirinya. Dia hanya sibuk dengan handphonenya, buat apa mengurusi orang yang tidak tau apa yang terjadi dengan kita?
Mereka hanya membaca pada sudut pandang mereka tanpa ingin mengetahui sudut pandang yang lain. Tapi siapa sudut pandang itu? Tak ada.
"Woi, miskin," panggil siswi dengan rambut yang berwarna. Lyly hanya mendongak menatap dingin siswi itu.
"Sana lo ke kantin, beliin gue makanan," suruh siswi itu beserta teman temannya.
"Gue bukan babu lo!" ujar Lyly kasar membuang uang yang diberi oleh siswi itu.
"Lo udah berani ternyata? Ayo beliin gue, manis," balas siswi itu.
"Gue bukan babu Lo! Berapa kali gue bilang gue bukan babu Lo!" ujar Lyly marah.
"Jangan karena pangkat lo lebih tinggi dari gue, lo bisa nyuruh gue seenak jidat lo? Lo biasa perlakukan manusia dengan baik gak?" tanya Lyly lagi matanya mulai memerah akibat marah.
Siswi itu dan teman temannya mundur dan tak menghadapi Lyly lagi. Mereka lebih baik menghindar daripada akan dapat masalah lagi.
Guru yang mengajar telah masuk memberikan materi yang membuat Lyly semakin pusing. Tak terasa bel istirahat telah berbunyi dengan cepat Lyly berjalan menuju kantin, memesan makanan yang ingin dia makan.
Gadis itu makan dengan lahap membuat dia menjadi pusat perhatian apalagi siswi yang tadi mengganggunya dikelas kini kembali dihadapannya.
"Enak banget ya Lo makan," ujar Liana, siswi yang menganggu Lyly tadi.
"Lo enak makan disini, lo kira gampang apa lo bisa hidup tenang gak akan!" Liana membuang kuah bakso yang panas kepada kepala Lyly.
Sontak semua murid terkejut dan juga merasa ngeri akan kejadian itu. Lyly menatap Liana dengan mata yang cukup tajam. "Apakah permainan lo telah selesai?" tanya Lyly menyeringai.
Tanpa aba aba ia juga menuangkan kuah baksonya pada kepala Liana. "Gimana? Enak?" tanya Lyly lagi menatap kondisi Liana yang sudah seperti dirinya saat ini.
Liana mengeluh dan cepat berlari menuju UKS. Setelah itu Lyly juga pergi ke toilet untuk membersihkan dirinya.
"Apakah hidup tenang itu susah? Kenapa sih harus gini?" tanya Lyly pada dirinya dipantulan cermin toilet.
Dia mengacak kasar rambutnya yang kini basah. "Sesusah itu kah? Anjing."
Dirinya hancur, dengan sengaja Lyly melukai dirinya dari cutter yang selalu ia bawa. Melukai lengannya yang tidak punya salah apa apa. Bahkan memukul tembok yang juga hanya diam tanpa tau apa yang terjadi dengan gadis itu.
"Dia bahkan bukan ahli tapi seenggaknya melakukan perundangan," ujar Lyly lagi dengan napas yang tak teratur.
Setelah ini pasti Lyly akan mendapatkan masalah. Entah dari sekolah ataupun keluarga?
Sepertinya dia memang ditakdirkan untuk menyelesaikan semuanya sendiri.
Jika begitu, Lyly harus bersemangat menjalani hidup bukan? Beri dia semangat kalau begitu, jangan biarkan Lyly merasa sendiri dibenaknya yang gelap itu.
🥀🥀🥀
'Plakk'
'Plakk'
Tangan besar menyapa pipi mulus dan putih Lyly. "Kamu punya otak gak sih? Hah!? Bisa bisanya kamu lukai teman kamu sendiri, kamu masih punya otak kan?" tanya Venia memandang marah Lyly.
Bahkan ibu tiga anak itu tak segan segan menendang Lyly hingga hadis itu tersungkur.
"Iya, Lyly gak punya otak. Sejak kapan Lyly punya otak? Gak pernah kan? Bahkan mama aja gak pernah ajarin aku tentang apapun, terus mama nanya aku dimana otak aku? Seriously, Mom?" Lyly berbicara dengan nada menantang, tak ada ketakutan dalam nada bicaranya.
'PLAKK'
'PLAKK'
Tamparan kembali menyapa pipi Lyly, tetapi kali ini lebih keras dari tadi. "Dasar gak punya sopan santun, buat apa kamu sekolah kalau perilaku kamu begini hah!? Percuma saja, buang-buang uang," ujar Venia lalu meninggalkan Lyly yang masih menatap Mamanya.
"Cih!" Lyly mendecih pelan dan langsung menuju kamarnya, tak lupa memberikan lirikan sinis kepada adiknya yang lewat disampingnya.
"Galak Lo!" cibir Vella, adik dari Lyly.
"Diam Lo!"
"Jadi manusia kok caper banget sampai buat masalah, biar diperhatiin ya?" ujar Vella sambil terkekeh sinis. Menertawakan diri Lyly sekarang.
"Bacot lo! Si paling gak pernah caper," balas Lyly, setelah itu menuju kamarnya dengan langkah yang marah. Dia sungguh kesal dengan apa yang terjadi hari ini.
Gadis itu kembali menatap pantulan dirinya melalui cermin, menatap semua seluruh badannya dengan tatapan yang sulit diartikan.
🥀🥀🥀
KAMU SEDANG MEMBACA
Karya Penghuni TMOT Devisi Star
RandomThe Moon Our Together adalah grup kepenulisan berjadwal dengan dua devisi.