Semesta menghadirkan dia, untuk mencicipi pahit manisnya sebuah kehidupan. Dengan tubuh kurusnya yang babak belur di hajar pahitnya kenyataan. Dia di paksa agar terus berdiri menjulang, untuk menjadi pelindung bagi orang-orang tersayang.
Dia Karen...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jadi, Ren, yang memukuli kamu itu adalah bawahan ayah tiri kamu? Sampai se-parah itu? Dan bunda kamu cuma diam saja? Tutup telinga, padahal anaknya lagi dianiaya?" Sesak sekali Jaka rasakan dadanya saat ini. Bahkan Juwi yang duduk di sebelahnya sudah berulang kali mengusap air mata menggunakan tissue.
Juwi awalnya hanya datang untuk mengantar sesuatu. Namun begitu melihat rumah calon suaminya ramai, dan ternyata tamu itu adalah teman-teman Karen, Juwi berinisiatif untuk berkenalan dengan mereka. Tetapi siapa sangka, bahwa dia harus mendengar cerita menyakitkan seperti ini dari Karen. Anak itu bercerita pasal kehidupannya di rumah suami baru ibunya.
Tidak hanya Juwi, Kartina adalah yang merasakan sakit hati paling serius. Padahal Kartina sadar, bahwa dirinya bukan lah wanita yang melahirkan Karen. Tapi sebagai seorang ibu, Kartina merasa tindakan ibu kandung Karen sudah di luar batas. "Ibuk nggak pernah menyangka kalau kamu pernah melewati masa se-sulit itu ...," ucapnya sembari terisak.
Yang menjadi objek dari seluruh perhatian justru hanya tersenyum. "Semuanya 'kan udah berlalu, Buk. Aku nggak mau lagi pulang ke rumah itu. Kalau ada waktu, aku lebih baik nunggu Ayah keluar dari penjara aja."
"Ayah kamu di penjara?!" Fakta yang baru di dengar ini, membuat Jaka lebih merasa sesak lagi. Ada apa dengan kehidupan Karen sebenarnya? Mengapa semuanya terdengar menyakitkan?
"Iya," Sejenak, Karen melirik Dewa yang membuang muka. "Tiga tahun lalu, Ayah aku di penjara, Mas. Atas tuduhan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Waktu itu aku masih SMP kelas 3, yang sebentar lagi bakal ujian. Sebenernya dulu aku belum paham apa-apa, dan ikutan marah sama Ayah, karena aku pikir Ayah beneran mau jahatin Bunda. Tapi ternyata ...,"
"Ren?" Merasa jika anak di depannya ini ragu-ragu, Jaka memanggil. Takut bila Karen kembali mengingat trauma nya. "Kalau nggak sanggup, nggak pa-pa. Jangan di terusin."
Setelah menghela napas, Karen bersuara. "Ternyata semua ini rekayasa Bunda sama suami barunya, Mas. Waktu itu, Bunda diam-diam udah nikah siri sama Om Jordi. Bunda sama Om Jordi sengaja menjebak Ayah, supaya Bunda bisa cerai dari Ayah, dan nikah sama Om Jordi."
Karen ingat, ia dulu sempat membenci ayahnya. Bahkan tidak ingin bertemu selama setahun penuh, menjenguk ayahnya pun tidak. Tetapi begitu tahu fakta yang sebenarnya, Karen benar-benar merasa bersalah dan berdosa. Sudah hampir tiga tahun ini, ia hanya bisa bertemu ayahnya sebanyak 3 kali. Karena bunda selalu membatasi. Jika bunda tahu ia diam-diam menemui ayah, maka siap-siap saja, hukuman pasti menunggu nya.
"Tapi aku nggak pernah benci Bunda. Bagi aku, Bunda tetap seorang ibu yang udah berjasa melahirkan aku ke dunia ini. Pasti semua ini juga nggak mudah buat Bunda. Mas, Ibuk, Mbak Juwi, tolong jangan menyalahkan Bunda. Maafin Bunda, karena Bunda juga cuma manusia biasa. Bunda masih pertama kali jadi seorang ibu, maklum, masih banyak salah nya." ucap Karen penuh harap. Semoga tidak ada yang menyalahkan bunda lagi. Dunia ini sudah terlalu jahat pada bundanya.