Kehidupan Alya kembali ke rutinitas sehari-hari setelah penemuan buku harian kuno itu. Ditempatkannya buku itu di meja kerjanya di studio, di antara kanvas-kanvas yang setengah jadi dan cat warna-warni yang berserakan. Setiap kali dia melangkah ke studio, matanya tertuju pada buku harian itu, seolah menariknya dengan magnet tak terlihat. Keinginan untuk menyelami lebih dalam kisah Adrian dan Livia semakin memengaruhi hari-harinya.
Satu sore yang cerah, Alya memutuskan untuk mulai membaca surat-surat dalam buku harian itu dengan lebih teliti. Menyisir halaman demi halaman, dia memperhatikan bahwa setiap surat ditulis dengan gaya yang sangat romantis dan penuh dengan detail yang mendalam tentang perasaan dan harapan.
Surat pertama yang dia baca dimulai dengan "Kekasihku yang terkasih," dan ditulis pada 1 Februari 1972. Adrian menulis tentang bagaimana dia bertemu dengan Livia di sebuah taman kota, menggambarkan momen tersebut seolah-olah dia baru saja mengalaminya. Dalam surat-surat berikutnya, dia menuturkan perasaannya yang mendalam untuk Livia, keindahan dan kehangatan cinta mereka, dan ketidakpastian yang mulai menghampiri hubungan mereka.
Malam itu, Alya duduk di depan meja kerjanya, mata lelah namun penuh semangat. Di luar jendela, bintang-bintang bersinar terang, seolah mendukung pencariannya. Dia merasa seolah terhubung dengan masa lalu yang jauh, seolah Adrian dan Livia adalah teman dekat yang baru dia temui.
Pagi berikutnya, Alya memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut tentang Adrian dan Livia. Dengan buku harian di tangan, dia mengunjungi arsip kota yang terletak di pusat kota. Di sana, dia berharap menemukan informasi yang dapat membantunya mengungkap lebih banyak tentang pasangan yang kisah cintanya telah menawan hatinya.
Di arsip, Alya disambut oleh seorang pria tua yang duduk di meja depan. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Pak Surya, penjaga arsip yang ramah. Setelah mendengarkan penjelasan Alya tentang pencariannya, Pak Surya mengangguk penuh perhatian.
"Adrian dan Livia, ya? Saya pernah mendengar nama-nama itu. Mereka mungkin orang-orang dari masa lalu yang memiliki kisah menarik. Mari kita lihat apa yang bisa kita temukan," ujar Pak Surya, memimpin Alya ke bagian arsip yang lebih tua.
Alya mengikuti Pak Surya melalui lorong-lorong yang penuh dengan dokumen-dokumen berdebu. Mereka berhenti di rak-rak yang dipenuhi dengan kotak-kotak arsip dari tahun-tahun 1970-an. Pak Surya membantu Alya mencari dokumen-dokumen yang relevan, dan dalam waktu singkat, mereka menemukan beberapa berkas yang mungkin terkait dengan Adrian dan Livia.
Dengan penuh harapan, Alya membuka berkas-berkas itu satu per satu. Di antara catatan-catatan dan formulir-formulir lama, dia menemukan artikel koran yang menyebutkan nama Adrian dan Livia, bersama dengan foto-foto mereka. Alya merasakan kegembiraan saat melihat wajah-wajah mereka, wajah-wajah yang selama ini hanya dia kenal dari surat-surat dalam buku harian.
Alya pulang dengan beberapa salinan dokumen dan foto di tangannya, merasa lebih dekat dengan kisah yang sedang dia telusuri. Dia tahu bahwa ini baru awal dari perjalanan panjang, namun dia merasa lebih termotivasi dari sebelumnya. Raka, seorang arsitek yang tak dikenal dalam hidupnya, terlintas dalam pikirannya—ia ingat bahwa dia pernah melihat nama Raka di daftar kontak yang ada dalam buku harian. Apakah dia akan dapat membantu dalam pencarian ini?
Alya menghabiskan malamnya meneliti berkas-berkas dan foto-foto yang dia bawa pulang dari arsip. Lampu meja menyinari ruang kerjanya, menciptakan bayangan-bayangan yang memanjang di dinding saat dia menelaah dokumen-dokumen yang telah ditemukan. Setiap potongan informasi memberikan sedikit petunjuk tentang kehidupan Adrian dan Livia, tetapi banyak yang masih tersembunyi di balik lapisan misteri.
Foto-foto yang ditemukan memperlihatkan pasangan itu dalam berbagai momen bahagia—dari acara sosial hingga jalan-jalan santai di taman. Namun, ada satu foto yang menonjol: sebuah gambar hitam-putih Adrian dan Livia berdiri di depan sebuah bangunan tua, tersenyum dengan latar belakang yang samar. Di bagian belakang foto, tertulis tanggal yang sama dengan surat terakhir dalam buku harian—tanggal yang sama saat surat terakhir ditulis sebelum kisah mereka tampaknya terputus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Goresan Waktu
ContoAlya, seorang seniman muda dengan masa lalu yang rumit, menemukan kedamaian dalam melukis. Kehidupannya yang sepi berubah ketika ia menemukan sebuah buku harian kuno di pasar loak, berisi surat-surat cinta yang tidak pernah terkirim. Surat-surat ter...