10

71 16 2
                                    


Laura mematung di tempatnya tepat setelah Choi Mujin menyebutkan kode untuk membuka brankas milik pria itu. Rasa antusiasme yang menerpa Laura barusan menguap begitu saja. Kini berganti dengan kebingungan serta keraguan yang menyelimutinya.

Pardon me?

Wanita muda itu menoleh, “Aku sepertinya salah dengar barusan.” ucap Laura seraya menatap lekat Mujin.

Dia tersenyum canggung. Mujin dapat merasakan kalau Laura kini sedang kebingungan. “Aku sangat yakin telingamu masih berfungsi dengan baik.” Tukas Mujin sontak membuat kedua belah bibir Laura mengatup.

Sekarang uang 10 juta won tidak lagi menarik minat Laura. Wanita itu kini lebih penasaran dengan maksud ucapan Choi Mujin. Pria itu tahu tanggal hari kelulusannya saat sekolah menengah atas dulu. Itu menandakan Choi Mujin pernah bertemu dengannya di masa lalu. Saat Laura masih berada di kota kelahirannya.

Laura berjalan mendekati Mujin, pria itu terlihat sibuk mencari sesuatu di dalam saku jasnya. “Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Laura tanpa memudarkan ketajaman tatapan matanya.

Mujin menoleh pada wanita itu, dia tersenyum tipis. Senyum remeh yang membuat Laura makin penasaran. Sepertinya pria itu menyimpan kekecewaan karena dirinya tidak mampu mengingat pertemuan mereka. Laura mulai paham arti tatapan mata pria itu.

Kemudian Mujin memperlihatkan sebuah pita berwarna pink pastel pada Laura. Kedua mata wanita itu terbelalak, dia dengan cepat merebut pita itu.

Laura mengamatinya dengan seksama. Ada sulaman bunga persik di ujung pita itu. Dan Laura tidak salah mengenali kalau itu memang pita rambutnya.

“Ini milikku.” gumam Laura.

“Jawab dengan jujur, dari mana kamu dapat benda ini?” wanita itu meminta penjelasan pada pria yang saat ini masih menjadi satu-satunya di hadapan Laura.

“Kau menjatuhkannya. Dan aku memungutnya.” Mujin menjawab dengan datar.

Pria itu kemudian memeluk Laura, tindakan yang sukses membuat wanita itu terpaku. “Lihatlah, gadis Asing ini. Dia benar-benar berbeda dengan kita.” bisik Choi Mujin seketika menghantarkan rasa dingin menyergap tubuh Laura.

Dan ingatannya seketika terlempar ke masa itu. Hari kelulusannya, pembullian, serta kehancuran perekonomian keluarganya.

..

“Kau satu kampus dengan dia?”

“Bagus, dia pasti merasa istimewa karena visualnya berbeda dengan kita.”

“Kau harus berada di ujung, Laura. Wajahmu itu merusak harmonisasi sesi foto perpisahan ini.”

“Usaha ayahmu bangkrut, Laura?”

“Seharusnya kau tidak memaksakan diri untuk tetap kuliah di kampus mahal. Aigoo.. benar-benar tidak tahu diri.”

Laura melempar buket bunga pemberian kedua orang tuanya. Gadis itu menginjaknya kuat-kuat dengan rasa penuh amarah. Laura tidak marah pada kedua orang tuanya, ia hanya kesal pada dirinya sendiri. Karena sampai saat ini dia selalu membiarkan teman-teman sekelasnya merundung dirinya.

“Akhirnya aku bebas.” gadis itu berseru dengan penuh kepuasan. Padahal ini hari yang seharusnya menciptakan kesan haru bagi Laura. Namun ia tidak merasakan hal itu.

Barusan Laura telah melupakan perasaan marah dan kesal yang selama ini dirinya pendam selama tiga tahun ini. Kini ia tidak akan merasakan hal-hal tidak menyenangkan lagi. Di universitas yang akan dia tuju ada banyak orang seperti dirinya, jadi Laura merasa dirinya punya teman.

Prisoner Of Love [Choi Mujin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang