fourth

132 9 28
                                    

Lio menoleh ketikan merasakan tepukan dipundaknya. Sosok remaja dengan pakaian yang sama dengan senyum ramah yang dia tampilkan.

"Gue Julian, Lo bisa panggil gue Ijul." remaja yang mengaku bernama Julian itu memberikan tangannya untuk dijabat oleh Lio.

"Panggil gue Lio." Julian mengangguk, lagi pun kalo dia panggil Adelio itu terlalu panjang. Apalagi kalo Adel yang ada orang-orang menyangka Lio sebagai wanita.

"Kantin bareng yuk, Karna Lo temen baru gue sebagai hadiah Lo teraktir ya." ucap Julian dengan alis yang naik turunkan. Lio hanya mengangguk sambil tertawa, teman pertamanya memberi kesan yang berbeda dari kebanyakan orang-orang.

"Ayok, asal pinjemin gue catatan Lo." tawar Lio yang membuat Julian meringis. Jujur, sebenarnya Julian bukan tergolong siswa yang rajin dalam mencatat materi, Julian adalah tipe siswa yang mengerjakan sesuatu jika memang waktunya telah dekat. Catatan tak penting, lagian guru tak pernah membahas soal catatan.

"Entar deh gue pinjemin buku si Rahmi, dia sekretaris paling rajin. Udah nulis di bor nulis di buku pula tu cewek." Lio setuju dengan tawaran Julian. Mereka berjalan beriringan menuju kantin, Julian tak henti-hentinya menceritakan soal sekolah pada Lio. Mulai dari jajanan yang dijual, tempat nongkrong yang bagus, guru-guru yang dianggap menyebalkan oleh Julian sampai kakak kelas dan adik kelas pun Julian ceritakan.

"Eh Lo tau ga, ekskul band sekolah dapet juara lagi. Keren mereka tuh, banyak banget yang suka mereka. Lo tau jagoan gue itu bang Sean." cukup panjang Julian berceloteh hingga keduanya tak menyadari telah sampai kantin.

"Penuh banget Jul." Lio menatap antrian panjang disetiap stand dagang. Hampir semua bagian dikerumuni orang-orang apalagi penjual bakso dan mie jebew.

"Mau pesen apa?" tanya Julian sambil melihat sekeliling mencari meja yang sekiranya bisa mereka tempati.

"Kak Yuan bilang disini ada yang namanya seblak, mau itu." Lio mengingat-ingat kembali rekomendasi jajan kantin yang Yuan ceritakan saat mengantarnya menuju ruangan kepala sekolah.

"Setdah Lo kenal kak Yuan? Siapa Lo?"

"Ehehe dia pacar kakak gue."

"Sianjir jadi gue ngomongin kakak Lo dong dari tadi. Apes apes, jangan Cepu Lo ya!" ancam Julian pada Lio.

Telah diputuskan Julian akan mengantri sementara Lio duduk menempati meja, sebelum nantinya ditempati siswa lain. Antrian seblak cukup panjang, tapi tak sepanjang antrian bakso, Lio dapat melihat Julian yang bergerak gesit mempertahankan posisinya agar tidak diserobot murid lain, bahkan Julian tak segan-segan mengumpat pada setiap murid yang hendak mengacaukan antrian.

"Ketemu." suara dominan mencuri atensi Lio. Didepannya berdiri Sean yang menampilkan wajah datar, ada kotak obat ditangannya.

"Siapa?" Lio merasa aneh, pada siapa Sean berkata. Pertanyaan Lio diabaikan Sean. Lelaki dominan itu malah duduk disamping Lio, mengambil tangan yang sebelumnya terluka untuk dia obati.

Perlakuan Sean yang sangat langka terlihat mengundang perhatian semua murid yang berada dikantin. Pasalnya Sean jarang sekali menampakkan dirinya dikantin, sekalipun istirahat mungkin anak itu akan menyendiri di perpustakaan atau di ruang ekskul band.

Bisik-bisik orang mengomentari perkalian Sean. Mulai dari lontaran kalimat positif hingga negatif dapat ditangkap telinga Lio.

"Kak udah." Lio berusaha melepaskan cekalan tangan Sean. Tatapan serta kalimat bisikan yang orang-orang berikan membuat Lio tak nyaman.

"Jangan peduliin mereka." ucap Sean sembari menggulung lengan kemeja Lio agar tidak menggesek luka pergelangan tangan.

"Kalo lukanya masih merah, besok Dateng ke gue. Biar gue obatin." Sean mengantungi salep yang berada dalam wadah kecil.

Rhythm of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang