"Seserius apa pun pekerjaanmu, jangan lupa untuk bercanda, agar hidupmu tidak terlihat sangat serius dimata orang lain"
-Raki Damian Argantara>^<
Raki saat ini sedang bersama salah satu bawahnnya di koridor markas. "Lo ngasih novel yang bener dikit dong!" Raki memberikan novel yang dia pinjam ke bawahannya itu.
"Lah? Ini bener bos, kan bos mintanya yang happy end. Ini kan happy end bos novelnya," balas pria yang bisa di bilang bawahan Raki.
Mereka berdua sama-sama menyukai novel, jadi tak perlu di herankan jika pembicaraan keduanya adalah sebuah novel.
"Iya happy end! Tapi kasihan itu antagonisnya! Masa iya antagonis laki-lakinya harus mati gara-gara ngelindungin protagonis perempuannya! Kan gak adil!" jelas Raki, pria itu menggaruk kepala belakangnya dengan bingung.
"Ini maksudnya bos gimana sih? Gak paham saya bos," tanya pria itu.
Raki mendengus kesal, "maksud gue tuh kan antagonis laki-lakinya mati kan?" Pria itu mengangguk.
"Nah penyebab kematian antagonis laki-lakinya si protagonis laki-lakinya kan?" Pria itu mengangguk kembali.
"Nah, jadi! Itu gue kasihan sama antagonis laki-lakinya! Masa iya dia mati gara-gara ngelindungin si protagonis perempuannya! Dan napa juga si protagonis laki-lakinya ini gila banget sampai mau bunuh si protagonis perempuannya?! Katanya cinta tapi kok malah niat ngebunuh?! Kan gila gitu woy!" jelas Raki dengan sedikit emosi.
Bawahan Raki itu justru cengengesan. "Oalah, gitu toh bos? Saya kirain gimana maksudnya si bos, dan saya juga gak tau sama ini novel bos, soalnya asal beli terus saya bacanya cuma pas bagian dia-"
Plak
"Dialog?! Iya hah?! Dialog?! Makanya kalau baca tuh dengan sepenuh hati dan detail yang jelas!" Pria itu mengusap kepalanya yang di pukul oleh Raki.
"Y-ya maaf bos, lagian saya kan juga bukan penu-"
"Gue gak peduli lo penulisnya apa gak! Yang gue bilangin saat ini tuh tentang lo yang cuma baca dialognya aja!" potong Raki.
"Lo tu-"
"Raki! Kemana semua berkas yang ada di meja mu hah?!" Raki menoleh ke arah sumber suara, dia menelan ludah kasar kala melihat sahabatnya yang berstatus sebagai asistennya terlihat marah.
Apa mungkin karena dokumen yang Raki bakar untuk dia jadikan sebagai bahan api unggun kemarin ya?
"Em... saya pergi dulu bos," pria itu langsung berlari pergi setelah mengucapkan hal itu, Raki berganti menoleh ke bawahannya tersebut.
"Sial bet hari ini!" batin Raki dan langsung berlari.
Tapi percuma saja karena sahabatnya itu sudah melihat Raki, lalu mengejar Raki. "Woy balik! Lo kemanain semua dokumen yang ada di atas meja lo hah?!" Pria yang seumuran dengan Raki itu mengejar Raki dengan cepat, mungkin karena marah.
"Ya gue bakar lah! Lagian dokumen itu kagak guna juga! Kita itu udah kuat jadi gak usah nerima kerja sama lagi!" balas Raki.
"Bocah goblok! Terus lo mau dapet duit dari mana hah?! Dari planet pluto?!" marah orang itu.
Sahabat Raki terus mengejar Raki sampai tenaganya habis. Dia berhenti sebentar sebelum mengejar Raki kembali.
Raki yang merasa sudah tidak di kejar oleh sahabatnya pun menoleh sebentar ke belakang, dia sedikit senang saat sahabatnya terlihat sudah kehabisan tenaga. Namun Raki justru tidak sengaja menginjak tali sepetunya yang sepertinya lepas lalu...
Bruk
Saat akan terjatuh, kepala Raki lebih dahulu menabrak tembok yang ada di depannya dengan kuat, hal itu membuat dahi Raki langsung berdarah.
Sahabat Raki yang melihat kepala sahabatnya berdarah pun langsung menghampirinya.
"Raki!" jerit panik orang itu.
Raki justru tersenyum tipis melihat sahabatnya yang panik karena dirinya.
"Hehe, kayaknya gue bakalan mati nih, semoga gue transmigrasi aja deh, soalnya dosa gue masih banyak. Kan gak lucu entar di akhirat dia ngeliat gue di neraka terus nertawain gue," batin Raki sebelum pandangannya menjadi gelap.
***
Di sebuah kamar, terlihat seorang pemuda terbaring di atas kasurnya dengan pisau kecil di tangan kanannya, dan pergelangan tangan kirinya yang terlihat memiliki bekas sayatan yang mungkin saja baru.
"Ugh?" Pemuda itu terbangun dalam keadaan bingung.
Pemuda itu memegang kepalanya, dan secara perlahan mata pemuda itu terbuka menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam penglihatannya.
"Stts, gue masih hidup? Gue beneran transmigrasi?" Pemuda itu mengubah posisinya menjadi duduk, lalu melihat tangan kanannya yang memegang sebuah pisau kecil.
Jiwa pemuda itu telah di gantikan oleh Raki Damian Argantara, si ketua mafia yang mati karena masalah tali sepatu dan tembok.
"Lah? Udah pertengahan novel nih? Gak dari awal dulu? Perasaan kalau di novel transmigrasi itu pasti awal atau gak sebelum novelnya mulai deh, tapi kok ini pertengahan novel?" Pemuda itu membuang pisau kecil yang dia pegang ke sembarang arah.
"Ini juga napa nasib gue malah ke figuran yang bunuh diri anjer?! Kagak ada yang laen apa nih konsepnya!" Inilah alasan kenapa Raki mengatai figuran yang ia tempat saat ini sebagai figuran tampan tapi bodoh, ya singkatnya bodoh karena bunuh diri.
Raki berdiri dari duduknya ke arah cermin, dia penasaran pada wajah figuran ini karena di novelnya hanya di katakan jika figuran ini tampan.
Saat melihat wajah raga barunya Raki terlihat terkejut, "What?!" Raki terkejut karena....
>^<
Masih ada typo? Tandai!
Nama ku Seana dan nama lengkapnya Seana Azriella, kalian bisa panggil aku Sena ya >^<
Sena gak buat bagian novel yang di baca sama Raki soalnya gak ada pemikiran hehe :3
Sampai sini dulu bab 1 nya buat cerita baru yang ini >.<
Maaf jika ada kesalahan dalam kata atau ada kata yang menyinggung kalian...
Jangan lupa Vote, Komen, & Follow biar Sena makin semangat >.<
Tik Tok:@Seana_ajah_14
Instagram:@seana_ai07Link saluran ada di setiap akun.
881 Kata
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Ketua Mafia
Random[Hiatus] Katanya ketua mafia itu dingin ya? Tapi kok Raki, si ketua mafia satu ini justru gak dingin? Tidak ada sifat dingin di dalam seorang Raki Damian Argantara, yang ada tuh sifat atau sikap di luar nalar, aneh kan? Jika di tanya bagaimana Raki...