"Kak Rivan kemana sih. Ngeband kali ya?" ucap lesuh seorang pemuda manis yang berjongkok dibawah tiang lampu jalan. Mengumpulkan butiran kerikil untuk dijadikan mainan selagi menunggu seseorang datang menjemput.
Adelio Devano, kerap dipanggil Lio, Ade atau Dede. Remaja manis yang dipenuhi kehangatan serta cinta, penyebar ketenangan dengan segala afeksi yang selalu dia berikan. Namun juga ceroboh dalam satu waktu. Seperti sekarang, Lio meratapi kebodohannya karna kabur dari rumah dengan terburu-buru. Hanya berbekal nekat, beberapa setelan baju dan handphone tanpa charger maupun pengisi daya apapun. Lebih parahnya lagi Lio lupa membawa dompet dan alamat tempat tinggal Rivan.
"Kakakk~~ Lio laperrr Huwaaa!!" Lio merasa kesal, kedua tangan mengepal dengan kaki menginjak-injak trotoar.
"Ini dimana sih?! Hape ga guna! Gue beli mahal-mahal malah lowbat! Kakak!! Lio ga mau jadi gelandangann!!" oceh Lio dikeheningan malam. Lagi-lagi Lio menyesali kebodohannya yang pergi meninggalkan lelaki dijembatan, seharusnya dia meminta balas Budi pada orang itu. Minimal membantu mencarikan dia makanan, jujur Lio sangat lapar sekarang.
Dari kejauhan terlihat sorotan lampu dari kendaraan, Lio menegang saat matanya dengan jelas melihat dua orang mengendarai motor besar tengah menuju kearahnya.
"Ini apa lagi?!!" pekik Lio saat dua motor itu berhenti didekatnya. Pakaiannya mencurigakan, celana jeans sobek-sobek satu hanya memakai baju tanpa lengan berwarna putih satu lagi memakai jaket.
"Hai cantik, ikut kita yuk." ucap pengendara berbaju putih dibalik helm full facenya.
"Bundaaa Lio di begall tolong." Lio memberontak saat merasa kerah bajunya dicekal dengan kuat.
"Lepas TOLONG TOLONG KALO GA ADA ORANG SETAN JUGA GAPAPA! TOLONGIN GUEE!"
"Diem ini kakak!" ucap Rivan dengan nada kesalnya. Bagaimana tidak kesal, dia tengah merayakan kemenangan band-nya dengan makan seblak bersama Yuan tiba-tiba mendapat telpon jika adiknya kabur dari rumah.
"Kak Rivan ehehe✌️😁." Sapa Lio saat melihat Rivan membuka helmnya, ekspresi yang terlihat bodoh Dimata Rivan.
"Ngapain kabur sih?! Kalo kabur tu persiapan dulu, kalo ga tau mau kemana ya Lo bawa semua duit bunda atau papa Lo, terus beli rumah!" ucap Rivan dengan nada marahnya.
"Bunda galak kak, masa gue kena marah terus tiap hari. Kurus nanti gue kak •︵•." adu Lio pada Rivan.
Alasan sepele, Rivan tau disini letak kesalahannya ada pada Lio. Tak mungkin bunda marah tanpa alasan, terlebih Lio sendiri sangat nakal dan sering bolos ekskul dan les.
"Bodo amat! Nih duit buat Lo. Cabut yan, tinggalin aja ni gentong disini." ucap Rivan sambil memberikan uang ongkos pulang pada Lio.
"Ihhh kak Rivan masa gue ditinggal?! Gue udah effort loh buat ketemu Lo, Lo ga kangen sama gue apa? Tega bener hiks!" rengek Lio, dengan penuh dramanya Lio berjongkok memeluk lutut, menatap Rivan dengan tatapan memohon.
Sean, orang yang datang bersama Rivan sedari tadi hanya diam melihat pertengkaran Rivan dengan Lio. Suara Lio mirip dengan suara orang yang mengobrol dengannya saat dijembatan. Apa Lio dan Adelio itu orang yang sama? Jika memang benar ternyata orang itu lebih indah dari yang dia bayangkan. Lucu dan gemas dengan kelakuan yang sangat aktif juga penuh drama.
"Naik. Lo sekolah disekolah gue. Diawasin sama bapak gue bukan bapak Lo!"
"Yeay jadi anak ayah atuy! Bosen jadi anak papa Tama." ucap Lio dengan semangat. Rivan mengusap wajahnya kasar, entah bagaimana cara otak Lio bekerja. Bukannya bersyukur memiliki ayah sesabar Tama, malah ingin ayah ketua Yakuza seperti Yuta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rhythm of Love
Short Story[Nct Wish Lokal] Seperti Nada ... suara terpilih yang nyaman didengarkan, unsur pelengkap musik untuk menjadi sempurna. Kamu adalah orang terpilih yang membuat ku nyaman, pelengkap hidupku untuk menjadi sempurna- Sebastian Anggara