"Pandora... aku menyukaimu," itulah ucapan yang terlontar dari mulut Sally setelah dua minggu lebih tidak bertemu Pandora. Dia begitu merindukan sosok Pandora, sampai-sampai tanpa sadar dia mengecup ujung bibir Pandora. Kemudian dia menunduk, tersipu malu. Tangannya sibuk memainkan selembar kertas yang sudah lecek. Dalam hati dia mengutuk hal bodoh yang baru saja dilakukannya.
Seperti biasa, Pandora hanya mematung dengan ekspresi batunya, tak bergeming mendengar setiap kata yang Sally ucapkan dan lakukan. Seolah kata-kata itu hanya bisikan angin lalu yang berhembus. Perlahan dia merogoh sesuatu dari dalam kantung celananya, namun tatapan matanya tak berkedip, memandang lurus ke mata Sally. Kemudian tanpa diduga, dia mendengus seraya memamerkan senyum ganjilnya dengan penuh kejengkelan.
"Bukankah aku sudah mengatakannya? Jangan dekat-dekat denganku. Atau kau akan menyesal," ujar Pandora, tak mengacuhkan ucapan Sally.
"Pandora, aku-"
Jleb.
Tiba-tiba Sally merasakan sesuatu yang sangat tajam-setajam belati-menusuk ke dalam perutnya. Rasanya sakit. Sakit sekali. Dan detik berikutnya, Sally menyadari apa yang sedang terjadi.
"Itu peringatanku yang terakhir," bisik Pandora di telinga Sally. Saat ini dia sedang memeluk tubuh Sally dengan tangan kanan memegang sebilah pisau yang tertancap di perut Sally.
"Pa, Pandora...," nafas Sally tersengal-sengal. Dia berusaha sekuat tenaga tidak mempercayai apa yang sedang terjadi. Berusaha menyangkal bahwa saat ini Pandora sedang berusaha membunuhnya. Tak terasa, sebutir air mata turun dari sudut matanya.
"Kau sendiri kan yang bilang? Kalau aku adalah Kotak Pandora. Kotak yang menyimpan rahasia yang tidak boleh dibuka. Salah sendiri, kenapa kau malah membukanya? Padahal aku sudah memberimu peringatan," Pandora masih berdiri di posisi yang sama. Tangannya yang kuat masih menggenggam pisau yang menyiksa Sally. Sally berpikir, mungkin dia akan mati kesakitan.
"Ke,ke knapa???" Sally tak sanggup berkata-kata.
"Kenapa? Kenapa kau bilang?" lagi-lagi Pandora mendengus. "Bukankah, kau tidak boleh membuka Kotak Pandora tanpa alasan yang jelas? Bukankah, hanya dikatakan 'rahasia'?" lalu terlihat senyum iblis Pandora mengembang di wajahnya.
Sally menangis sesegukan. Dia masih tak percaya orang yang sedang berbicara dengannya ini adalah Pandora."Bersyukurlah karena aku masih berbaik hati mengingatkanmu untuk menjauhiku," ujar Pandora seraya tersenyum kecut. Sally terhenyak. Mengingatkanku? Dahinya mengerut. Kemudian dia melepaskan pelukan Pandora agar dia bisa melihat wajah Pandora. Melihat ekspresi biadabnya itu. Lalu detik berikutnya, Sally menangkap apa yang dimaskud Pandora.
"Surat-surat misterius itu??? Kau???" ucap Sally tak percaya. Pandora kembali tersenyum.
"Ya. Aku yang mengirim semua surat-surat itu," Pandora kembali menunjukkan tatapan matanya yang beringas.
Sally menghela nafas dan menatap Pandora dengan mata berkaca-kaca. Dia merasakan cairan hangat mengalir dari perutnya yang masih tertancap pisau. Darahnya.
"Tenang saja, ini tidak akan lama. Aku akan membuatmu mati dengan cara yang cepat. Bahkan tanpa sempat membuatmu merasakan apapun," ujar Pandora dengan kejamnya. Sally hanya bisa menatap Pandora dengan matanya yang sendu. Sudah tidak ada harapankah? Tanyanya dalam hati. Lalu tiba-tiba, Sally tersenyum kecut, dia merasa hari ini Pandora lebih cerewet dari biasanya. Biasanya dia lebih suka diam dan tidak menjawab pertanyaanya. Alih-alih bukannya rasa benci yang timbul dari dalam hati Sally, malah dia mengangkat tangan kanannya yang berlumuran darah, yang sejak tadi ia gunakan untuk menahan rasa sakit di perutnya, mengangkatnya perlahan dan menyentuh pipi Pandora. Kemudian Sally tersenyum. Pandora tersentak. Matanya melebar penuh amarah bercampur bingung.
"Kalau kau memang Kotak Pandora, kau tau 'Hope' kan?" Sally menatap wajah Pandora yang agak kabur karena air matanya. "Pasti ada 'Hope' di dalam sana...," ujar Sally seraya menempelkan tangan kanannya ke dada Pandora.
Hening.
Rasa amarah yang amat sangat berkecamuk dalam dada Pandora. Dengan kasar, Pandora menyentakkan tangan Sally dan dengan tanpa perasaan dia menarik pisau yang tertancap di perut Sally.
"Aaaaarrggh!" Sally memekik. Dia memegangi perutnya yang terasa begitu sakit dan menyiksa. Rasa sakit itu menjalar sampai ke ubun-ubun. Darah segar membasahi hampir sebagian besar tubuh Sally. Dia tak bisa bertahan. Tak kan bisa jika dia kehilangan darah sebanyak ini. Namun detik berikutnya, Pandora sudah menerjang Sally tanpa sempat menghela nafas. Pisau itu kembali tertancap tepat di jantung Sally. Kemudian Sally jatuh tersungkur dan tak bergerak lagi.
"'Hope' kau bilang? Huh, menyusahkan saja," umpat Pandora seraya mencabut kembali pisaunya dari tubuh Sally. Sebelum benar-benar meninggalkan tubuh beku Sally, Pandora sempat menoleh dan berbisik. Bisikannya tak terdengar, teredam angin yang berhembus kencang, "Seharusnya kau tak membuka Kotak Pandora itu...."
Lalu Pandora berbalik dan meninggalkan tubuh Sally yang terbujur kaku di sana. Tanpa merasa bersalah, atau merasa berdosa sekalipun. Dan tanpa dia sadari, selembar kertas yang sejak tadi digenggam oleh gadis itu. Kertas kumal yang kini telah berlumuran darah. Kertas yang berisi kisah akhir Kotak Pandora.
"... Kemudian ia melihat kotak itu tidak benar-benar kosong. Di salah satu pojoknya ada serangga yang amat kecil, kecil seperti bintik. Namanya adalah Hope (harapan). Pandora mengambilnya dengan hati-hati dan memegangnya di telapak tangannya, dan serangga itu mengumpulkan kekuatannya. Kemudian Pandora meniupnya pelan-pelan ke udara. Hope terbang dengan aman, dan dari waktu ke waktu Hope mendarat pada setiap makhluk yang beruntung, memberikan harapan dan membantu mereka dalam permasalahannya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora [END]
Mystery / ThrillerApapun alasannya, jangan pernah membuka Kotak Pandora. Atau kalian akan menyesal... Copyright © 2013 by Sendiana Henry © All Rights Reserved