"Gue mohon, gue mohon sama lo jangan bawa gue," kata Ilesha dengan suara gemetar, matanya penuh air mata yang mengalir deras. Wajahnya terlihat sangat ketakutan, napasnya tersengal-sengal.
"Gue sama sekali gak kenal sama lo. Pliss... biarin gue kabur kali ini!" tambahnya, suaranya nyaris pecah, penuh desperasi, tangannya menggenggam erat hoodie laki-laki di depannya, mencoba meraih sedikit belas kasihan.
Laki-laki itu tersenyum dingin, senyuman yang membuat darah Ilesha berdesir ngeri. Tangan kasarnya mengusap lembut pipi Ilesha yang basah, seolah menghapus air mata, namun lebih terasa seperti ancaman. "Kesempatan gak datang dua kali, sayang," bisiknya dekat di telinga Ilesha, nada suaranya menyeramkan, seolah menikmati setiap kepanikan yang terpancar dari wajahnya.
Air mata Ilesha terus mengalir, bahunya bergetar hebat. Ia merasa tidak berdaya, seolah seluruh dunianya runtuh. "Seandainya gue emang punya salah sama lo, gue minta maaf," ujarnya dengan nada penuh harap, suaranya melemah, hampir putus asa.
Pria itu menggeleng pelan, masih dengan senyum sinis di bibirnya. "Lo gak ada salah sama gue, cuma kebetulan lo target gue saat ini," jawabnya dengan nada dingin, mata tajamnya menatap langsung ke dalam mata Ilesha, membuat jantungnya berdegup kencang.
"Target? Target apa yang lo maksud?" Ilesha menatapnya dengan penuh kebingungan, merasa takut akan jawaban yang akan keluar dari mulut pria itu.
"Target sebagai wanita penghibur gue selanjutnya," jawabnya dengan senyuman menjijikkan yang membuat darah Ilesha berdesir, kata-katanya seperti pisau yang menusuk dalam ke hatinya.
"Gila! Lo gila!" teriak Ilesha, ketakutan yang tak tertahankan membuatnya mencoba meronta dari genggaman pria itu, tapi cengkeramannya terlalu kuat, seperti besi yang tak bisa ia lepaskan.
"Kesempatan gak datang dua kali. Ikut gue!" perintahnya kasar sambil mulai menyeret Ilesha dengan paksa. Ilesha terus memberontak, berteriak, dan menangis tanpa henti, rasa putus asa memenuhi dirinya.
"JANGAN SENTUH CEWEK GUE!"
Teriakan keras itu menghentikan langkah mereka. Ilesha langsung mengenali suara itu, jantungnya berdetak kencang ketika ia dan laki-laki itu menoleh bersamaan. Seorang cowok sepantaran dengan laki-laki itu turun dari motor sport hitam dengan cepat, wajahnya penuh tekad setelah melepas helm full face dari kepalanya.
Tanpa banyak bicara, Ilesha dihempaskan ke belakang tubuh laki-laki ber-hoodie itu, yang masih mencengkeram erat pergelangan tangannya. Genggamannya semakin kuat, membuat Ilesha meringis kesakitan.
"Balikin dia sama gue," kata cowok itu dengan tegas setelah mendekat, suaranya berat, namun penuh keberanian. Dia tidak akan membiarkan laki- itu melukai Ilesha lebih jauh.
"Tolongin gue, Sa!" teriak Ilesha panik, air matanya semakin deras mengalir di pipinya. Ia merasa sedikit lega melihat Harsa ada di sana, tapi juga ketakutan akan apa yang mungkin terjadi.
Harsa Putra Deluna, seorang cowok dengan postur tinggi dan atletis, awalnya hanya melewati jalanan yang sepi itu, berniat untuk pulang setelah menghabiskan malam dengan teman-temannya. Namun, pandangannya tiba-tiba tertumbuk pada sebuah adegan yang membuat darahnya mendidih—seorang gadis sedang ditarik-tarik oleh seorang pria ber-hoodie. Ketika ia memperhatikan lebih dekat, hatinya terasa seperti ditusuk-tusuk ketika menyadari bahwa gadis itu adalah Ilesha, mantan pacarnya yang dulu sangat ia cintai.
Seketika, jantungnya berdetak kencang, penuh dengan campuran kejutan dan kemarahan. Harsa merasa otot-ototnya menegang, giginya menggertak dengan keras, seolah menahan gejolak emosinya yang semakin tak terkendali. Tangannya terkepal kuat, menunjukkan amarah yang bergelora.
Tanpa ragu, ia melangkah cepat mendekat ke arah laki-laki itu, sorot matanya tajam penuh dengan keinginan untuk melindungi orang yang pernah ia cintai lebih dari apapun. Pandangannya tertuju pada laki-laki ber-hoodie itu, siap menghadapi apapun yang akan terjadi demi menyelamatkan Ilesha dari bahaya.
Bugh!
Satu pukulan keras menghantam tubuh laki-laki ber-hoodie itu, membuatnya terhuyung dan melepaskan cengkeraman dari tangan Ilesha. Pria itu kehilangan keseimbangannya sesaat, cukup bagi Ilesha untuk ditarik cepat oleh Harsa ke dalam pelukannya, memeluknya erat seakan ingin melindunginya.
"Kamu gak papa?" tanyanya lembut, meski nada suaranya mengandung kecemasan yang mendalam. Ilesha menggeleng cepat, meski menyembunyikan rasa sakit di pergelangan tangannya yang mulai membiru akibat cengkeraman laki-laki itu.
"Pergi dari sini atau gue hajar lo sampe habis?!" Harsa memperingatkan, matanya memancarkan amarah yang menyala-nyala, siap melakukan apa saja demi melindungi Ilesha.
Laki-laki itu hanya menyeringai, senyumannya menyeramkan seperti iblis. "Sebelum gue pergi, izinin gue buat hajar lo terlebih dahulu," katanya dengan nada mengancam, menatap Harsa dengan mata yang dipenuhi niat jahat.
Bugh!
Tiba-tiba, pria ber-hoodie itu menyerang, pukulan telak mendarat di ulu hati Harsa dengan keras, membuatnya terjatuh ke aspal. Harsa menggigit bibirnya, menahan rasa sakit yang menusuk, tetapi tidak ingin terlihat lemah di hadapan Ilesha.
"HARSA!" Ilesha menjerit, wajahnya pucat melihat cowok itu terhempas keras ke aspal, rasa takut kembali melingkupi dirinya. Ia ingin membantu, tapi tidak tahu harus melakukan apa.
"JANGAN SENTUH DIA ATAU GUE BUNUH LO!" ancam Ilesha sambil menunjuk laki-laki itu dengan tangan gemetar, suaranya bergetar penuh emosi. Tapi laki-laki itu hanya tertawa dingin, seolah ancaman Ilesha sama sekali tidak berarti baginya. Ia malah mendorong Ilesha hingga terjatuh ke aspal, tangannya tergores kasar, darah mulai mengalir dari lukanya.
Ilesha meringis kesakitan, merasakan perih yang bercampur dengan air mata dan darah yang mengalir di pipinya. "Bangun lo," kata laki-laki itu sambil menarik jaket kulit Harsa dengan satu tangan, memaksanya berdiri meski tubuh Harsa terasa lemah dan nyeri di seluruh tubuhnya.
Bugh!
Lagi, satu pukulan keras mendarat di pipi kiri Harsa, membuat darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Dengan tangannya, laki-laki itu menyeka darah dari bibir Harsa dan menjilatnya, senyum aneh menghiasi wajahnya, memperlihatkan kejamnya niat jahat di dalam hatinya. "Enak juga darah lo."
"Psikopat lo, anjing!" teriak Harsa, marah, sambil membalas dengan pukulan brutal ke arah wajah laki-laki itu, sekuat tenaga yang tersisa. Ia tidak peduli lagi, hanya ingin laki-laki itu merasakan sakit yang sama.
"Stres, gila, psikopat!" ejeknya lagi, menghajar laki-laki itu dengan sekuat tenaga, pukulan demi pukulan ia layangkan tanpa ampun, tanpa henti, meskipun rasa sakit di tubuhnya mulai membuatnya limbung.
Namun, laki-laki ber-hoodie itu hanya tertawa pelan, seolah tidak merasakan sakit sama sekali. Tawa itu membuat Harsa semakin geram, tapi juga membuatnya sadar bahwa laki-laki ini berbeda dari kebanyakan orang. "Kata-kata itu udah biasa buat gue. Stres, gila, psikopat... itu makanan sehari-hari gue," ucapnya dingin, tatapan matanya gelap.
"Sha, cepet lari ke motor!" perintah Harsa pada Ilesha yang ketakutan, suaranya penuh urgensi. "Dia bener-bener udah kelewat gila."
Ilesha hanya bisa mengangguk lemah, ketakutan dan panik terlihat jelas di wajahnya. Ia berusaha bangkit, meski rasa sakit di tangannya membuatnya meringis.
Bugh!
Harsa memukul keras lagi, kali ini di ulu hati laki-laki itu, mencoba membuatnya mundur. Serangan itu membuat laki-laki itu tersentak, tetapi tidak cukup untuk menghentikannya. Amsor segera menarik Ilesha dan berlari dengan pincang menuju motor, darah yang mengalir dari bibirnya menetes ke jaket kulitnya.
Melawan laki-laki itu terasa percuma, karena seolah rasa sakit tidak berarti apa-apa baginya. Harsa tahu, mereka harus segera pergi sebelum terlambat.
Laki-laki itu hanya tersenyum tipis, mengusap darah dari ujung bibirnya tanpa meringis, seolah menikmati rasa sakit itu. Setelah motor sport itu melaju menjauh, ia melangkah pergi dengan santai, mencari mangsa lain untuk malam ini, senyuman puas di wajahnya karena telah membuat dua nyawa ketakutan setengah mati.
•••🦋•••
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ephemeral (Tamat)
Teen FictionGengre: Romance, Misteri •••🦋••• Sinopsis: Ilesha Mutiadaksa adalah seorang gadis yang dibayangi masa lalu kelam, membuatnya berjanji untuk tidak lagi membuka hati pada siapa pun. Namun, semua berubah ketika Bentala Zayn Shailendra hadir dalam hi...