Partikel 4

19 1 0
                                    

"Aku sudah melakukan semua tugas yang kau berikan. Kupastikan seluruh anggota keluarga itu sudah mati. Sekarang apalagi?" Pandora menatap lelaki berjubah hitam dihadapannya dengan agak sengit. Asap cerutu membumbung tinggi memenuhi langit-langit ruangan itu.

"Ah, kenapa belakangan ini kau mengeluarkan ekspresi yang tak terduga?" tanyanya dengan senyum liciknya. "Kupikir kau es batu yang tidak punya ekspresi," ujarnya sarkatis.

Pandora tak menjawab. Dia hanya memandangi asap cerutu yang tak berhenti mengebul di sekeliling lelaki itu. Pikirannya terlalu sibuk memikirkan sosok gadis yang entah kenapa berputar-putar dalam benaknya. Gadis sok tau itu...

"Apa karena gadis itu?" tanya lelaki itu membuat Pandora terkesiap. Gadis itu? Apa maksudnya... gadis sok tau itu? Dari mana dia tau soal gadis itu? Dahi Pandora mengerut.

"Aku ingin kau membunuh lebih banyak lagi," ucap lelaki itu mengutarakan keinginannya, tak mempedulikan tatapan bingung Pandora. "Akan kubayar kau dua kali lipat," tambahnya.

Pandora mematung. Lagi-lagi benaknya penuh dengan bayangan gadis sok tau itu, lengkap dengan suara sumbangnya yang tak pernah bosan bertanya dan menasehatinya.

"Pandora... apa kau melakukan sesuatu yang buruk lagi?"

"Pandora... jangan lakukan lagi..."

Detak jantung Pandora memberontak. Matanya melebar dan rahangnya mengeras. Dia mendengar sendiri gigi gerahamnya saling beradu. Dia juga merasakan bulir-bulir keringat membasahi dahinya. Dia mengepal tangannya dengan sangat keras.

"Tidak bisa," jawab Pandora.

"Apa?" tanya lelaki itu tersentak, dia berhenti menghisap cerutunya.

"Aku tidak bisa melakukannya," terdengar nafas Pandora yang memburu. "Aku harus...."

***

Pandora [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang