Kodok

1.6K 134 85
                                    

Silahkan baca Food of Soul terlebih dahulu agar lebih paham.\(^v^)/

^^^

Remaja laki-laki itu meraih tongkatnya yang terletak di samping tempat tidur. Ia sedikit mengernyit saat berdiri dengan bertumpu pada tongkat dan meja di samping tempat tidurnya. Berdiri bukan hal yang mudah untuk dirinya yang memiliki masalah motorik. Ia cukup berbangga hati dengan hasil kerja keras dan latihan bertahun-tahun, sejak ia harus belajar berjalan kembali setelah serangan stroke di usia yang sangat muda beberapa tahun yang lalu.

Ia melangkah pelan ke arah meja belajarnya yang dipenuhi kertas berwarna warni. Lipatan demi lipatan terbentuk, hingga akhirnya kertas itu berubah menjadi beberapa kodok kecil. Ia tersenyum puas memandangi hasil karyanya sejenak sebelum akhirnya menyelipkannya ke dalam saku celananya.

Setelah kodok yang ia buat telah cukup banyak, ia mulai beranjak keluar kamar. Langkahnya tertatih dengan kaki kirinya yang menyeret menuju kamar mandi yang berada di ujung lorong rumah. Pagi ini masih sunyi, hanya terdengar suara jam dinding yang sesekali beriringan dengan kicauan burung di luar. Ia berhenti sejenak di depan pintu kamar mandi, memastikan tidak ada suara dari dalam sebelum membuka pintu perlahan.

Ia tahu rutinitas kedua saudaranya yang akan bergantian menggunakan kamar mandi setiap pagi. Kakaknya biasanya selalu bangun lebih awal karena harus bersiap-siap ke kampus. Sementara adiknya seringkali baru terbangun setelah dipanggil beberapa kali oleh Ayah mereka. Ntah siapapun itu, salah satu dari mereka akan  menjadi sasaran kejahilannya pagi ini.

Tanpa membuang waktu, ia berjalan mendekati bak mandi. Dengan senyum jahil ia meletakkan 'kodok' nya di permukaan air. Kodok kertas itu langsung mengapung, bergoyang-goyang pelan di permukaan air yang tenang. Ia tertawa kecil membayangkan bagaimana reaksi kedua saudaranya ketika mereka menemukan 'kodok' yang memenuhi bak mandi.

Setelah menyelesaikan aksinya, ia dengan hati-hati menutup pintu kamar mandi kembali dan melangkah keluar. Ia berusaha menahan tawa yang hampir meledak. Ia sangat tidak sabar menunggu teriakan kaget yang akan segera terdengar menggema di rumah.

^^^

"MAS RAKAAA!!!"

Harna hampir menumpahkan kopi yang sedang ia minum karena terkejut mendengar teriakan putra bungsunya. Ia menaruh cangkir kopinya dengan hati-hati di meja. Ia tahu persis apa yang telah terjadi. Kejadian seperti ini bukanlah hal baru di rumah mereka.

Tumbuh bersama dengan tiga saudara laki-laki membuatnya sudah cukup terbiasa dengan keributan seperti ini. Hanya saja ia masih tidak menyangka harus mengulangnya lagi, hanya saja kali ini dengan ketiga putranya setelah istrinya meninggalkannya.

"Kenapa itu?" tanya Harna pada putra sulungnya, Bagas.

Bagas yang sudah siap dengan ransel di punggungnya baru saja sampai di meja makan saat mendengar suara adiknya itu. Ia menoleh ke arah ayahnya dan menjawab , "Biasa Yah, ada kodok di bak."

Harna hanya dapat geleng geleng kepala. Raka, putra tengahnya, memang dikenal di keluarga sebagai si jahil yang tidak pernah kehabisan ide untuk melatih kesabaran saudara-saudaranya. Kali ini tampaknya dia kembali berhasil menjalankan rencananya dengan sempurna.

"Biang keroknya datang." ucap Bagas sambil melirik Raka yang baru datang dan mengambil posisi di kursi sampingnya.

"Mas kok santai? Bukannya tadi mandi duluan?" tanya Raka heran karena kakaknya itu terlihat biasa saja.

"Mas bergadang semalaman, gak ada energi buat marah - marah." jawab Bagas sambil mengisi piringnya dengan menu sarapan yang terhidang. Masakan ayahnya tidak pernah gagal dan selalu menggugah selera.

OrigamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang