Prolog

68 2 0
                                    

Sebilah besi setajam belati menari-nari, mengalun mengikuti melodi kematian. Menghujam, menikam membabi buta. Jerit pilu menggema sampai ke setiap sudut ruangan. Namun tangan sosok biadab itu tak berhenti menarikan tarian mautnya. Merenggut setiap nyawa yang bisa dihabisinya. Seolah jeritan-jeritan yang melolong mengharapkan pertolongan itu hanya angin lalu baginya.

"Aaaaaaaaaaaa...!!! Berhenti! Jangan lakukan! Jangaaa-"

Jleb.

Darah segar menciprati wajah dingin sosok itu. Matanya menatap dengan tatapan kosong ke arah sosok tak berdosa yang baru saja dibunuhnya. Ah, tidak. Bukan, bukan dibunuh. Dibantai lebih tepatnya.

Di sana, tergeletak sosok-sosok lain yang tak bergerak. Membeku. Bermandikan darah.

"A, apa yang kau lakukan?! Di, dia temanmu kan??? Dia sahabatmu! Ke, kenapa kau tega melakukan semua ini?!", jerit seorang gadis yang menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri adegan sadis yang baru saja terjadi. Gadis itu tampak mengerikan. Rambutnya awut-awutan dengan wajah berlumuran darah bercampur air mata. Ketakutan yang amat sangat terpancar dari matanya. "Kau... BINATANG!!!" umpatnya dengan rahang mengeras.

Hening.

Sosok tak berperikemanusiaan itu hanya diam mematung. Matanya hampa. Detik-detik berlalu. Ditatapnya gadis itu nyaris tanpa ekspresi. Kemudian dengan tanpa perasaan, perlahan, dia tarik besi yang menancap di tubuh mayat yang ada di hadapannya. Darah kembali muncrat mengotori wajahnya.

Gadis itu memekik tertahan menyaksikan kebiadaban sosok di hadapannya. Kedua tangannya yang kosong hanya bisa menutupi mulutnya yang menganga, berusaha tidak mempercayai apa yang dilihatnya. "Kau... kau benar-benar binatang!" kali ini jeritan gadis itu pecah menjadi tangisan penuh keputusasaan. Namun tangisnya berhenti sekejap saat matanya menangkap sosok kejam itu melangkah mendekatinya.

"Ti, tidak... Jangan. Hentikan! Jangan lakukan ini! Aku mohon...," ratap gadis itu seraya terseok-seok berusaha menjauh dari jangkauan sosok brengsek itu. "Se, seharusnya... kau tidak boleh melakukan ini...," lagi-lagi air mata mengalir menuruni pipinya. "Kau tau? Kau pasti akan menyesal! Dimana kau taruh hatimu sampai kau bisa melakukan perbuatan sekeji ini?!" pekiknya dengan suara yang parau. Sosok itu tersentak. Dia berhenti melangkah. Membiarkan suasana hening sejenak.

"Hati? Hati kau bilang?" sosok itu mendengus seraya menyunggingkan senyum iblisnya. Dan detik berikutnya, dia mengangkat tinggi-tinggi besi yang ada dalam genggamannya, lalu dengan sekuat tenaga ia lemparkan bagian yang setajam belati ke arah gadis itu.

JLEBB.

Tepat sasaran.

Gadis itu mati seketika di tempat, bahkan tanpa sempat mengedipkan matanya. Sosok itu lagi-lagi tak bergeming menyaksikan apa yang baru saja di perbuatnya. Kemudian, dia berbalik dan pergi meninggalkan tubuh-tubuh tak bernyawa di belakangnya dengan langkah ringan. Seolah tak pernah terjadi apapun disana. Sama sekali tak merasa bersalah, atau bahkan merasa berdosa. Seolah hatinya terbuat dari batu. Oh, atau mungkin dia memang tak punya hati?

***

Pandora [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang