Lio berusaha untuk menyembunyikan wajah malunya, belum lagi debaran jantung yang terdengar begitu kencang. Perlakuan Sean saat diparkiran sekolah masuk terbayang-bayang dalam pikiran Lio. Entah rasa aneh apa yang hinggap dalam dirinya yang pasti Lio sangat teramat senang mendapat perlakuan manis dari seorang Sean.
"Jangan jauh-jauh kalo ilang nanti gue sedih."
Setiap kata yang diucapkan Sean terdengar asal, namun mampu membuat Lio merasa gugup. Sean tertawa gemas saat melihat wajah merah Lio hingga telinga.
"Apa sih! Sana tugas Lo kan cuman jadi kang ojek." ucap Lio untuk menyembunyikan kegugupannya.
"Naik dikit bisa ga sih? Jadi bodyguard gitu." tak henti-hentinya Sean menggoda Lio.
"Ngelunjak."
"Ngga tuh. Kalo gue minta jadi pendamping hidup Lo itu baru ngelunjak. Awww!" Sean meringis sebentar sebelum akhirnya tertawa karena gemas. Pukulan tangan Lio tak ada apa-apanya, sakit oun sebenarnya tidak terasa. Tapi demi untuk menggoda sosok manis disampingnya Sean rela berpura-pura.
"Kak Lo lebih ngeselin dari yang gue pikir." ucap Lio sambil mendorong troli belanjanya ke tempat sayuran.
"Gue gini ke Lo doang." jawab Sean secara gamblang, membuat Lio mendelik tak peduli. Lio cukup tau starategi setiap dominan dalam memikat hati para target, berkat Rivan yang selalu curhat.
"Cot!"
"Eh mulutnya. Yang diparkiran kurang keknya ya." ucapan Sean kembali membuat Lio salah tingkah. Kejadian itu kembali berputar dalam otak Lio.
"Jauh-jauh gue punya Rivan." kesal Lio, dia mendorong keranjang lebih cepat agar terlepas dari obrolan tak berbobot Sean.
"Kalo gitu gue punya Yuan." langkah Sean terhenti ketika melihat pantulan dirinya pada cermin pembatas buah-buahan.
Ditatapnya lamat-lamat, penampilan dirinya sangat berbeda dari sebelumnya. Sean menyadari itu, semenjak dirinya bertemu Lio yang membawanya kedalam obrolan malam saat dijembatan, Sean merasa tubuhnya selalu ingin berada di dekat Lio. Mendengar namanya disebut secara sengaja mampu membuat Sean mengembangkan senyum, terlebih saat melihat pemilik nama menampilkan raganya Sean mati-matian menahan untuk tidak menariknya kedalam rengkuhan. Segila itu? Iya.
"Tujuan gue."
Sean menoleh, mengedarkan pandangannya mencari sosok Lio. Decakan kesal dia keluarkan saat menyadari jika dirinya kehilangan jejak Lio. Sean memacu langkahnya, mempertajam setiap indra untuk menemukan Lio. Sean bernafas lega saat menemukan Lio tengah berjongkok memilih Snack. Sepertinya dunia tak membiarkan Sean bernafas lega. Dari arah berlawanan terlihat petugas supermarket yang kesusahan membawa tumpukan dus mie instan. Petugas itu tak dapat melihat keberadaan Lio yang tengah berjongkok. Sean memacu langkahnya saat dus mie instan itu hampir jatuh menimpa Lio.
Duk!
Tepat waktu, Sean harus merelakan punggungnya tertimpa dus mie. Cukup sakit, apalagi saat ujung kardus itu menekan kuat punggungnya saat terjatuh.
"Kak ... "
"Maafkan saya. Saya terburu-buru, maafkan saya. Jangan adukan saya, saya mohon." ucap petugas itu yang ketakutan saat melihat raut wajah tak bersahabat milik Sean.
"Lo ka-
"Ssstttt gapapa, Lo bisa lanjutin kerjaan Lo. Lain kali hati-hati." usapan tangan Lio pada punggung Sean mampu meredakan emosi sipemilik punggung.
"Makasih udah lindungi gue." ucap Lio, tangannya tak berhenti mengusap bagian punggung Sean yang tertimpa kardus, sangat serius sampai Lio tak menyadari jika sedari tadi Sean menatapnya begitu intens.
"Kak Sean ... " rasa gugup dirasakan Lio saat menyadari jika Sean tengah menatapnya begitu dalam. Mata tajam Sean seakan menyelami netra gelap Lio.
"Cantik." satu kata yang Sean ucapkan, mampu membuat Lio membuang muka. Tanpa rasa bersalahnya Sean malah mengusak surai Lio.
Tak henti-hentinya Rivan mengecek ponsel, beberapa kali Rivan mengirimkan pesan singkat pada Lio dan Sean, berharap keduanya segera membalas. Namun, kenyataannya lima belas menit berlalu tak ada balasan apapun dari keduanya. Jangankan untuk dibalas, dilihat pun tidak.
"Ipong Lo kenapa seh, kek resah gitu?!" protes yasmin sang ketua kelompok saat melihat gelagat aneh salah satu Anggota kelompoknya.
"Yas, gue boleh pinjem Yuan bentar ga?" Yuan menoleh saat namanya disebut. Raut resah pada Rivan sangat terlihat jelas. Setelah mendapat anggukan dari sang ketua kelompok Yuan lebih dulu menarik tangan Rivan untuk pergi.
Yuan membawa Rivan ke halaman belakang rumah Yasmin. Beruntung disana terdapat bangku untuk bersantai, jadi Yuan bisa dengan mudah menenangkan Rivan. Tak langsung pada topik obrolan, Yuan mencoba menghalau segala keresahan Rivan dengan membawanya dalam pelukan.
"Kenapa?" Rivan semakin menenggelamkan wajahnya pada perpotongan leher Yuan.
"Lio." suara Rivan teredam.
Yuan menjauhkan Rivan dari pelukannya. Menangkup wajah tampan yang lancarkan kekhawatiran. Yuan paham betul betapa sayangnya Rivan pada adiknya itu, meski orangtuanya bercerai dan memiliki kehidupan yang baru, Rivan sama sekali tak mempersalahkan hal itu. Keluarganya tetap bahagia, justru jika terus dipaksakan bersama bukankah akan terjadi hal yang buruk?
"Sean, dia tertarik sama Lio." Rivan berkata dengan nada lirihnya.
"Kamu khawatir Sean masih punya rasa sama Wira?" tanpa aba-aba Rivan malah kembali memeluk Yuan, menumpukan dahinya pada pundak Yuan.
"Rivan ... " Yuan menjauhkan Rivan dari pelukannya. Saat ini dia ingin Rivan menatapnya, dia ingin mengusir semua keresahan yang Rivan miliki.
"Dengar ya, Sean bukan orang yang main-main soal perasaan. Penolakan Wira mungkin membuat luka, tapi Lio mampu mengobati luka yang ditoreh Wira." tangan Yuan terangkat, mengarahkan sang lawan bicara agar mau menatap matanya.
"Sean pasti bisa jaga Lio. Dan aku yakin Lio bisa ngerubah Sean jadi pribadi lebih hangat. Percaya sama aku."
"Aku takut Lio sakit hati ... " kerisauan seorang kakak terhadap adiknya. Rivan juga seorang dominan seperti Sean, dia pasti tahu bagaimana dominan ketika masih patah hati.
"Kita ada buat bantu Lio bangkit." ucapan lembut serta senyum Yuan mampu membuat Rivan lebih tenang. Rivan adalah dominan seperti Sean, tapi Yuan adalah pihak yang sama seperti Lio. Kurang lebihnya Yuan mampu memahami ada diposisi Lio nanti.
"Makasih, tetap bantu aku ya." Yuan tersenyum senang saat melihat Rivan jauh lebih tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rhythm of Love
Short Story[Nct Wish Lokal] Seperti Nada ... suara terpilih yang nyaman didengarkan, unsur pelengkap musik untuk menjadi sempurna. Kamu adalah orang terpilih yang membuat ku nyaman, pelengkap hidupku untuk menjadi sempurna- Sebastian Anggara